Jalanan Kota Jakarta nampaknya tak pernah sepi dari motor atau mobil yang berlalu-lalang. Terlalu ramai sampai sampai mereka semua terhenti di tengah perjalanan. Kondisi macet sudah menjadi makanan sehari-hari warga lokal.
Apalagi disaat Bulan Ramadhan, jalan tak hanya dipenuhi kendaraan tetapi trotoar juga menjadi sasaran para pedagang untuk menjual takjil yang beraneka ragam. Mulai dari minuman, gorengan, hingga makanan berat pun semua tersedia.
Seperti sore ini, suasana yang selalu dinanti oleh orang-orang yang menjalani puasa. Banyak kendaraan yang berjalan satu arah memberi artian mereka ingin pulang untuk berbuka puasa bersama keluarga yang sudah menanti di rumah. Tak jarang juga orang-orang yang berburu berbagai macam takjil sebagai teman berbuka.
Perkiraan kurang 1 jam 45 menit lagi Adzan Maghrib berkumandang menandakan waktu iftar. Namun, sekumpulan anak muda beranggotakan 7 orang masih saja sibuk berdiskusi mengenai suatu hal yang berkaitan dengan tugas kuliah mereka. Laptop berjajar-jajar, kertas Hvs berserakan, dan tangan yang senantiasa memegang pulpen untuk mencatat pokok perbincangan.
Mulai dari siang sampai sore menjelang berbuka pemuda-pemudi itu tak kunjung menyudahi tugas mereka. Beberapa kali salah satu dari ketujuh orang tersebut mengeluh lelah dan ingin cepat-cepat selesai, padahal pekerjaannya belum tuntas.
Sampai akhirnya sang ketua kelompok yang dikenal dengan nama Edwin menutup perjumpaan kali ini sebab menyadari waktu yang tak lagi siang tetapi hampir memasuki malam, "Guys kita lanjut besok aja, sekarang kalian bisa pulang."
"Okey, berarti dilanjut besok nih?," tanya seorang gadis berhijab maroon yang dibalas anggukan oleh Edwin.
"Yaudah mending gitu aja, gue juga harus bantuin ibu masak," ujar salah satu gadis lain disana ikut menimbrung bersama.
"Widiihh... calon istri sholehah nih," balas Hesa.
Sang gadis yang di beri lelucon tertawa terbahak-bahak. Dengan tangan yang bergerak seolah-olah mengajak Ariani berkata, "Ayo ayo siapa yang mau minang gue."
Anak-anak muda disana lantas dibuat terkikik oleh tingkah random salah satu teman mereka. Disaat yang bersamaan Ariani bersama teman perempuannya mulai beranjak dari duduk berkeinginan untuk pamit pulang.
"Kalian pada mau pulang?," tanya Hesa pada teman-temannya yang satu persatu mulai membereskan barangnya.
"Kenapa ga sekalian buka disini sih?," lanjutnya.
"Gue kan udah bilang mau bantuin ibu masak Mas Hesaa," balas Ariani merasa gemas dengan ucapan Hesa.
"Bukan kamu calon istri sholehahkuuu."
Sekarang menyisakan para lelaki yang masih enggan berdiri. Edwin juga belum beranjak dari kursinya, seperti sudah terlalu nyaman hingga tak tega untuk meninggalkan.
"Woi kalian mau buka dimana?" lagi-lagi Hesa kembali bertanya.
Galang yang sudah siap pergi pulang dengan tas yang ada di punggung menatap ke arah Hesa dengan tatapan malas.
"Lu ga lihat?" lantas Hesa seakan pura-pura buta dengan menutup kedua mata.
"Gatau juga, lo mau buka dimana Ren?" Alih-alih memberi jawaban, Aidar malah balik bertanya pada seorang lelaki yang duduk di bagian paling pojok.
"Buka disini kuy," ajaknya.
"Mau buka puasa aja ribut," ujar Edwin yang masih santai ditengah huru-hara teman-temannya.
"Masalahnya kosan gue jauh Win, kalo orang jawa bilang ora ngatasi jam e."
"Selain waktu, duit e yo ora ngatasi. Yo gak Hes?," timbal Aidar sebagai sesama anak perantau dari Jawa. bedanya Hesa dari surabaya sedangkan Aidar asli orang Solo.