25. Earl Rose Pouchong

9 4 2
                                    

Ketika Mahira berkata ingin informasi tentang Ratu untuk menguji hipotesisnya, Darius menyangka itu adalah sebuah diskusi lain. Tetapi, bukan.

Saat ini Mahira memintanya untuk mengunjungi tempat pengungsian dari perpustakaan Bethutia di kaki gunung.

Mereka bergegas menaiki kereta kuda dengan perjalanan yang tidak mudah. Jalan-jalan yang dulu tertata megah, kini hanya tersisa puing-puing. Sang supir kereta bahkan perlu memperhatikan lebih jalanan yang tepat dan aman. Tanpa puing dan bebatuan.

Terhitung sudah dua puluh menit perjalanan, tidak ada yang berbicara diantara mereka. Bukan hanya karena mereka sama-sama sibuk dengan pikiran masing-masing. Darius sendiri yang di muka umum terkenal sangat ramah dan Flamboyan, mengenakan persona apatisnya didepan Mahira. Entah karena sedang banyak pikiran, atau dia lupa. Mahira sendiri kurang peduli mengenai perbedaan Darius ini.

Atau sebatas, dia juga tidak menuntut dan berekspektasi indah mengenai Pangeran keempat ini.

"Ada hal penting apa di perpustakaan Bethutia? Tidak bisakah langsung saja? Atau kau ... Memang sebegitu inginnya berjalan-jalan denganku di hari yang buruk ini."

Darius tidak tertarik melihat jalanan yang hancur. Egonya mengatakan keengganan yang tinggi. Sedang Mahira justru tidak mengalihkan pandangan dari luar, dia terus menatap jendela di sepanjang jalan.

"Apa yang mulia pernah mendengar mengenai kelompok pemuja sihir putih di perpustakaan Bethutia?" Tanyanya.

Wanita itu beranjak dari lamunannya pada dunia luar dan beralih pada Pangeran Darius.

"Tentu saja. Ku dengar mereka bahkan menghamba pada seorang Sufis asing yang muncul seenaknya."

"Yang mulia, tidak salah." Mahira membenarkan kata 'menghamba' dan 'seenaknya' yang mungkin terdengar lebih satir disana."Hanya saja, pernahkah anda juga mendengar jika mereka mengembangkan sebuah alat untuk memprediksi perkembangan sihir putih?"

Darius menautkan alisnya, "Bisakah alat seperti itu dibuat?" 

Pertanyaannya  terdengar lebih mengancam daripada penasran.

Bagi anggota kerajaan, tentu tidak ada yang lebih hebat dari sihir putih di Yeaston. Jika terdapat sekelompok orang yang bisa 'memprediksi' sihir mereka. Maka itu juga menjadi sebuah ancaman bagi negara.

"Jika aku katakan iya tanpa menunjukkannya anda pasti tidak akan percaya," Mahira menatap lurus mata yang sebiru samudra didepannya. "Anda tidak perlu khawatir mengenai penggunaannya. Aku bertanggung jawab penuh atas pembuatan alat itu, dan orang-orang yang terlibat adalah para bangsawan muda yang 'menghamba' pada sihir putih. Mereka hanya tertarik pada projek ini sebagai bahan pemuasan moral mereka saja."

Para bangsawan Yeaston yang tinggal di Bethutia, tidak diragukan memiliki penyakit yang kurang lebih sama tentang ini. Para pemilik darah yang dekat dengan Raja penguasa Yeaston, secara alami memang memiliki ego setinggi langit.

Darius hanya diam, dia tidak terlihat membuat perilaku aneh pada Mahira, termasuk mempertanyakannya lagi. Sedang Mahira sendiri sebenarnya cukup awas. Darius yang patuh dan seolah percaya saja, membuatnya cukup curiga. Tetapi, citranya yang asing dan berterus terang perlahan juga menunjukkan keberpihakan pada kerajaan. Sedikitnya, Mahira berharap bahwa ia akan dimasukkan pada sisi anggota kerajaan.

Sejujurnya, tidak ada yang tahu bagaimana isi hati mereka masing-masing. Sebuah dinding tercipta sejumlah tiga lapis dihadapan wajah mereka. Dan masing-masing dari mereka, entah siapa yang bisa menembus dinding itu lebih dulu. Juga entah siapa yang ternyata sedang menyiapkan sesuatu dibalik dinding itu.

"Kita sudah sampai."

Ketika kereta berhenti, Mahira segera melihat keluar jendela.

Sebelum turun terlebih dahulu, dia berkata. "Yang mulia, pasang wajah sosial anda. Disini, ada banyak orang."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 27 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Origin Of King KaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang