Jadi teh

7 1 0
                                    

Azmi mulai merasa khawatir dengan Haikal, memang selama ini hanya ia yang selalu ada untuknya dalam keadaan apapun. Haikal anak yang sangat tertutup dan sholeh, bahkan ini baru pertama kali Haikal mengajaknya bertemu dengan wanita. Meskipun ia sudah kenal sangat lama ia hanya tahu sedikit sekali mengenai kawannya yang satu itu.

"Jadi teh begini..." Haikal memulai pembicaraan.

"Haikal sunda?" Tanya Pinkan.

"Iya, setengah sunda setengah betawi." Jawab Haikal.

"Hybrid." Sambung Azmi.

"Hahaha, bisa jadi." Haikal tertawa saja, ia bingung harus merespon apa.

"Heh lah orang ganteng mau cerita dengerin dulu kek! Malah nanya suku." Aleah yang baperan mulai marah-marah tak jelas.

Rio dan Angga memakan makanannya dengan sangat lahap dan khusyuk, seperti beda alam dengan yang sedang mengobrol.

"Ya maaf." Ucap Pinkan dengan wajah seperti tak berdosa, lalu meminum minumannya.

"Eta terangkanlah..." Rio memulai aksinya.

"Jiwa yang berkabut, eta dengan penuh dosa..." Sambung Angga yang satu frekuensi.

"Ampunilah... Ampunilah..." Azmi mulai ikut-ikutan.

"Ampunilah, seluruh dosanya Azmi." Haikal mulai ngehank karena mengikuti ketiga temannya tersebut.

"Maaf saya tidak ada receh." Ucap Pinkan.

"Yah nyanyinya udahan, baru gue mau ngambil gedimbring." Sintia yang sama diluar nalarnya ikut-ikutan saja.

"Gedimbring apaan?" Tanya Rio yang tinggal ditempat tinggal elite bahkan nama alat tersebut saja pertama kali ia dengar.

"Itu loh, yang bunyinya tung tang tung." Aleah menerangkan dengan wajah serius.

"Gue kesini bukan buat ngamen brader sister, aduh." Haikal mulai mengeluh karena tidak paham sama sekali dengan sikap kawan-kawannya.

"Oh siap, babang thamvans." Ucap Sintia.

"Gantengan gua kali." Rio menyerobot.

"Iye gantengan lo." Cetus Haikal.

"Sut... Orang ganteng mau cerita, silahkan babang Haikal yang terthamvans." Ucap Azmi melerai.

Enemy has been slain~

Suara game mobile legends tiba-tiba muncul ditengah percekcokan. Ya, itulah Angga. Ia dianggap tidak ada oleh Haikal, Azmi dan Rio karena sibuk dengan ponselnya.

"Jadi begini..." Haikal memulai kembali.

"Woyyy, map kutil map! Aduh elah. Pake Angela kaga liat map pagimana sih! Afk aja deh!" Angga tiba-tiba marah-marah dengan teman satu timnya, membuat semuanya memandang kearahnya.

"Astaghfirullah, Angga!" Ucap Pinkan, Sintia dan Aleah barbarengan.

"Kayak padus dadakan." Celetus Haikal.

"Udah santai aja, enggak apa-apa kok udah biasa, Angga emang begitu." Haikal menjelaskan dengan tenang dan seperti biasa sangat berwibawa.

"Jadi teh gue punya adek cowok masih kecil baru 6 tahunan, dia pengen tinggal bareng sama gue. Katanya pengen nambahin ilmu agamanya. Tapi gue merasa kurang pantas karena gue merasa ilmu gue masih kurang. Jadi gue tolak deh. Kalau biaya sih insyaallah aman. Gue agak nervous juga sih baru ketemu lagi sama ortu gue." Jelas Haikal.

Pinkan yang sangat mengerti mengenai psikologi orang pun langsung paham. Haikal adalah tipe orang yang gak enakan.

"Yaudah gak apa-apa, lo gak harus menjaga perasaan setiap orang, itu bukan tanggung jawab lo." Jelas Pinkan.

"Oh jadi kawan gue yang gantengnya kelewatan ini lagi bingung mau nolak. Lo sih, apa aja diiya-in, giliran ditembak cewek ditolak semua." Azmi meledek.

"Pansi?" Haikal membalas dengan wajah judes.

"Ya pada intinya gue gak enak mau nolak, udah gitu aja." Jelas Haikal.

"Jadi itu alasan lo kurang mood Kal. Kalau gue sih gak peduli lo mood atau enggak." Ucap Angga.

"Nih anak satu, bisa baca situasi dikit napa!" Rio yang kalem nan ganteng mulai naik darah.

"Lah? Kenapa dah?" Tanya Angga kepo.

"Masa lalunya Haikal, onyon." Rio mengucapkan dengan pelan supaya tidak terdengar oleh Haikal.

Haikal hanya bisa mengelus dada menghadapi karakter teman-temannya itu, tapi alhamdulilahnya tabiatnya semua baik, pikirnya.

"Lah lah bocah ngapa yak." Pinkan mulai koslet.

"Pinky aman kan? Gak gila?" Tanya Aleah khawatir.

"Kalau gila gue gak jadi dosen dong. Gue lagi ngeledek Angga." Jelas Pinkan.

"Oh." Dibalas singkat oleh Aleah pertanda mengerti. Reaksi Aleah memang terkadang sulit ditebak.

"Bukannya lo guru ngaji ya Kal? Kok ngerasa kurang ilmu?" Tanya Sintia sedikit bingung.

"Iya, tapi gue juga masih belajar sama pak Ustadz." Jawab Haikal seadanya.

"Kayaknya lo cocok deh Kal sama Pinkan, sama-sama serius orangnya." Ucap Azmi.

"Ah bisa aja lo." Haikal terlihat malu-malu.

"Malu-malu kucing cie." Angga mengejek.

"Daripada lo, malu-maluin." Ejek Haikal kembali.







Ceritanya segitu dulu guys, enjoy :)

AllureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang