Bab 03. Terpaksa Bertahan

6 1 0
                                    

Di pelukan sang ibu, Nandira menangis tersedu-sedu. Sejak hari pertama ia kerja, ia malah tidak tenang dan mendapatkan gangguan.

Seumur hidupnya, Nandira baru merasakan kejadian mistis seperti ini. Terlebih lagi sampai Nandira sulit tidur dan tak enak badan.

Warsih, sang ibu juga tidak memaksa. Daripada anaknya tertekan di tempat kerja. "Eleuh, ya udah atuh Neng kalau sekiranya Neng nggak betah mah udahan aja, biarkan Ibu dan Bapak yang kerja," ujarnya. Sambil mengusap surai panjang Nandira yang masih bergetar di pelukannya.

"Maafin Neng, Bu. Semenjak malam, Neng teh merasa tak tenang. Kayak diikutin dari semalam," papar Nandira disela-sela isakan tangisnya.

Budiman dan Warsih menatap sendu, lalu menghela napas pelan. Tidak bisa dipungkiri jika terjadi teror di Hotel itu.

"Mungkin cuma perasaan Neng saja. Jangan lupa sholat dan baca Al-Qur'an, insyaallah aman," ujar Budiman, yang memang religius urusan ibadah, ya meskipun bukan orang yang ahli ilmu.

Tok! Tok! Tok!

"Budi! Warsih! Ke mana kalian hah!"

Dari arah depan, terdengar suara teriakan dan gedoran pintu begitu keras. Lekas Budiman dan Warsih beranjak, melihat ke arah depan.

Di depan rumah mereka, sudah ada Juragan Beben yang sedang berkacak pinggang. Sembari ditemani oleh 2 anak buahnya.

"Ada apa Juragan?" tanya Budiman.

"ADA APA! ADA APA! SIA MALAH NANYA AYA NAON (ADA APA) CEPETAN BAYAR HUTANG!" ketus Juragan Beben, begitu marah hingga wajahnya sudah merah padam.

Tahu jika kedatangan Juragan Beben ke sini tak lain adalah menagih hutang. Juragan Beben sendiri merupakan orang yang terpandang dan kaya raya di kampungnya.

Dulu, Budiman meminjam uang untuk berobat istrinya yang harus dioperasi. Karena belum memiliki penghasilan, Budiman dan Warsih tak mampu membayar.

"Anu Juragan ... bisa tidak, dibayarnya nanti saja? Saya teh lagi nggak ada uang buat bayar hutang," cicit Budiman, meminta keringanan agar Juragan Beben memberikan waktu.

"TEU SUDI! UDAH BERAPA KALI SIA TEH MINTA OPSI KERINGANAN! TAPI TETAP WEH TEU DIBAYAR!" sergah Juragan Beben, meski keluarga kaya, dia juga memang pelit.

"Tapi kami lagi nggak ada uang juragan, mau bayar pake apa kalau uangnya nggak ada mah," sahut Warsih.

Pria berjenggot tebal itu memainkan jenggotnya, ia menyedekapkan tangan dada seraya tersenyum licik.

"Kalian 'kan punya anak gadis, gimana kalau anak kalian saja saya jadikan istri. Dengan begitu, hutang kalian lunas."

Warsih dan Budiman langsung membelalakkan mata, tidak terima jika hal ini disangkut pautkan dengan Nandira.

Mereka tidak mau, mengorbankan Nandira hanya karena hutang orang tuanya.

"Nggak, saya mah nggak bakalan pernah nyerahin anak saya kepada Juragan. Lagipula, Juragan udah punya banyak istri," pungkas Budiman.

"Nandira! Nandira!" Juragan Beben berteriak, sembari memanggil-manggil nama Nandira agar gadis cantik itu keluar.

Tak lama kemudian, Nandira yang penasaran pun keluar. Alisnya saling menaut bingung, saat ada Juragan Beben datang dan menatapnya penuh puja.

'Idih, najis banget dasar bapak-bapak tua,' batin Nandira.

"Ada apa ini teh, Bu, Pak? Kenapa ada Juragan Beben ke sini?" tanya Nandira kepada orang tuanya.

Gadis itu risih, dengan tatapan nakal Juragan Beben yang jelalatan. Sudah punya istri, masih saja gatal.

Dasar si tua keladi! Makin tua malah makin menjadi-jadi!

Teror Arwah Perempuan Penunggu Hotel (Pindah Ke Kbm App)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang