Bab 07. Sosok Hitam

7 1 0
                                    

Langit sudah tampak begitu gelap, terdengar suara gemuruh saling bersahutan di atas sana. Sepoi-sepoi angin berhembus begitu kencang mengguncangkan pohon sekitar. Tak lama kemudian, gemercik hujan sudah turun membasahi jalanan.

Nandira dan Aris yang sedang dalam perjalanan pulang pun terjebak di bawah derasnya air hujan, karena tidak membawa jas hingga tubuh keduanya sudah basah.

Aris menepikan motor miliknya di salah satu  gubuk tua, yang dijadikan tempat untuk berteduh. Gubuk yang terbuat dari anyaman bambu dan hanya ada lampu jalanan yang menerangi halaman. Dan sepertinya tidak ada penghuninya. Jarak Hotel dan rumah memang lumayan jauh, harus melewati perkebunan yang panjang dan luas.

Nandira menepis cipratan air di tubuhnya, sambil berdiri di samping Aris. Baju keduanya basah kuyup, setelah diguyur hujan begitu lebat membasahi.

"Tunggu aja sampai hujannya reda, kayaknya bakalan lama," ujar Aris, sambil menyedekapkan tangan di dada.

Hanya deheman saja yang Nandira balas. Wanita itu banyak diam, masih takut pada kejadian di Hotel tadi.

"Nan, dingin, ya?" tanya Aris.

Mulai merasa khawatir karena gadis itu hanya diam saja dengan pikiran kosong, memandangi rintikan air hujan yang mengalir di atap terbuat dari anyaman jerami.

"Apa aku harus pesugihan aja kali, ya? Supaya cepet kaya," celetuk Nandira dengan gamblangnya.

Hal itu membuat Aris jadi tersedak oleh ludahnya sendiri.

"Ya gak gitu juga konsepnya, Nandira. Gila lo," Aris bersungut-sungut. Sembari menyentil kening Nandira.

Mendapatkan sentilan di keningnya, Nandira meringis sambil memberenggut kesal. "KDRP lo, Ris! Sakit tahu."

Alis tebal milik Aris saling bertaut, tidak mengerti. "KDRP apaan?" tanyanya.

"Kekerasan dalam ruang persahabatan."

Mata hitam legam milik Aris nyaris keluar, mendengar perkataan Nandira yang tidak masuk akal. Selain sasambar, sahabatnya ini memang agak-agak lain.

"Agak lain kamu. Jangan aneh-aneh deh. Masih ada cara halal buat cari uang, nggak harus pakai acara pesugihan atau apalah itu."

Mengingat keluarganya selalu terkendala dalam faktor ekonomi, Nandir benar-benar frustasi. Demi mencari uang untuk sesuap nasi, dia harus rela melewati gangguan mistis seperti ini.

Dia pikir, gangguan itu tak akan berlanjut. Namun nyatanya, makin menjadi-jadi.

"Tahu nyari nafkah sesusah ini, lebih baik gue kawin ajalah. Biar ada yang nafkahin. Supaya nggak perlu takut-takut ngalamin kejadian mistis," gerutu Nandira, benar-benar merasa pusing dan lelah.

Perkataan yang Nandira lontar, Aris menatapnya secara spontan. Dia tersenyum tipis. Mungkin itu hanya guyonan, tapi bagaimana jika itu benar? Jika memang iya, kenapa Aris sesenang ini?

Belum tentu Nandira mau, menerima perasaannya yang tumbuh seiring berjalannya waktu. Apalagi mereka sudah dewasa, menurutnya tidak ada pertemanan dua orang beda jenis tanpa melibatkan rasa.

Seperti yang dirasakan olehnya, ternyata Aris menyukai Nandira sejak lama.

"Terus pagi ngapain tuh nolak Juragan Beben pas mau nikahin kamu? Katanya mau nikah, dia orang kaya tuh," kekeh Aris. Mendapatkan geplakan keras di lengannya karena perbuatan siapa lagi jika bukan Nandira.

"Ogah banget nikah sama tua bangka kayak dia, lebih baik jomblo sampai masa encok," kesal Nandira.

"Awas lho, ucapan adalah doa. Kalau aku jadi kamu ya, Nan. Aku mau aja dinikahi, supaya bisa morotin hartanya. Terus tinggalin kalo udah miskin."

Teror Arwah Perempuan Penunggu Hotel (Pindah Ke Kbm App)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang