CHAPTER 1

1.1K 165 5
                                    

Dava kembali mengingat moment di mana dirinya harus menjalankan takdir yang terpaksa harus ia jalani.

Ia berfikir, sampai kapan ia harus melakukan hal ini? Ia sudah lelah harus memenuhi semua kehendak dari sistem yang menyeretnya ke sini.

"Katakan! Apa misiku kali ini?" Tanyanya datar, ia sudah tidak ada niatan untuk berbasa-basi seperti sebelumnya, tenaganya sudah habis terkuras di setiap kehidupan yang harus ia jalani. Di tambah, banyaknya keluarga yang harus ia tinggalkan setelah misi yang ia jalani usai.

Terkadang, rasa sakit meninggalkan keluarga di kehidupan sebelumnya masih membekas sampai terbawa di kehidupan baru yang ia jalani.

"Quest: berperan sebagai anak bungsu dari Duke Darius juvenal avram, dan mencegah kehancuran dunia dengan mengorbankan diri sebagai pelindung kekaisaran!

Pengingat: di setiap kehidupan baru, sistem tidak akan membantu.

Penalti: mendapat rasa sakit berlebih jika bertindak di luar Quest

Semoga harimu menyenangkan....."

Memulai misi dalam hitungan mundur.....

3

2

1

.
.
.
.

Dava membuka netranya perlahan, bangunan megah bergaya renaisans begitu membuatnya takjub, ini kedua kalinya ia hidup di jaman kekaisaran seperti ini, sama seperti sebelumnya, bedanya sekarang ada begitu banyak jenis kekuatan di dunia ini, seperti pengendali spirit, sihir, sword master dan kekuatan ilahi.

Dan sekarang, ia harus berperan sebagai 'NOAH JUVENAL AVRAM' putra bungsu dari 'Darius juvenal avram' yang terkena kutukan sihir hitam.

Dava kembali menerima ingatan pemilik tubuh, sama seperti sebelumnya, setiap ia berpindah di raga yang baru.

Baru beberapa menit berada di sini saja sudah membuatnya terasa sesak, ingatan yang ia terima begitu menyakitkan.

'Betapa malangnya hidup anak ini' ungkapnya dalam hati, ia berjanji akan merubah kehidupannya setelah ini.

Hidup menjadi anak seorang bangsawan tidak menjamin akan membuat hidup terasa mudah, terlebih raga yang ia tempati sekarang telah tertanam sihir hitam yang memakan umur orang yang menerimanya secara perlahan.

Ia akan mengingat kapan dan bagaimana peristiwa hancurnya dunia akan di mulai, yaitu saat ia berumur 10tahun, masih tersisa 1 tahun lagi sebelum peristiwa itu terjadi.

Suara ketukan dari luar membuyarkan lamunan panjangnya.

"Permisi tuan muda, sudah waktunya makan malam." Ucap seorang pelayan dari balik pintu.

Dava menghela nafasnya panjang, ia tidak siap jika harus bertemu dengan keluarga barunya, ia takut akan mengucapkan sumpah serapah di depan mereka.

"Baiklah." Sautnya dari balik pintu.

Pintu besar itu terbuka, menampilkan beberapa pelayan yang akan membantunya bersiap untuk menghadiri makan malam, walau pun hubungan pemilik tubuh dengan keluarga ini kurang baik, mereka masih menjalankan kebiasaan itu, dan beruntungnya, tidak ada seorang pelayan pun yang berani bersikap kurang ajar padanya, malah mereka seperti menyanyangi Noah, sang pemilik tubuh ini.

Setelah kegiatan mandi usai, kini ia tengah bersiap di depan cermin, mata Dava terkesima, ia tidak menduga akan menempati tubuh yang begitu indah, kulit dan rambut yang seputih salju, juga mata biru sedalam samudra, ia sangat menyanyangkan adanya kutukan hitam yang tertanam di tubuh ini.

Dava menatap cermin di hadapannya sembari berfikir, 'Sistem itu hanya melarangku melanggar Quest kan? Jadi tidak ada salahnya setelah ini aku membuat  keluarga ini menyanyangi Noah?!' Baiklah, sebagai tanda terimakasih pada Noah, ia bertekad akan membuat seluruh keluarga ini luluh dengannya, setidaknya ia akan membuat kenangan paling membekas sebelum ia kembali ke dunianya.

"Sudah selesai tuan muda." Ucap para pelayan.

"Terima kasih semua." Balas Dava, ia beranjak dari sana untuk menuju ruang makan.

Sesampainya di ruang makan sudah ada seluruh anggota keluarganya di sana, Dava merasa gugup saat tatapan tajam mereka menatapnya.

"Kau terlambat!" Ucap sang ayah, Darius, dengan suara bariton yang begitu rendah.

"Maafkan saya ayah!" balas Noah sembari memberi penghormatan, mereka semua yang berada di sana terkejut, pasalnya baru kali ini si bungsu berani mengeluarkan suaranya di hadapan mereka.

Dava tersenyum tipis, ini baru permulaan, setelah ini akan ia pastikan mereka semua tidak bisa hidup jauh darinya.

Ia melangkah kan kakinya menuju kursi di dekat kakak keduanya, Tyler juvenal avram. ia sudah tidak sabar ingin segera melahap makanan yang berada di hadapannya, perutnya sudah lapar.

Saat semua telah berkumpul, sang kepala keluarga mulai memerintahkan mereka untuk segera memakan makanan yang di hidangkan.

Sesekali Dava curi-curi pandang, ia baru menyadari, ternyata ciri fisiknya dan keluarganya sangat berbeda, mereka memiliki badan yang begitu tegap serta berpawakan tinggi, juga bersurai hitam, sedangkan dirinya memiliki ciri-ciri yang sangat berbeda, yang menyamakan antara mereka adalah warna mata biru samudra.

Suasana makan begitu damai, hanya terdengar dentuman sendok di sana, Dava sedikit kesusahan untuk menggunakan kedua tangannya. Pasalnya, di kehidupan sebelumnya ia adalah anak yang tidak mempunyai sepasang tangan.

Tyler yang sedari tadi menatap sang adik merasa heran, seingatnya adiknya ini sangat pandai dalam menggunakan alat makan, kenapa sekarang adiknya itu terlihat kesusahan?

"Ada apa?" Tanya Tyler pada sang adik.

"Maaf, sa saya kesulitan untuk memotong steak ini!" Cicitnya pelan.

Mereka semua menghentikan suapan mereka, dan beralih menatap Noah heran, sejak kapan si bungsu seperti ini, batin mereka bertanya-tanya.

Tyler mengambil piring sang adik, tangan Noah ingin menahan piringnya, namun kalah cepat, alhasil ia hanya mampu menelan ludah, padahal ia sudah sedari tadi menahan lapar.

Namun hal yang tak terduga terjadi, Noah pikir kakaknya akan mengambil jatah makan miliknya, ternyata tidak, kakaknya itu hanya ingin membantunya memotong daging, Tyler kembali menyodorkan piring miliknya dengan keadaan steaknya yang sudah terpotong.

"Habiskan!" Ucapnya datar lalu melanjutkan acara makannya.

"Terima kasih." Noah memekik senang, ia menyuapkan daging itu ke mulutnya, wajahnya terlihat begitu menyukai olahan daging itu.

Karena melihat Noah begitu menikmati hidangannya, mereka kembali melanjutkan acara makan malam yang tertunda.

Makanan milik Noah habis tak tersisa, rasanya perutnya terasa penuh, matanya terasa berat akibat banyaknya makanan yang ia cerna.

Pandangannya mulai mengabur, dan tenggorokannya terasa panas, ia merasakan sakit yang begitu teramat di uluh hatinya, tangan Noah meremat dadanya yang terasa sesak, ia terbatuk tanpa henti, sampai seteguk darah segar berhasil lolos dari mulut kecilnya.

Sebelum menutup mata sepenuhnya, Noah dengan samar melihat keluarganya menatapnya penuh kekhawatir ke arahnya.

Setelah itu, mata Noah menutup sempurna, tubuhnya limbung dan hampir terbentur kerasnya lantai marmer, beruntung sang kakak pertama Chaiden juvenal avram dengan sigap menahannya.

Tubuh Noah di gendong oleh Chaiden menuju kamar sang adik, sedangkan sang kakak ketiga Theo juvenal avram bergegas memanggil seorang pendeta.

Mereka mengikuti langkah si sulung menuju kamar si bungsu, Kali ini, keluarga mereka telah di buat khawatir oleh sosok yang selalu mereka abaikan.







Vote and coment juseyo......

the cursed duke's sonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang