Duke Darius tengah berada di ruangan kerjanya, telinganya sedikit terusik karena keributan yang terjadi di taman.
merasa terganggu, ia beranjak dari tempat duduknya dan melihat ke jendela, di sana ada Noah putra bungsunya, anak itu terlihat sangat senang, senyum Duke sedikit terukir, melihat betapa indahnya sosok putra bungsunya yang menyatu dengan hamparan bunga mawar putih yang ia tanam.
Namun seketika rautnya berubah menjadi suram, saat sang putra terlihat seperti menahan rasa sakit akibat tertusuk duri dari bunga tajam itu, apakah ia harus menghilangkan seluruh duri dari bunga mawar di seluruh kekaisaran? Pikiran duke seketika menjadi liar.
Saat ia melihat Noah mulai pergi dari taman mawar, Duke memutuskan untuk melanjutkan pekerjaannya yang tertunda, karena begitu banyaknya tugas membuatnya tak jarang harus berdiam diri di ruang kerjanya.
.
.
.
.Dava mengumpulkan sepuluh tangkai mawar putih, ia sudah tidak sanggup akan rasa sakit di tangannya yang tertusuk duri, berulang kali ia mendesih karena duri yang tertanam di tangannya.
"Tuan muda, biar saya saja." Ucap James, ia merasa tak tega saat menyaksikan tuan mudanya menahan sakit.
"Tidak, biar aku saja, aku ingin memberikan bunga ini pada ayah." Tolaknya.
"Dimana ayah?" Tanya Noah.
"Tuan berada di ruang kerjanya tuan muda." Jawabnya, entah apa yang akan tuan mudanya pikirkan setelah ini.
Tanpa bertanya lagi, Noah melangkahkan kakinya menuju ruang kerja sang ayah, ia sudah tidak sabar ingin segera memberikan bunga ini pada ayahnya.
Tapi sebelum itu, ia harus mengobati lukanya terlebih dahulu untuk lebih mendapatkan simpati, tidak mungkin kan ayahnya akan menolak bunga pemberiannya setelah melihat banyaknya luka yang berada di telapak tangannya.
Setelah tangannya di obati, ia kembali melanjutkan niatnya, yaitu ke ruang kerja sang ayah.
"Apa ayah di dalam?" Tanyanya pada prajurit yang berjaga di depan pintu ruangan kerja duke, Prajurit itu mengangguk.
"Bolehkah aku masuk?" Tanya Noah pelan.
Prajurit itu menyuruh Noah menunggu, kemudian ia menghampiri sang tuan untuk menyampaikan kehendak Noah.
"Maaf tuan muda, tuan duke sedang tidak ingin di ganggu." Jelas prajurit itu, sebenarnya ia juga tidak tega harus menyampaikan hal ini.
Noah terlihat kecewa, lalu kemudian tersenyum tipis.
"Baiklah, sampaikan salamku pada ayah!" Titahnya, ia kemudian beranjak dari sana, walau pun dirinya merasa sedikit kecewa, tak apa, masih ada hari esok untuk mencobanya.
Ia menyerahkan mawar itu pada pelayan, lalu kembali ke kamarnya, entah apa yang harus ia lakukan sekarang, para kakaknya tidak berada di kediaman, dan ia harus seorang diri di sini.
Ternyata tidak semudah itu untuk meluluhkan hati mereka, dan juga, ia harus mencari jenis kutukan apa yang tertanam di tubuhnya, apakah ia akan berubah menjadi monster dan menjadi penyebab hancurnya dunia ini? Tapi itu tidak mungkin, pasalnya ia yang harus melakukan pengorbanan sekarang.
.
.
.
.Emma yang mendapatkan mawar dari Noah kembali ke ruang kerja duke, ia berniat menyerahkan bunga itu.
"Salam tuan, ini mawar dari tuan muda." Ucapnya memberi hormat, ia menyerahkan mawar itu langsung di hadapan duke.
Duke menerimanya, lalu memerintahkan pelayan itu untuk segera keluar dari ruangannya.
"Awetkan mawar ini." Titahnya pada sang ajudan, jake.
"Baik tuan." Jawabnya segera menjalankan perintah dari duke, ia melakukan sihir transportasi untuk menuju menara sihir guna mengawetkan mawar putih yang diberikan oleh tuan mudanya.
Duke kembali melanjutkan pekerjaannya, namun fikirannya tidak fokus, ia hanya memikirkan wajah sang putra yang terlihat kecewa.
Andaikan bukan karena kutukan itu, mungkin ia akan melimpahkan semua kasih sayangnya pada putra bungsunya, saat melihat paras Noah, itu mengingatkannya pada mendiang sang istri, anak itu begitu mirip dengan sang istri, hanya saja warna matanya yang menurun darinya.
Dan di setiap malam, ia selalu mencari cara untuk menghilangkan kutukan itu, bahkan ia berulang kali bepergian ke berbagai tempat hanya untuk mencari orang yang bisa menyembuhkan kutukan milik sang putra dengan dalih tugas negara.
Saat sang putra mengalami muntah darah kemarin malam, jantungnya berpacu dengan keras, ia takut akan terjadi sesuatu pada sang putra, ia merutuki dirinya yang menaruh atensinya pada sang putra, andaikan ia tidak melakukannya, mungkin kemarin semuanya akan baik-baik saja.
Dava kembali merebahkan diri di ranjang kingsize miliknya, rasanya begitu nyaman saat ia tidak melakukan apa pun, ia sudah tidak ada minat untuk sekedar melakukan kegiatan, Dava sudah bosan dengan segala jenis kegiatan manusia, entah itu berpedang, berkuda bahkan liburan sekali pun, begitu banyak pekerjaan yang ia lakukan di kehidupan masa lalu membuat dirinya tidak merasakan semangat di kehidupan kali ini.
Entahlah, mungkin juga karena dirinya sudah mengetahui bahwa akan menjadi tumbal, jadi walau pun ia melakukan hal yang lain, hasil akhirnya akan tetap sama.
Saat ia melihat kedua tanganya, senyumnya perlahan menghilang, kalau boleh jujur, sebenarnya Dava merasa terganggu dengan lambang mantra yang tercetak di pergelangan tangannya, itu seperti menyadarkannya bahwa ia akan segera mati secepatnya.
Dava berdecak, sudah terkena kutukan eh malah ikut dijadikan tumbal, ia berfikir sangat keras, sebenarnya apa yang menyebabkan Noah mendapatkan kutukan?, apakah anak itu telah melakukan perbuatan yang salah? Namun di ingatan yang Dava dapat, kutukan itu telah tercetak bahkan saat Noah masih kecil.
Dan dalam ingatannya, tidak ada hari bahagia yang Noah dapatkan bersama keluarganya, oleh sebab itu, setiap waktu makan malam, Noah akan selalu bertindak berlebihan untuk mendapatkan atensi mereka, walau pun hasil akhirnya akan sama saja.
Sekarang sudah waktunya bagi Dava untuk memulai sandiwaranya kembali, di mulai dari saat ia bertemu dengan semua orang di dunia ini.
"Tuan muda, waktunya bagi anda untuk makan siang dan minum obat." Ucap James dari balik pintu.
Dava segera merubah raut wajahnya menjadi ceria, ia mempersilahkan James untuk memasuki kamarnya, ia segera menikmati makanan yang telah di siapkan tidak lupa meminum obat.
Ada satu hal yang tidak Dava ketahui tentang berpindahannya kali ini, setiap ia mengeluarkan darah dari tubuh yang ia tempati, perlahan-lahan kehidupannya di dunia ini akan semakin berkurang, tergantung banyak dan sedikitnya darah yang ia keluarkan.
Dan jika saja ia mati di dunia ini, ia selamanya tidak akan pernah bisa kembali dan akan terjebak di ruangan putih, anggap saja itu sebagai hukuman karena tidak bisa menuntaskan Quest yang di berikan padanya.
"Sudah." Ucap Noah setelah menyelesaikan kegiatannya.
"Tuan muda, apakah anda ingin jalan-jalan, sore nanti?" Tanya James, karena hari ini ia hanya melihat tuan mudanya mengurung diri di kamar.
Dava berpikir sejenak, haruskah ia mengenal lebih jauh dunia apa yang ia tempati saat ini? Ia sangat ingin mengetahui setiap sudut Mansion.
Ia kemudian mengangguk setuju, lalu selang beberapa menit, Dava memutuskan untuk tidur siang, agar sore harinya ia terasa segar.
Vote and coment juseyo.....
KAMU SEDANG MEMBACA
the cursed duke's son
De TodoKarya 4 Bukan kah sudah cukup hidup berkali-kali hanya untuk menyelesaikan misi dari sebuah sistem? Ia pikir kematiannya di kehidupan sebelumnya dapat membawa ia kembali ke dunia aslinya..... ternyata tidak!! Kenapa ia harus menjalani akhir kehidup...