BAB | 03

4.8K 482 1
                                    

Aleena mendorong pintu kamar Alexander perlahan. Ruangan itu berantakan, poster band metal tertempel di dinding, dan botol-botol minuman bersoda berserakan di lantai.

Di depan komputer, Alexander tengah sibuk mengutak-atik sesuatu.  "Alex,Sedang apa?" tanya Aleena dengan suara tenang.

Alexander tersentak kaget. Layar komputernya menampilkan forum jual beli barang online yang mencurigakan.  "Tidak ada apa-apa, Mom," jawabnya ketus.

"Benarkah? Kalau begitu, kenapa kamu terlihat gelisah?"  Aleena berjalan mendekat, matanya tertuju pada dompet kulit hitam yang tergeletak di bawah tumpukan baju kotor di keranjang.

"Itu dompetmu, bukan?" tanya Aleena sambil mengambilnya.  Alexander terdiam, raut wajahnya tegang.

Aleena meletakkan dompet tersebut di atas meja.  "Axel bilang dia tidak mencurinya," kata Aleena, menatap Alexander lekat-lekat.  "Mau jelaskan apa yang sebenarnya terjadi?"

Sekitar lima menit kemudian, Alexander akhirnya mengaku.  Dia berbohong tentang dompet yang hilang karena kesal dengan perhatian yang selalu diterima Axel.  "Axel selalu sempurna, mom. Aku lelah dibanding-bandingkan dengannya!"

Aleena mengerti kekecewaan Alexander.Dia teringat masa lalunya dimana ayahnya juga lebih menyayangi adiknya. 

"Kamu tahu," kata Aleena sambil duduk di tepi tempat tidur, "dulu Mommy juga pernah merasa seperti itu. Merasa tidak pernah cukup baik."

Aleena memutuskan untuk bercerita tentang masa lalunya. Dia menceritakan masa kecilnya yang sulit, perasaannya yang terabaikan, dan rasa iri yang pernah dia rasakan terhadap adiknya. 

Alexander mendengarkan dengan tatapan terkejut.  Ini adalah sisi lain ibunya yang belum pernah dia lihat sebelumnya.

"Tapi," lanjut Aleena, "kemudian Mommy sadar bahwa membenci adik sendiri tidak akan membuat hidup Mommy lebih baik. Justru, itu akan membuat Mommy semakin terpuruk."

Kata-kata Aleena menusuk hati Alexander. Dia mulai menyadari bahwa sikapnya selama ini hanya akan semakin menjauhkannya dari Axel. 

"Axel sebenarnya peduli padamu, Alexander," kata Aleena.  "Dia tidak ingin bertengkar denganmu."

Alexander terdiam, merenungi kata-kata ibunya. Meski enggan mengakuinya, dia rindu bisa dekat kembali dengan Axel.

"Bagaimana kalau kita bertiga pergi ke taman bermain sore nanti?" saran Aleena.  "Sebagai bentuk permintaan maafmu."

Alexander ragu-ragu, namun akhirnya dia mengangguk pelan. "Baiklah, mom."

Sementara itu, di lantai bawah, Axel tengah sibuk membersihkan dapur.  Dia cemas dengan hukuman yang akan diterimanya karena dituduh mencuri. 

Aleena tersenyum melihat inisiatif Axel.  "Kau sudah selesai membersihkannya, Axel?"

Axel mengangguk.  "Iya, mom. Maaf ya kalau tadi pagi aku terlambat."

"Tidak apa-apa," kata Aleena.  "Kau dan Alexander sudah menemukan dompetnya, kan?"

Axel mengerutkan kening.  "Dompet apa, Mom?"

Aleena tertegun.Ini semakin memperkuat kecurigaannya.  Dia mendekati Axel dan berbisik, "Axel, sebenarnya kau tahu di mana dompet itu berada, bukan?"

Axel terkejut mendengar pertanyaan Aleena. Padahal dia sudah berharap jika mommy nya melupakan perihal dompet itu, dengan ragu-ragu sejenak sebelum akhirnya Axel mengangguk pelan. 

"Ada apa ini sebenarnya, Axel?" tanya Aleena penasaran. 

Axel menceritakan bahwa dia melihat Alexander menyembunyikan dompet tersebut di kamarnya. Dia tidak ingin menuduh kakaknya, itulah kenapa dia tetap berpura-pura tidak tahu.

Aleena merasa lega. Axel ternyata jujur dan baik hati. Dia memeluk Axel dengan hangat. 

"Terima kasih sudah jujur, Axel. Mommy bangga padamu."

Pelukan itu membuat Axel terharu. Dia tidak ingat kapan terakhir kali ibunya memeluknya seperti itu.

Bersambung...

ALEENA | Being The Mother Of Two Important Characters Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang