Bab 02.

5 0 0
                                    

Kedatangan Ayah Aryan ke perusahaan miliknya bukan hanya ingin berkunjung saja, tetapi juga Ayah Aryan ingin menemui teman kerjanya dibagian Divisi keuangan. Sudah lama sekali keduanya tidak bertemu.

Sudah beberapa menit lamanya mereka mengobrol. Amirudin Kusuma, pekerja sekaligus teman Ayah Aryan selama di sini. Dibandingkan dengan pekerja lain, Ayah Aryan sangat dekat dengan Pak Amir.

"Kau terlihat sedang ada masalah Amir," ujar Ayah Aryan.

Pak Amir mengangguk. Akhir-akhir ini dia ada sedikit masalah di rumahnya, berhubung Ayah Aryan adalah teman dekatnya, Pak Amir tidak segan untuk bercerita.

"Iya, kau benar Pak Aryan. Aku sedang dihadapkan masalah ekonimi. Aku pusing karena tidak memiliki uang untuk membiayai kuliah anakku," jawab Pak Amir.

Ayah Aryan merasa iba. Selama berteman, Ayah Aryan tentu saja kenal dengan anaknya Pak Amir, yang tak lain dan tak bukan adalah Shanaya. Seorang gadis yang dulunya ia siapkan untuk Farraz, tapi putranya sudah menikah.

"Anakmu sudah lulus kuliah?"

"Ya, dia anak yang pintar, bahkan Shanaya menjadi lulusan terbaik di Universitasnya. Sebagai seorang Ayah, aku sangat bangga mempunyai anak seperti Shanaya. Aku ingin, dia melanjutkan kuliah hingga ke S2, agar dia memiliki banyak pengetahuan diusianya yang masih muda," ujar Pak Amir.

"Kenapa tidak kau nikahkan saja dengan anakku, Farraz? Kebetulan, aku sangat ingin memiliki cucu," kekeh Ayah Aryan.

Inilah sebabnya Ayah Aryan merasa takjub dengan Pak Amir dan Shanaya, jika saja Farraz belum menikah, sudah dia jodohkan mereka.

"Jangan ngada-ngada Pak Aryan, anakmu Farraz sudah menikah. Aku pun tidak mau memaksa Shanaya untuk segera menikah, soal pria, aku serahkan pada anakku saja."

"Sangat disayangkan sekali. Padahal, aku ingin mempunyai menantu seperti anak gadismu itu. Sudahlah Amir, kau tidak perlu banyak pikiran, kau bisa datang padaku jika butuh bantuan."

Pak Amir hanya mengangguk singkat, dia merasa tidak enak hati jika meminta bantuan pada Ayah Aryan karena kesulitan ekonominya. Demi sang putri, Pak Amir akan berusaha bekerja keras.

Diusia Shanaya yang sudah dewasa, ada banyak sekali dari kalangan pembisnis maupun pengusaha muda yang berniat meminang Shanaya. Hanya saja, belum ada yang pas dengan putrinya.

***

Sekembalinya Farraz dari rumah sakit, ia tidak langsung mengerjakan pekerjaan kantornya. Melainkan menjernihkan pikiran terlebih dahulu. Sebab, ia tidak akan fokus bekerja jika banyak pikiran seperti ini.

Pria itu duduk di kursi kebesarannya sambil menyandarkan punggungnya, dengan tergesa ia melepaskan jas yang melekat di tubuhnya seraya mengurut pangkal hidungnya yang terasa pusing.

Akhir-akhir ini ia memang sibuk mengurus pekerjaan setiap waktu, jadi tidak memperhatikan istrahat dan pola makan. Tetapi hal itu ia lakukan guna melupakan bayang-bayang istrinya agar ia tidak selalu teringat.

Terlebih jika di luar kota, jika sudah teringat, Farraz tidak akan segan untuk kembali ke Jakarta. Aryan—sang Ayah juga sangat kesal, lantaran Farraz tidak bisa menghadiri meeting dengan klien penting. Putra semata wayangnya itu suka abai jika sudah menyangkut Grisella.

"Permisi Pak Farraz, Pak Aryan akan masuk ke ruangan ini," ucap Radit—sekretaris Farraz di kantor.

Jika di perusahaan lain sekretaris adalah seorang wanita, tapi tidak berlaku di perusahaannya, Farraz memilih Radit sebagai sekretarisnya.  Dia juga tidak minat memperkejakan wanita, apalagi ini sekretaris.

"Persilahkan masuk, siapkan kopi untuk Ayahku," titah Farraz seadanya.

Radit mengangguk dan pamit undur diri. Sekretaris kepercayaan Farraz itu membuka pintu dan menyapa atasannya yang tampak gagah dan berwibawa di usianya yang sudah menginjak kepala lima.

Istri Kedua Tuan Farraz (Pindah Ke Goodnovel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang