0001

2 1 0
                                    

Assalamu'alaikum, hallooo

———

Slay kaget kala melihat gerbang. Apa-apaan ini! Ada razia sepatu dan kaus kaki! Waduh, bagaimana caranya agar Dia tidak tertangkap.

Slay mondar mandir, Ia kebingungan. Setelah beberapa menit, ide cemerlang muncul di otaknya. Ia tersenyum simpul. Slay memanggil salah satu orang siswi, dan Ia pun melakukan rencananya.

Baru melangkahkan kaki untuk melewati gerbang, suara Elgan mengintruksi. Langkah kaki mereka berdua pun berhenti, dengan santainya Slay menatap wajah Elgan.

Slay kaget. Lah, ini kan. Mukanya kayak pernah ngeliat gitu, tapi dimana ya?

"Lo, yang pakai hijab. Coba, kesini sebentar."

Dengan jantung yang beritme tak teratur, Slay maju melangkah, menuju Elgan.

"Lo, mau ke ruang kepala sekolah?" Elgan menatap Slay dengan tatapan dingin, tatapan yang selalu Ia berikan kala dihadapan orang-orang. "Bareng Gue, dan Lo boleh pergi." Tunjuk Elgan, kepada siswi disebelah Slay.

——
Akibat dari kejadian tadi, Slay jadi buronan para fans Elgan. Kata mereka, Slay dan Elgan itu berpacaran, makannya bisa berjalan bareng. Dan para penyuka Elgan itu tak mau, jikalau Slay berpacaran dengan Elgan. Dengan alasan, kalo Slay tidak cocok bersama Elgan.

Perbedaan benteng tinggi yang menjulang itulah yang mengakibatkan para fans Elgan tak menyukai Slay. Salah satu dari mereka ada yang ngomong gini, 'percuma pacaran, kalo nanti bakal putus karena beda keyakinan.'

Elgan hanya santai saja, Ia membiarkan para fans nya menyerang Slay. Cowok biadab, emang!

Tapi, tidak dengan Slay. Ia menyangkal tuduhan dari para fans Elgan itu. Enak aja Dia dituduh-tuduh. Ya, walaupun ucapan Slay tak digubris oleh para dedemit itu. Namun, yang terpenting Ia telah membela dirinya. Wasekkk membela gak tuhh.

Tirek yang baru masuk ke kelas langsung heboh seketika. "Slayy, Lo harus liat ini!!"

"Apaan si jangan teriak, Aku lagi pusing ini."

Birama yang notabenya es kutub pun tak kalah kepo, "bener, yang ada di grup itu?"

Slay menaikkan satu alisnya, "hah? Emang digrup ada apa?"

Slay terkejut seketika, kala melihat foto yang ditampilkan pada layar ponsel Tirek. Bagaimana bisa ada foto itu, kapan mengambilnya coba? Dan siapa dalang dibalik ini semua?

Pertanyaan demi pertanyaan yang tadinya terlintas dipikirannya, lambat laun menghilang. Ia membiarkan berita-berita hoax itu. Lagi pun, itu bukan hal yang luar biasa kan. Toh, besok pasti sudah hilang berita itu.

Slay beranjak dari duduknya, "Aku, ke depan dulu ya, Bunda nitipin bekal ke Pak Dodot."

Tirek mengangguk, lain hal dengan Birama.

"Eh, Gue ikut ya? Kayaknya Mama juga nitip ke Pak Dodot."

——

"Iya, makasih Pak."

Pak Dodot tersenyum, "sami-sami Neng."

"Pamit Pak, Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Seketika suasana jadi canggung kala melewati koridor. Slay yakin, bahwa Birama pasti memikirkan hal yang tadi.

"Ekhem...  Bi, Kamu gak usah mikirin yang tadi. Buang tuh pikiran-pikiran negatif." Slay menepuk pundak Birama, pelan. "Jangan buat diri Kamu hilang semangat, Aku tau kalo semua ini gak mudah."

Birama menunduk, "enggak bisa, psikis Gue udah keganggu." Ia menarik napas, lalu beralih menatap Slay. "And, Lo gak perlu gini. Jaga tuh diri, Lo sekarang inceran fans Elgan."

Slay meringis, "kalo tentang fans Elegan, terserah mereka mau apa. Aku mah, b aja." Ia menarik tangan Birama perlahan, membawa gadis dengan rambut messy bun itu ke taman belakang sekolah.

"Ngapain coba kesini, mau semedi Lo?"

Slay terkekeh, "jangan ditahan kalik, gak enak atuh." Ia menatap Birama dengan tersenyum simpul, "hei, irama musik. Semua orang terkadang merasa, bahwa dirinya gak pantas dikasihani. Namun, Kamu tau gak? Kalau setidaknya bercerita dengan seseorang itu, membuat masalahmu menjadi ringan."

Birama terkekeh hambar, "apaan sih Lo. Gue enggak lagi sedih, Lo jangan kayak gini."

"Emang, yang bilang Kamu sedih siapa?"

Birama menggeleng, pelan. "Enggak ada si. Cuman, ya itu, jangan bahas kayak gini. Gue, gak suka aja, gitu."

Slay tersenyum, "siapa juga yang bilang, kalo bahas kayak gini tuh disukai. Enggak ada, kan?"

Birama sepertinya kewalahan. Ia beranjak, dan berlalu pergi. Pamitnya si, mau ke toilet. Gak tahan lagi, katanya.

——

Brumm brumm

Slay menelisik, ke arah sang pengendara motor ninja itu. Tapi Ia acuh. Dia tak mau ke PD-an kalo Dia yang akan didatangi sang pengendara motor itu.

Gadis dengan hijab segi empat itu mengedikkan bahu, tanda acuh. Ia menyender pada bangku halte, memejamkan mata. Sedari tadi, Slay telah menunggu jemputan. Ia menunggu Pak Dedeng menjemput. Lama sekali, Slay sudah disini sejak dua-setengah jam yang lalu.

Rasanya Slay ingin berjalan saja, namun Ia tak tahu dimana arah rumahnya. Ya, karena Ia terbiasa acuh terhadap sesuatu. Jadi, setiap kali Mang Dedeng mengantar atau menjemputnya, Slay acuh.

"Permisi, dek. Lo liat anak cewek yang lari lewat sini, ga?" Alno berucap, seraya menyodorkan foto anak kecil yang tengah memegang boneka.

Sepertinya, Slay pernah melihat anak cewek itu. Ah iya, Dia ingat. Kala Ia baru keluar dari gerbang, Ia sempat bertabrakan dengan anak cewek itu. Wajah anak itu terlihat pucat, dan ada luka di kepalanya. Slay tadi, mau mengobatnya. Namun, gadis kecil itu tak mau untuk diobati.

"Sebelumnya, aku mau tanya. Kamu, siapa Dia?"

Alno langsung membalas ucapan Slay, "Gue Kakaknya, Lo tadi liat Dia?"

Slay mengangguk, "iya, Dia tadi pergi kesana. Tapi, tadi ada—"

Tinnn tinnn

"Non, ayok pulang." Itu suara mang Dedeng, kenapa gak dari tadi coba Mang Dedeng menjemput?

"Duluan, ya. Dan, semoga adek Kamu segera ketemu."

___

"Slay, anter ini nak. Ke tetangga sebelah."

Slay yang sedang asik dengan ponselnya pun menjawab, "iya Bunda, bentar."

Ting nong, Ting nong

"Ada gak ya orang. Kayaknya si, gak ada orang." Slay mengedikkan bahu, "pulang ajalah." Ia membalikkan badan, melangkah menjauh dari rumah.

"Kamu, siapa?"

Slay berhenti melangkah, Ia menengok ke belakang. "Tante, yang punya rumah?"

Wanita yang seumuran dengan Bundanya itu mengangguk, "iya, Kamu ada yang perlu dibantu atau gimana? Maaf tadi saya gak ada dirumah, ini baru pulang."

Slay tersenyum, "gapapa Tan, ini Slay cuman mau nganter makanan dari Bunda. Dimakan ya, Tan."

Elsa tersenyum simpul, "nanti omongin sama Bunda Kamu, makasih makanannya.

Slay mengangguk, "iya Tan. Kalo gitu, Slay pamit pulang ya Tan. Permisi."

———

Assalamu'alaikum, gimana??? Sehat? Alhamdulillah kalo sehat

See youu, janlup jaga kesehatan.

Takdir Yang Telah Ditentukan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang