0008

3 1 0
                                    

Assalamu'alaikum, hallooo

--

"A'a masih suka keliaran? A', jangan kayak gini lagi ya?" Ucap seseorang, suaranya terdengar lembut sekali.

Al yang baru saja pulang dari sekolah langsung mengentikan langkahnya kala mendengar seseorang berbicara. Ia menengok ke sumber suara. "Kenapa, Mi? Kenapa Umi masih sering ngomong kalo Al suka keliaran? Al, bukan anak yang kayak gitu. Al tau batas, Umi."

Aisyah tersenyum simpul lalu mendekat ke arah anaknya dan mengajak Al untuk duduk di sofa, "A', Umi bukan bermaksud kayak gitu. Umi cuman mau yang terbaik. Umi juga tau, kalo A'a gak suka keliaran. A'a, lakuin itu semua, buat ngehindar dari orang-orang jahat itu, kan?" Ia mengecilkan suara kala mengucapkan kalimat terakhir.

Al mengangguk, tak lama Ia menunduk, "Umi, kenapa ya Al beda dari yang lain. Kenapa, Al enggak bisa bahagia terus-terusan? Kalo waktu bisa diulang, Al pengen balik lagi ke waktu dulu, waktu dimana semuanya belum hancur. Cuman jadi aib bagi keluarga ini, bukannya hidup Al sama aja gak ada gunanya?"

Aisyah mendengarkan setiap ucapan dari Al, Ia bisa merasakan kepedihan yang mendalam dari diri Al sekarang. Aisyah meneteskan air mata kala mengingat kembali kejadian dahulu yang pernah merenggut kebahagiaan Al.

"Saya titip Al, Syah. Saya gak mau ada kotoran dikeluarga Saya."

Aisyah merasakan rasa sakit di dadanya kala mengingat hal itu. Ia langsung saja memeluk Al, "Umi cuman mau bilang. A', yang kuat ya nak. Umi bakalan ada disampingnya A'a kok, yang terus me-support A'a. A'a jangan mikirin itu lagi, ya?" Ia menatap Al dengan tatapan sayup, "kalo orang tau, A'a itu gak kayak yang Mereka bilang, pasti A'a bakal-"

"Mau Mereka tau atau enggak, pasti Mereka tetep gak bakal percaya, Umi. Mereka malahan, bakal ngehina Al dengan banyak nama lain lagi." Ia menatap Aisyah dengan senyuman hangat. "Al keren-kan, Umi? Punya banyak Nama indah, yang selalu hadir membawa duka dan luka."

Aisyah tersenyum simpul, walaupun didalam lubuk hatinya merasakan sakit kala melihat anaknya seperti ini. Namun Ia harus tetap bisa tersenyum upaya untuk men-support anaknya itu. "A', jatuh, bangkit, berjuang lagi. Harus kayak gitu, ya? Umi mau Kamu bisa melewati ini semua.

"Kalo Al jatuh, terus gak bisa bangkit lagi, gimana Umi?" Tanya Al

"A'a tenang aja, Umi bakalan selalu ada disebelah A'a. Jadi kalau A'a jatuh, Umi yang pertama bantu A'a buat berdiri lagi." Jelas Aisyah.

Al tersenyum, "makasih ya Umi, udah mau support Al, padahal Al bukan anak kandung Umi. Tapi, Al ngerasa Umi adalah Ibu terbaik yang ada di dunia ini."

--

Kini, Elgan tengah mencuci motor kesayangannya ditemani dengan Elgwen. Mereka sudah mulai mencuci motor sejak tiga menit yang lalu. Elgwen berdiri lalu perlahan mendekati Kakaknya itu. Ia duduk tepat di sebelah ang Kakak dengan sekali-kali tangannya mengelap-ngelap motor.

"Kak, kenapa gak pacaran sama Mbak Slay? Kan, Mbak Slay baik." Tanyanya polos

Elgan menatap Elgwen dengan malas, "Iwen kenapa bahas-bahas ginian? Iwen masih kecil, gak boleh bahas kayak gini."

Elgwen tersenyum, "Iwen kan cuman mau tau aja. Soalnya, Kakaknya temen Iwen udah pada punya pacar, Kak. Jadi, Iwen maunya Kakak sama Mbak juga ikutan pacaran."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 03 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Takdir Yang Telah Ditentukan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang