1. Abang Harsa

1.1K 77 0
                                    

Happy reading all~!


Bunga matahari yang jumlahnya sangat banyak ditepian taman bergoyang ketika tertiup angin sore ini. Suasana yang hangat, namun sejuk berhasil membuat seorang Harsa Arubumi Putra Nawasena duduk di kursi panjang taman.

Dirinya asik memejamkan mata, menikmati sore yang indah ini. Namun pendengarannya merekam kejadian tadi yang baru saja ia alami. Karena itu kedua telinganya terus memutarkan rekaman itu berkali-kali.

Kamu bisa nggak sih? Ini nilai kamu turun, Harsa!

Turun!

Mau sampai kapan? Hah?! Belajar itu yang bener! Jangan malu maluin!

Dapat 98 aja bangga, lihat itu anak temen ayah, dapat seratus aja masih tetep belajar giat.. gak kaya kamu! Kerjaannya main terus!

Ayah tanya, KAMU MAU JADI APA DILUAR SANA HARSA?!!

Seketika, Harsa membuka matanya. Napasnya tersengal-sengal seperti orang sehabis tenggelam dalam kolam renang sedalam 10 meter.

"Ayah.. Harsa takut.. Harsa udah berusaha semampu Harsa, maaf.." Lelaki itu menangis sendirian dalam keheningan sore ini. Kedua tangannya sibuk menghapus air mata yang terus berjatuhan, tangis sesegukan sore itu mampu membuat dirinya susah bernapas.

Tak lama, adzan Maghrib berkumandang. Harsa menghentikan tangisnya hingga adzan selesai.

"Pulang, kata ayah nggak boleh keluyuran malam-malam.. nanti Buna khawatir juga sama Harsa,"

"Kamu juga gak boleh nambah jadi beban pikiran orang lain, Harsa.." lanjutnya seraya bergegas bangkit dari duduknya.

Satu hal yang Harsa tidak mengerti. Kenapa ayah selalu menuntutnya untuk menjadi sempurna? Dirinya bukanlah anak pertama seperti Kakak Malva atau bungsu seperti Jia. Lalu mengapa?

Arti nama Harsa adalah kebahagiaan, mungkin memang benar, Harsa adalah happy virus bagi semua. Namun bagi dirinya sendiri? Harsa tidak tahu.. pembawa kebahagiaan kah, atau malah pembawa sial.

Motor miliknya membelah jalanan kosong, rambut hitam legam itu bergoyang saat diterpa angin sore. Harsa suka.. ini menenangkan..

Tidak terasa waktu berjalan cukup lama, Harsa sudah berada di depan rumah sederhana namun nyaman baginya.

Di depan gerbang, sudah ada Kak Raka yang berkacak pinggang. Ah, pasti dirinya akan kena ceramah!

"Assalamualaikum,"

"Waalaikumsalam, Abang kemana aja coba?" Raka menjawab salam Harsa dan dilanjut sebuah pertanyaan.

Yang ditanya pun hanya meringis seraya mengangkat dua jarinya.

"Heheheh, Kakak.. ini Abang nggak ditawari buka dulu gituh? Kasian loh.. udah puasa seharian," Harsa mencoba mengelak. Terlihat, Raka memijat pangkal hidungnya pusing.

"Hah.. yaudah buruan! Kakak tunggu habis tarawih di Kamar Kakak," Raka langsung pergi melewati Harsa begitu saja.

Harsa memejamkan matanya lega, "Kakak hari ini galak banget, pantesan si Leo nelpon tadi sambil nangis-nangis.."


¸.·✩·.¸¸.·¯⍣✩ Ⓗⓐⓡⓢⓐ ✩⍣¯·.¸¸.·✩·.¸

"WOY JIA! sarung abang itu!!" Teriakan menggelegar Nana mampu membuat si bungsu berhenti berlari.

"Jia juga mau pake, sarungnya bagus," Jia mengatakan itu dengan tampang polosnya. Saat ini, di tangannya sudah ada tiga sarung dan satu sarung lagi yang ia kenakan.

7 Jagoan Kesayangan BunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang