4. hukuman untuk Nana

715 50 0
                                    

Happy reading all~!

Motor matic miliknya berhasil parkir dengan sempurna di halaman sekolah luas nan besar tempat Jia menuntut ilmunya. Sesekali dirinya bersenandung untuk memperbaiki mood buruk yang sudah ayahnya buat.

Nana berjalan menuju salah satu kursi yang kosong. Kursi itu biasanya dipakai untuk orang tua atau wali yang menjemput salah siswa disana.

Pukul 3 sore. Yang berarti, 15 menit lagi Jia akan keluar dari kelasnya. Nana mengeluarkan ponsel miliknya dan bermain apapun itu agar tidak bosan.

Tanpa Nana sadari, banyak pasang mata yang menatapnya kagum oleh paras yang dimilikinya. Tampan namun cantik.
Entahlah, Nana juga tidak mengerti.

15 menit sudah waktu berlalu, para siswa mulai berhamburan keluar dari kelas masing-masing. Nana memasukkan ponselnya dan bergerak mencari si bungsu.

Grep!

Nana sedikit terkejut tentang orang yang memeluknya dibelakang. Lalu dia netralkan kembali tatapannya.
"Kamu apaan sih? Main peluk aja, nggak sopan!"

"Abang mah, Aira udah dikasih tau ayah.. katanya Abang yang jemput Aira ya?" Tutur Aira polos.

Nana menggeleng tak setuju.
"Enggak tuh, aku disini mau jemput Jia, bukan kamu."

Tiba-tiba Jia datang dengan sepatu yang ia pegang. Sepertinya anak itu bermain di kolam belakang sekolah lagi.

"Bang!" Panggil Jia spontan.

Binar matanya meredup melihat siapa yang bersama abangnya. Itu Aira, musuh sekaligus adik Jia. Adik tiri lebih tepatnya.

"Ngapain disini?" Tanyanya yang terkesan tidak peduli. Aira menjawab dengan senyuman lebar.

"Hehehe, kata ayah aku dijemput sama abang, kamu naik bis kan?"

Jia membulatkan matanya, BIS? IA PULANG DENGAN BIS?? Bagaimana bisa.. ini adalah hari terburuk yang ia lewati.

Walau ini bukan pertama kali, namun Jia akan tetap takut hal ini akan terjadi. Sekitar satu bulan yang lalu, Abang juga diminta untuk menjemput Aira sepulang sekolah. Jia pasrah, dirinya menaiki Bis yang berada di depan sekolah, karena itu.. traumanya kambuh. Pulang-pulang Jia sudah dibanjiri oleh keringat dingin dan berteriak seperti orang gila saat Kak Raka datang menjemputnya di halte.

Jia punya trauma dengan bis. Ia tidak mau menginjakkan kaki barang sedikitpun di kendaraan umum itu.

Mari kita kembali di masa lalu.

Hujan deras dengan badai mengguyur kota tempat Nawasena bersaudara tinggal. Seorang lelaki duduk di halte bis dengan pakaian yang basah kuyup, sepatu nya ia bawa dan tas ransel berwarna cream yang ia gendong basah semua.

Itu Jia.

Hari ini ia pulang sedikit terlambat karena harus mengikuti kelas tambahan, dirinya benar-benar tidak paham mengapa bang Nana meninggalkannya 30 menit sebelum ia keluar dari kelas.
Berakhir dengan ia akan menaiki bis hari ini.

Bis yang menuju ke arah rumahnya sekitar 20 menit lagi akan datang--yang berarti Jia masih mempunyai waktu untuk menghangatkan diri.

Jia mengambil penghangat dari tasnya. Lalu penghangat itu diletakkan di kedua tangannya. Hangat.. Jia suka.

Waktu terus berlalu, bis yang akan ia tumpangi sudah datang. Jia segera menaikinya sebelum bis itu akan pergi meninggalkannya.

Sesekali Jia menghadap ke jendela, melihat kaca buram yang menampilkan para pengendara yang asik meneduh dipinggir jalan. Jia menebaknya, pasti mereka tidak membawa jas hujan.

7 Jagoan Kesayangan BunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang