9. Fitnah Kejam

92 9 5
                                    

Happy Reading

*****

Mereka semua mencibir pertanyaan-pertanyaan yang keluar dari bibir Ayumi.

"Nggak perlu sok polos gitu, Yum. Jelas-jelas di foto itu tangan kalian menyatu. Bukti apalagi yang akan kamu sangkal?" ucap lainnya.

Banyak karyawan lain yang akhirnya bergabung karena suara keras yang terlontar dari Ayumi tadi.

"Aku kira kamu gadis yang baik, ternyata sama saja seperti gadis-gadis jaman now. Rela menggadaikan mahkota paling berharga demi pundi-pundi rupiah."

"Untuk apa menutup semua aurat jika menjadi duri pernikahan orang lain."

"Kayak nggak ada laki-laki lain saja. Apa kamu nggak tahu siapa istri pak Yovie?"

"Kamu mencari makan di tempat yang dia dirikan, tapi kamu juga yang merusak rumah tangga beliau. Tidak tahu diuntung."

Suara-suara negatif yang memojokkan Ayumi makin bergaung. Gadis itu tidak diberi kesempatan sama sekali untuk membela diri.

Di saat bersamaan, lelaki yang sudah mmutuskan hubungan sepihak dengannya juga ikut bergabung. Prima berdiri tepat di hadapan Ayumi. "Tidak salah aku memutuskan hubungan denganmu. Ternyata, kamu gadis berbisa. Sok alim ketika bersamaku, tapi begitu liar dengan lelaki berduit. Untung aku menuruti kemauan Ibu, putus denganmu."

Tak tahan lagi dengan segala perkataan buruk yang diucapkan sang mantan, Ayumi menampar Prima sekuat tenga. Bukan cuma sekali, tetapi kedua pipi lelaki itu mendapat jatah kemarahan si gadis. Semua mata kini menatap Ayumi tanpa kedip. Beberapa bahkan sampai membuka mulut saking terkejutnya.

"Aku salah menilaimu," ucap si gadis, "terima kasih sudah memberikan begitu banyak pengalaman menyakitkan. Sepertinya, kamu perlu bercermin supaya menyadari kelakuan busukmu. Jangan dikira aku tidak mengetahui pengkhianatan itu. Cewek yang kamu jadikan tunangan itu sudah memiliki calon suami, tapi karena kamu telah menidurinya terlebih dahulu, jadi terpaksa kalian melakukan pertunangan. Apa aku benar?"

Semua orang kembali berbisik-bisik, Ayumi tak peduli lagi. Berbalik arah hendak pergi, suara seorang perempuan menginterupsi langkah si gadis.

"Oh, ternyata seperti ini bentukan mainan baru Yovie." Suara perempuan itu menggelegar.

Kening Ayumi berkerut dengan mata menyipit, bertanya dalam hati. Siapa wanita berambut panjang, lurus itu? Dia seperti tidak asing. Namun, otaknya tengah lemah, lambat mengirim sinyal bahaya dari wanita dengan suara menggelegar itu.

Semua karyawan yang menyindir Ayumi tadi, bergeser. Prima bahkan membungkuk dan tersenyum penuh kemenangan.

"Mampus kamu, Yum," ucap Prima lirih, tetapi masih mampu didengar Ayumi.

Kini, bukan hanya Prima yang membungkuk, karyawan lain pun melakukan hal sama. Menggeser tubuh untuk memberi jalan, wanita itu mendekat pada si gadis. Tatapannya tajam menguliti tubuh di depannya. Tidak ada yang terlewat, dari ujung kaki hingga ujung rambut semua ditatap sedemikian rupa.

Ayumi masih berpikir, di mana pernah bertemu perempuan itu. Namun, lagi-lagi otaknya membeku. Sama sekali tidak mengingat siapa wanita di depannya kini.

"Jadi, kamu mainan baru Yovie?" ucap perempuan itu sekali lagi. Sinis bahkan seperti akan menelan Ayumi hidup-hidup.

"Mainan apa maksud Ibu? Maaf, saya tidak mengenal Anda. Tolong jaga kata-kata yang Anda keluarkan. Saya bukan barang yang bisa dijadikan mainan. Tolong jangan memperkeruh keadaan." Kalimat yang dikeluarkan Ayumi cukup tertata walau perasaannya kini bercampur aduk.

Tertawa meremehkan, perempuan itu kembali berkata. "Kalau bukan mainan, kenapa masih dekat-dekat dengan lelaki yang berstatus suami. Senang bisa tidur dengan suamiku di hotel kelas teri seperti yang kamu tinggali selama tiga hari ini? Berapa uang yang telah kamu kuras dari kantong Yovie? Memalukan!"

Perempuan itu mengitari tubuh Ayumi, sedikit mendorong tubuh si gadis yang terdiam mematung. "Apa sudah tidak ada lelaki lain di dunia ini hingga kamu tidur dengan atasanmu sendiri? Di mana harga dirimu sebagai perempuan yang berpakaian seperti ini." Menarik ujung jilbab pashmina yang dikenakan Ayumi.

Tetap diam walau hatinya begitu sakit mendengar semua hinaan itu. Semua karyawan yang ada di sana memang tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Akan tetapi, tatapan mereka begitu jijik melihat Ayumi.

"Jangan mengambil pintas dengan memberikan tubuhmu pada lelaki yang sudah menikah," ucap perempuan itu sekali lagi.

Rasanya, gadis berjilbab itu tak lagi memiliki tulang untuk tetap bisa berdiri melawan semua fitnah itu. Kini, memorinya mulai menampilkan siapa sosok perempuan yang sejak tadi menghinanya.  Perempuan itu adalah istri sang atasan. Namanya, sering kali didengar oleh Ayumi dengan segala embel-embel sombong dan pemarah. Namun, tak sekalipun Ayumi pernah berjumpa dengannya.

Kini, dalam situasi yang tidak mengenakkan dan si gadis tengah difitnah. Ayumi harus bertemu istri atasannya.

"Maaf, saya tidak seperti yang anda sangkakan. Sebaiknya, Ibu bertabayun dulu dengan Pak Yovie sebelum berkata buruk seperti tadi." Pergi meninggalkan perempuan itu. Namun, langkah Ayumi kembali terhenti ketika mendengar hinaan yang lebih menyakitkan.

"Kamu tidak sebanding denganku. Lihat saja penampilan dan wajahmu. Sangat jauh di bawahku," ucap si ibu bos. Mendekatkan wajahnya pada telinga Ayumi, si istri Yovie berbisik. "Jangan pernah berharap kamu akan mendapatkan anak dari Yovie. Walau dia begitu garang di ranjang, tapi mainan Yovie bukan cuma kamu seorang. Jangan tertipu wajah tampan dan perlakuan manisnya. Seberapa sering kalian melakukan adegan ranjang, dia tidak akan pernah mencintai dan menikahimu."

Tak tahan lagi mendengar semua tuduhan hina, Ayumi menampar pipi Inara, istri dari atasannya sendiri sekaligus putri dari salah satu pemilik saham perusahaan.

Indera Inara membola, wajahnya memerah. Ada banyak karyawan yang melihat perlawanan Ayumi. "Kamu berani melawanku? Sudah bosan hidup rupanya," kata si bos keras, membentak.

Semua karyawan menatap Ayumi tak percaya. Begitu berani gadis itu menampar atasannya sendiri. Padahal, menurut mereka, gadis itulah yang bersalah.

"Maaf," cicit Ayumi.

Setelahnya, gadis itu berlari meninggalkan kerumunan yang sejak tadi menghakiminya. Berlari sekeras yang dia bisa ke arah divisinya. Namun, langkahnya kembali terhenti ketika suara-suara sumbang tentang hubungannya dengan Yovie.

"Bisakah kalian tidak membicarakan dan bergosip tentangku? Kalian tidak tahu hal yang sebenarnya terjadi. Jangan mengambil kesimpulan, hanya karena melihat foto tanganku dan Pak Yovie," protes Ayumi. Cukup sudah semua hinaan dan cemoohan semua rekan-rekan kerjanya.

"Lalu, kesimpulan dan kebenaran seperti apa yang ingin kamu katakan pada kami? Foto itu diambil oleh orang yang cukup terpercaya. Dia bahkan ada di tempat kejadian saat kamu dan Pak Yovie keluar dari kamar sama di hotel itu. Masih mau mengelak jika kamu tidak memiliki hubungan apa pun," ucap teman satu divisi Ayumi.

"Memalukan divisi kita saja. Nama divisi tercoreng karena ulahmu. Pantas saja setiap kali ada proyek atau revisi laporan, Pak Yovie akan memintamu secara pribadi untuk mengerjakannya. Ternyata alasannya ini, kalian sudah memiliki hubungan khusus," timpal yang lain.

"Cukup!" teriak Ayumi. Gadis itupun berlari meninggalkan divisinya.

*****

Banyuwangi, 13 April 2024

 (Bukan) Istri Kedua Sahabat AyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang