Chapter 01; awal keberangkatan.

338 33 2
                                    


INEFFABLE
HIGH & LOW FANFICTION
.

.

.

'

Namanya, Sabiru. Hanya Sabiru tanpa nama tambahan. Sebenarnya, di kartu keluarga terisi dengan nama lain. Sabiru Atmajaya. Hanya saja, setelah sebuah insiden dan masuknya Sabiru ke jenjang SMA. Nama belakangnya di hapus oleh orang itu, kendatipun nama belakangnya memang bukan hak miliknya.

Nama panggilannya adalah Biru. Ia sama seperti remaja perempuan kebanyakan. Menyukai buku, musik, hal-hal berbau seni, dan makanan manis. Sosoknya berambut panjang sepunggung, berparas cantik, dengan senyumannya yang manis. Tujuan hidupnya hanya satu; lakukan atau mati—kendatipun hidupnya bak seolah cangkang kosong yang meminta untuk diutuhkan.

*

Semilir angin dingin berhembus—menerpa kulitnya yang tak terbalut jaket. Sontak hal itu membuat tubuhnya sedikit menggigil. Cuaca hari ini terasa berbeda dari hari biasa. Awan kelabu pekat bergerak secara bersamaan, tak terlalu terlihat dari bawah sini; tetapi Sabiru yakin mereka menyebar dengan cepat ke sekitarnya.

Gadis itu kemudian melangkahkan kakinya dengan cepat, agar segera menapakkan kaki di lorong jalan sekolahnya. Mengantisipasi tetesan hujan yang bisa turun entah kapan, supaya tubuhnya tak kebasahan dan dia di derita drama sakit.

Tujuannya sekarang adalah pergi ke kelas dan mengikuti pembelajaran di hari terakhir dia sekolah disini. Sabiru mulai melamunkan banyak hal, ketika dia menyadari bahwa waktu yang ia lewatkan di sekolah negri itu sudah hampir usai—bahkan sebelum waktunya. Terlalu banyak kenangan yang ia dan teman-temannya jalin, meskipun Sabiru hanya memiliki hubungan dengan segelintir orang saja.

Ah, ya, ngomong-ngomong, Sabiru baru selesai menghadapkan diri di ruang guru; untuk mengurus surat kepindahannya yang mendadak itu. Map di tangannya menjadi saksi bahwa gadis itu akan pindah dari SMA Negeri kepunyaan salah satu kota di Indonesia itu ke sekolah antah-berantah yang di daftarkan oleh pamannya.

Semuanya bermula sejak umurnya 10 tahun—naasnya, gadis itu tak begitu ingat. Ia di rawat oleh seorang pria yang mengaku sebagai seseorang yang di percayai oleh ayahnya. Ah, bahkan ia belum pernah bertemu dengan Ayahnya, dan Ibunya telah meninggal sudah lama sekali, sedari Sabiru bayi-begitu katanya.

Orang itu adalah Abraham, yang kini ia panggil Paman Abra. Jujur saja, selama hidup 6 tahun bersama Paman Abra. Tak sedikitpun kehangatan dalam keluarga dapat gadis itu rasakan. Terlebih lagi, Paman Abra memang tak memiliki hubungan darah dengannya. Mereka hidup bak orang asing yang tinggal di bawah atap yang sama. Perlakuan Paman Abra terhadapnya begitu dingin, dan tegas. Apalagi saat Sabiru mengetahui bahwa Paman Abra pernah menjadi salah satu anggota militer—entah dimana—haruskah Sabiru mulai mewajarkan segala hal?

Tentu saja tak semuanya berlangsung buruk. Karena sikap yang tegas itu, tanpa sadar Sabiru terdidik mandiri dan tidak lemah. Gadis itu selalu di push untuk fokus belajar, entah itu dalam akademik maupun non akademik. Jika dalam non akademik, Paman Abra akan sangat tegas ketika ia mengajari Sabiru ilmu bela diri. Entah itu, Taekwondo, silat, maupun Muay Thai. Selain latihan mandiri, Sabiru juga di daftarkan di tempatnya masing-masing; semacam les. Berhubung tidak ada tempat yang dipercaya oleh Paman Abra dalam melatih Muay Thai, maka dari itu, dia sendiri yang melatih Sabiru tanpa ampun. Sabiru bahkan pernah merasakan seluruh tubuhnya biru-biru sampai seseorang mengiranya sebagai korban kekerasan. Namun, tentu saja itu tak sepenuhnya benar. Karna hal itu juga, Sabiru cukup merasa daya tahan tubuhnya cukup dan kebal terhadap serangan (maksimal serangan yang di berikan pamannya, kalau ada yang lebih kuat, ya, tetap sakit).

INEFFABLE ; High & LowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang