Bab 8

2 1 0
                                    

Sehabis Rio latihan basket, cowok itu mengajak Calista makan bakso, tempatnya tidak begitu jauh dari sekolah. Mereka sudah langganan bakso disana dari masuk SMA.

" bang, bakso dua. Pedes seperti biasa, " kata Calista sedikit berteriak. Si abang tukang bakso mengacungkan jempol, sudah hafal dengan kebiasaan gadis itu.

"Yo, kamu dulu deket kan sama abraham?," tanya Calista setelah mereka duduk.

"Ya, pernah sih. Cuma kan gak dekat amat, Cal."

" dia itu gimana sih orangnya? "Tanya Calista sambil memperhatikan sekelilingnya yang masih belum terlalu ramai.

" gimana apanya? Lagian kamu kenapa nanyain dia?" Rio balik bertanya

" kamu gak penasaran kenapa dia meninggal? " Calista mengecilkan suaranya hampir berbisik.

"Penasaran kenapa, Cal?" Rio memfokuskan tatapannya pada gadis yang tepat duduk disampingnya itu,

"Yaa.. "

" Ada alasan disetiap kematian, Cal. Kita yang hidup juga punya alasan, kalau Abraham milih bunuh diri itu artinya dia udah gak ada alasan lagi buat hidup. Lalu kenapa kita harus penasaran kenapa dia meninggal? Bukankah jawabannya sudah? Ya, karena dia udah gak punya alasan buat hidup karena itu dia memilih mengakhiri hidupnya, " jelas Rio panjang lebar

"Maksudnya? " Calista mengerutkan dahinya tidak paham dengan penjelasan belibet dari Rio.

"Begini, ibaratnya gini,  kamu makan karena kamu laper? Iya kan? "

Calista mengangguk.

"Kamu bertahan hidup karena kamu pengin hidup kan? Karena masih ada, setidaknya satu alasan buat kamu bertahan, "Rio menarik nafas dan melanjutkan " namun, ketika alasan itu udah gak ada, alasan buat terus bertahan udah gak ada. Meskipun belum waktunya, tapi kamu memilih mengakhiri hidup. Karena kamu gak ada lagi sebuah harapan, sebuah alasan untuk hidup. "

Calista terdiam, tercenung mendengar penjelasan dari Rio yang seakan menyiram akal sehatnya. Bagaimana kalau Abraham memang memilih bunuh diri karena dia sudah tidak punya alasan untuk hidup? Tapi...

Calista kembali dilanda keraguan. bukankah kecintaan cowok itu terhadap musik bisa menjadi alasan dia buat terus hidup? Untuk terus mengejar mimpinya?

"Hei, cal, " panggil Rio

"Eh, iya? " lamunan Calista buyar.

"Malah ngelamun. Tuh baksonya udah dateng. Makan gih! Keburu dingin, "

Calista mengangguk dan mulai memakan baksonya.

" Abraham biasa-biasa aja sih, orangnya gak pendiam juga meskipun lebih sering di perpus sama ruang musik. Di akademik dia juga cukup pintar, " kata Rio disela ia makan bakso.

" kamu kapan terakhir barengan sama dia? "

" seminggu lalu sih. Tepatnya, tiga hari sebelum dia meninggal. Kita main futsal bareng dilapangan dekat rumahku"jelas Rio

" ada yang aneh gak dari sikap dia? "

"Enggak ada. Aku juga gak nyangka dia bakal bunuh diri sih, tapi yaudah lah kan itu memang pilihan dia"

" kamu terlihat seperti teman yang tidak peduli, " cibir Calista.

" lah terus aku harus ngapain? " tanya Rio bingung.

"Gimana kalau sebenarnya Abraham tidak bunuh diri tapi dibunuh?" Ujar Calista menatap Rio

"Kenapa dia harus dibunuh?"

"Itu yang bikin aku penasaran. Coba deh kamu ingat ada gak sikap dia yang beda banget dari biasanya? " Calista mengelap sudut bibirnya dengan tisu kemudian menandaskan segelas air setelah menghabiskan semangkok bakso.

Rio mendorong mangkok kosong kedepan " gak ada. Kecuali dia yang lebih bersemangat dari biasanya. Kata dia mau ikut lomba musik, tapi aku lupa lomba musik apa."

"Lomba musik? "

Rio mengangguk " ah, iya, sore itu dia juga bawa formulirnya. Kalau aku lihat dari formulirnya sepertinya lomba musik nya cukup bergengsi, "

Calista lagi-lagi terdiam. Ia teringat dengan artikel yang ia baca di HP Leo. Febrian menghilang setelah lomba musik.

"Yaudah, yok pulang! Udah maghrib nih" ajak Rio.

Calista mengangguk. Calista pulang ke kos dengan diantar Rio.

Di perjalanan Calista masih memikirkan pasti ada hubungannya antara kematian Abraham dengan menghilangnya Febrian lima tahun lalu.

Jika kasusnya sudah dimulai sejak lima tahun lalu bahkan mungkin jauh sebelum itu, Calista yakin bahwa kematian Abraham tidak sesederhana itu.

"Woiii, ngelamun lagi. Udah sampe! " kata Rio sedikit berteriak.

"Ah, ya" Calista turun dari motor Rio. Setelah mengucapkan terimakasih, Calista pun masuk kedalam kos.

"Dari mana aja cal?" tanya Sandra yang sedang duduk di teras depan sama Gita.

"Nonton anak futsal latihan" jawab Calista sambil berlalu.

"Diajak Rio, cieee" sorak Gita.

"Bacot!! " teriak Calista sebelum menutup pintu kamarnya.

Setelah meletakan tas, tanpa berganti pakaian ia langsung merebahkan tubuhnya diatas ranjang.

Karena kelelahan Calista pun tertidur lelap.

Drttt.... Drrttt... Drttt...

Drrttt.... Drttt....drrt

Entah sudah tertidur berapa lama, Calista terbangun ketika ada telepon masuk.

Calista menjangkau ponselnya dengan mata setengah mengantuk, matanya sedikit membuka untuk melihat siapa yang mengganggu tidurnya,

LeeAnjj is calling...

"Ck, ngapain sih nelpon jam segini" decak Calista kesal, ia melirik sudut kiri atas ponselnya untuk melihat jam. Sudah menunjukan pukul sepuluh malam.

"Aku didepan kos kamu. buruan keluar!"Suara familiar dari Leo terdengar setelah Calista menekan tombol warna hijau di ponselnya.

"Ada apa sih? Udah ganggu orang tidur, gak pake salam lagi" gerutu Calista sambil mengubah posisinya menjadi duduk.

" kita ngumpul di kafe dekat rumah Sabrina. Cepat keluar. " perintah Leo.

"Iyaaa.."

Calista langsung mematikan sambungan telepon dengan wajah cemberut.

"Sialan. Kenapa aku harus terjebak dalam permainan detektif amatian mereka sih, "gerutu Calista sambil berganti pakaian dengan jeans dan hoodie.

Calista menguncir asal rambutnya. Kemudian tanpa peduli dengan tampang kusut dan wajahnya yang belum ia bersihkan sejak dari tadi pagi ia langsung saja keluar.

Ruang tamu kos sudah kosong. Itu artinya semua anak kos sudah ada dikamar masing-masing atau kalau tidak palingan lagi keluar. Calista meraih sepatu slip on warna birunya dan mengunci pintu kamarnya lalu segera keluar.

"Dekil banget. Kamu belum mandi ya?" pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut Leo saat melihat tampang kusut Calista.

" gak usah nanya. Ayo cepetan berangkat, biar cepat pulang dan aku bisa lanjut lagi tidur" ucap Calista langsung nangkring di belakang Leo.

"Lagian jadi cewek dekil banget, "

" aku ketiduran pulang sekolah. Rencana pas bangun mau mandi, eh malah di suruh keluar lagi, "

"Makanya jangan pacaran sampai malem, " cibir Leo

"Dih siapa yang pacaran?" delik Calista.

" kamu lah. Katanya tadi mau pulang, pas aku sama anak-anak yang lain mau pulang malah ngeliat kamu nonton pacar kamu latihan futsal, "ucap Leo yang entah perasaan Calista aja terdengar kesal.

" sembarang aja. Dia itu temen aku. Lagian aku bukan pacaran tapi mencari informasi yang berguna, "

"Kalian gak pacaran? " tanya Leo memastikan.

" Enggak lah. Ngapain pacaran cuma buang-buang waktu, "

Leo berdehem menanggapi. Setelah itu mereka sama sama terdiam.

***

Serial murderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang