Bab 9

1 0 0
                                    

Sesampainya di cafe tujuan mereka, Calista segera turun. Calista menatap sekelilingnya, cafe dengan desain khusus untuk remaja itu masih banyak pengunjung. Mungkin sudah menjadi kebiasaan seorang Calista putri untuk memerhatikan sekeliling tempat yang ia datangi.

Mereka segera masuk kedalam dan bergabung di meja yang telah di tempati oleh Sabrina dan yang lainnya.

"Buset. Kusut amat muka mu, Cal, " celetuk Vegan ketika Calista baru saja mendudukan bokongnya di samping cowok itu.

"Pake nanya lagi. Ini tuh salah kalian ya, aku lagi tidur malah dibangunin. Mana sempat aku mandi" ucap Calista memutar bola matanya kesal.

" Alasan. kamunya aja yang males mandi, "ujar Leo.

"Heh! " Calista mendelik pada cowok yang sekarang duduk tepat didepannya itu.

"Sudah lah. Kalian ribut mulu sih. Ada hal yang lebih penting yang harus kita bahas, " kata Aqlan menengahi.

"Kenapa gak di sekolah aja sih" Calista kembali bersuara melancarkan protesnya, ia masih tidak rela tidurnya terganggu oleh kegiatan berkumpul mendadak yang dilakukan oleh detektif amatiran tersebut. Yang sialnya lagi Calista terjebak dalam kelompok tersebut.

"Cal, kita harus cari tau siapa pembunuh Abraham secepatnya. Kita harus bergerak cepat" kata Sabrina

Viona menatap Calista sinis, menurutnya tingkah cewek itu lebih menyebalkan dari Veer. Jika Sabrina tidak memberi isyarat untuk diam sudah jelas ia akan melontarkan ucapan pedas.

Calista mengangguk acuh kemudian mengangkat tangan memanggil barista " cappuccino late satu, "

"Masih ada lagi Cal? " Aqlan menghela nafas lelah, mencoba bersabar.

Calista menggeleng, menegakkan punggungnya.

" kita sudah mulai menyelidiki sekolah, mencari tahu keseharian Abraham diluar sekolah. Tapi, sejauh ini semuanya tampak normal. Tidak ada yang mencurigakan" kata Aqlan

"Sejauh ini memang belum. Kita harus mencari tahu siapa cewek yang datang bersama ke kursus musik itu. Dari sana mungkin kita bisa mendapat petunjuk" kata Intan

"Juga mencari tahu isi laci pak Ali" sambung Vegan.

"Ah, iya, aku baru ingat" ujar Intan

"Apa? "

Mereka semua memusatkan perhatian pada Intan.

" kamu ingat sewaktu kita mau ke ruang pak Ali, Ve, kita ngeliat orang mencurigakan di sekolah "ucap intan

" aku ingat, "

"Orang mencurigakan? "

"Kalian liat wajahnya gak? "

Intan dan Vegan menggeleng.

" dia pakai pakaian serba hitam. Pakai masker sama topi... "

" dan kita hampir ketahuan karena ponsel bodohmu," potong intan setengah mengumpat, ia masih kesal jika mengingat mereka berdua harus bersembunyi didalam bak kosong yang kotor.

"Ya, maaf, "Vegan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Menurut kalian dia anak sekolah kita atau salah satu guru? " tanya Leo

"Aku yakin kalau dia itu perempuan tapi belum bisa disimpulkan entah guru atau siswa." jawab Vegan

"Dia diruang kepsek juga? "Tanya Calista

" gak yakin sih. Tapi dia turun dari lantai lima juga " jawab Intan

"Dia ngapain disekolah? " Celetuk Sabrina.

"Mencari sesuatu mungkin" Ujar Calista

"Jangan-jangan dia yang membunuh Abraham" ujar Viona

"Bisa jadi" Aqlan mengangguk setuju

"Nah, kita perlu selidiki dia juga" kata Sabrina

Mereka sama-sama terdiam ketika barista kafe mengantarkan pesanan Calista.

"Kematian Abraham jelas bukanlah awal, " Ujar Calista setelah menyesap cappuccino late nya.

" maksud mu? " Aqlan mengerutkan dahinya, semuanya menatap Calista meminta penjelasan.

Calista menyandarkan punggungnya dan melipat kedua tangannya didada"hilangnya febrian lima tahun lalu dan kematian Abraham saling terkait, ada sesuatu yang seharusnya tidak boleh diketahui yang tanpa sengaja mereka tahu atau mungkin mencoba mencari tahu"

"Jangan sembarangan deh, " Viona mendengus tak setuju. Menurutnya terlalu berlebihan mengaitkan kematian Abraham dengan hilangnya febrian.

"Terserah sih. Tadi pulang sekolah aku tanya sama Rio, dia dan Abraham cukup dekat. Rio bertemu Abraham tiga hari sebelum dia meninggal dan kalian tahu apa yang Rio bilang..."

Mereka menggeleng

Calista mendekatkan badannya ke meja kemudian berkata pelan " Abraham lebih semangat dari biasanya karena akan mengikuti seleksi musik, "

Calista kembali menarik badannya dan menjentikan jemarinya " Febrian menghilang ketika mengikuti kompetisi musik sedangkan Abraham meninggal sebelum mengikuti seleksi musik. Mereka berdua dihubungkan oleh musik, semua itu tidak mungkin kebetulan."

"Pasti ada sesuatu yang berhubungan dengan musik disekolah kita"

" masuk akal. Sekolah kita sekolah elit tapi satu satunya ekskul yang tidak menonjol hanya ekskul musik. " kata Sabrina

Mereka terdiam. Jika diingat lagi memang ekskul musik di SMA Fi tidak populer. Hanya sedikit sekali anggotanya, sekolah juga tidak berusaha mempromosikan ekskul tersebut pada siswa baru yang mengikuti masa orientasi. Bisa di bilang FI hampir memiliki keunggulan disemua ekstrakurikuler, baik akademik maupun non akademik.

Calista menatap kopi yang sudah mulai dingin, ada yang menggajal di otaknya, sebab itu ketika diskusi mereka selesai dan semua orang sudah kembali kerumah masing-masing Calista masih berdiam diri di tempat duduknya. Leonard menawarkan untuk mengantarkan pulang, namun ditolak oleh Calista.

Hujan mulai turun sehingga memaksa gadis itu untuk duduk lebih lama, ia memesan satu gelas kopi lagi. Calista hanya membawa ponsel dan satu lembar uang lima puluh ribuan yang disimpan dibelakang case hape. Setelah membayar tagihan kopi, uangnya hanya tersisa enam belas ribu, setidaknya cukup untuk ongkos pulang naik gojek.

Sudah hampir jam satu malam malam saat Calista sampai di kos, namun ada yang tak biasa saat ia masuk  kedalam kamarnya.

kamarnya lebih berantakan daripada saat ditinggalkan, ada seseorang yang masuk kedalam kamarnya. Siapa? Sandra? Sepertinya bukan, kalau sahabatnya itu yang masuk kamar Calista tidak akan berantakan. Namun karena sudah malam Calista mengabaikan, ia memilih tidur karena matanya sudah sangat berat.

***

Serial murderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang