Setelah keluar dari rumah Abraham mereka bertiga menuju tempat kursus musik yang dikatakan oleh mama Abraham.
"Ini bener kan tempatnya?" Tanya Viona memperhatikan bangunan dua tingkat di depannya.
"Sepertinya begitu. Ayo masuk!" Aqlan mendahului berjalan masuk.
Viona dan Sabrina menyusul dibelakang.
"Cari siapa?" Tanya seorang perempuan dewasa ketika mereka baru saja berdiri didepan pintu masuk.
"Kak Veer ada?" Viona tersenyum kikuk.
"Veer! Ada yang nyari nih!" Teriak si wanita, kemudian menyuruh mereka bertiga untuk masuk.
Mereka melihat seorang lelaki dewasa berjalan mendekat, dari postur tubuhnya yang tinggi dan hidung yang lebih mancung dapat di pastikan dia berdarah campuran.
"Silahkan duduk!" Pria bernama Veer itu mempersilahkan mereka untuk duduk.
Mereka bertiga duduk berhadapan dengan Veer.
"Jadi Apakah kalian di sini untuk mendaftar sebagai anggota kursus musik saya?" tanya Veer.
"Sebelumnya perkenalkan saya Aqlan. Dan ini kedua teman saya Viona dan Sabrina" Aqlan memperkenalkan diri seraya menunjuk Viona dan Sabrina.
Viona dan Sabrina tersenyum canggung. Aura cowok dewasa seperti Veer tiba-tiba saja membuat mereka sedikit gugup.
Veer menatap mereka bertiga sekilas dan mengangguk. Ia kembali bertanya " Apakah kalian ingin mendaftar kursus musik disini?"
" Bukan kak. Kami teman Abraham yang meninggal beberapa hari yang lalu, kami yakin kematiannya bukan karena bunuh diri. Jadi, kami ingin menanyakan beberapa hal terkait keseharian Abraham disini" jelas Aqlan, ia memperhatikan ekspresi tenang pria didepannya itu. Tidak ada keterkejutan sama sekali, seakan pria itu sudah bisa menebak maksud kedatangan mereka.
" Abraham?" Veer mengusap dagunya, mengubah posisi duduknya menjadi menyandar " kami cukup dekat, tapi seingatku dia tidak punya teman dekat disekolah. Ah, dia punya, tapi aku yakin bukan salah satu dari kalian bertiga"
" Kalian bukan teman dekatnya kan?" Veer memicingkan mata curiga. Sudut bibirnya terangkat membentuk senyum remeh, jenis senyuman yang terkadang membuat sebagian orang merasa muak melihatnya.
"A-ah, ya, tapi tetap saja dia teman sekolah kami." Ujar Viona, ia merasa dongkol dengan tampang songong Veer. Andai saja mereka tidak butuh informasi dari pria itu sudah pasti Viona akan melontarkan beberapa kata kata pedas. Meski tadi sempat mengagumi wajahnya, namun melihat cara pria itu tersenyum mengingatkan Viona pada beberapa pria brengsek yang sering ia lihat dalam drama yang sering ia tonton.
" Eum, oke. Jadi apa yang kalian inginkan dariku?" Veer sedikit tertawa.
" Perasaan tidak ada yang lucu, kenapa dia tertawa?" Bisik Viona pada Sabrina.
" Dia memang terlihat seperti pria menyebalkan" balas Sabrina ikut jengkel.
"dan brengsek, " sambung Viona.
Aqlan menyikut mereka agar mereka diam.
" Sudah berapa lama Abraham mengikuti kursus disini?" Tanya Aqlan. Tentu saja ia tidak membiarkan kedua gadis emosional itu mengacaukan kesempatan untuk mendapatkan petunjuk.
"Sudah tiga tahun. Awalnya dia memang sedikit pendiam tapi kemudian dia dengan mudah bergaul dengan anggota disini." Kata Veer dengan wajah sedikit mengenang pertama kali bertemu dengan Abraham.
" Menurutku dia memang sangat berbakat di bidang musik. Bahkan aku sempat berpikir kalau dia akan jadi penyanyi hebat, "
" Untuk seseorang yang sangat bersemangat menggapai mimpinya aku juga tidak yakin dia akan mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri, "
Mereka terdiam mendengar penjelasan dari Veer. Aqlan jadi semakin yakin kalau Abraham memang tidak bunuh diri. Mereka harus mencari tahu secepatnya apa penyebab Abraham dibunuh.
" Beberapa hari sebelum dia meninggal apakah dia bertingkah aneh? Tanya Sabrina
Veer menggeleng "dia tetap datang kesini seperti biasa, tanpa beban"
Aqlan menghela nafas panjang, tetap saja tidak ada petunjuk yang mereka temukan.
" Makasih kak. Kalau kak Veer menemukan sesuatu tentang Abraham tolong hubungi aku, "ujar Aqlan seraya meninggalkan nomor ponselnya. Veer mengangguk.
" Kalau gitu kami pamit dulu,"kata Viona yang sudah menahan kesal dari tadi, ia ingin cepat pergi dari hadapan pria menyebalkan itu.
" Tapi, yang paling aku ingat hari terakhir Abraham kesini dia sangat bersemangat" ucap Veer sebelum mereka bertiga keluar dari pintu.
" Itu wajar kan? Biasanya juga gitu" dengus Viona.
Veer terkekeh pelan " semangat yang beda dari biasanya."
" maksudnya? " Sabrina mendekat,
" entah lah" Veer mengangkat bahunya tak mengerti " mungkin karena hari itu pertama kalinya dia datang bersama seorang gadis... "
"Gadis? Siapa? Kamu kenal sama perempuan yang datang sama dia? " potong Sabrina cepat. Viona dan Aqlan ikut mendekat, ada harapan diwajah lelah ketua OSIS itu.
"Aku tak yakin mengenalnya. Tapi dari cara mereka bercanda, aku yakin mereka cukup dekat"
" siapa? Aku baru tahu sekarang kalau abraham pernah dekat sama perempuan, " Gumam Viona sambil menatap kedua temannya bergantian.
"Kak, kamu tau nama perempuan itu? " tanya Aqlan
"Aku tidak ingat" Veer menggeleng
" Jihan, "
Sontak mereka menoleh kebelakang Veer, perempuan yang tadi mereka temui berdiri disana sambil membawa nampan minuman.
" kalian sudah mau pulang? Minum dulu." Perempuan itu meletakan nampan minuman diatas meja lalu memberi isyarat mereka semua untuk duduk.
" Jihan siapa yi? " Tanya Veer setelah ayi duduk.
" cewek yang datang sama Abraham kemaren itu namanya Jihan. Sorry, aku gak sengaja dengar pembicaraan kalian," Jelas perempuan bernama Ayi itu,
" kak Ayi, ada fotonya gak? " Viona kembali duduk diikuti oleh Aqlan dan Sabrina.
Ayi menggeleng " tapi aku ingat ciri cirinya, rambutnya warna cokelat, punya lesung pipi disebelah kiri."
Aqlan segera menuliskan di bukunya agar tidak lupa nantinya.
" kalau gitu kami pulang dulu kak, terimakasih nformasi nya." kata Aqlan memasukan bukunya kedalam tas.
" Sabar dulu, Lan. Aku habisin dulu minuman ku, kan mubazir ka.... "
"Yaudah cepetan" potong Aqlan.
"iyaaa. tunggu sebentar, kenapa sih buru-buru? " gerutu Viona menyeruput habis minumannya.
" lagian kamu gak lihat kalau sudah sore? " ucap Sabrina
"Iya-iya. Bawel ah. Nih udah habis" kata Viona setelah mengosongkan gelasnya " makasih minumannya kak Ayi,"
" iya, kalau kamu suka kamu bisa datang lagi. Tapi, harus ikut kursus disini, " Ayi tersenyum geli melihat kelakuan Viona.
" gak dulu, kak." Tolak Viona, tentu saja ia tidak akan mau ikut kursus ditempat cowok menyebalkan seperti Veer. Sebelum pergi Viona mendelik sebal pada Veer dan kemudian mengikuti kedua temannya yang sudah lebih dulu keluar. Ia bahkan masih melihat Veer tertawa kecil seakan kekesalan Viona adalah sebuah hiburan baginya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Serial murder
Mistério / SuspenseCalista Putri Seorang remaja SMA yang biasa saja. dia remaja biasa yang bersekolah di salah satu SMA elit di kota yang ia tempati. Calista siswi biasa, punya teman tapi tidak banyak. mengerjakan tugas jika ada tugas tetapi tidak ambisius. dia menikm...