Chapter 2.2

1.7K 326 11
                                    

Saat senja, matahari melintas ke ufuk barat dengan sinar kemerahan. Di ujung cakrawala burung-burung beterbangan kembali ke sarang mereka, dan air laut bersinar kemerahan dengan langit yang kemerahan. Para nelayan yang baru saja melaut kembali, dengan kapal-kapal dan perahu mereka yang mulai mendekati pulau.

Saat senja, adalah waktu yang Kaia sukai sekaligus tidak sukai. Dia menyukai senja yang indah dan selalu memberikan suasana yang nyaman, tapi juga dia menyadari bahwa ketika malam dia akan sendirian dan kesepian lagi.

Seperti saat ini, dia duduk di atap kliniknya yang datar dengan lantainya yang sudah kusam, dan pembatas yang tingginya setengah meter. Dari atapnya, dia bisa melihat matahari membesar dengan warna kemerahan seperti api, mulai tenggelam ditelan lautan, dengan siluet kapal-kapal yang kembali ke pulau.

"Cantik." Suara Aysar muncul di belakangnya, dan Kaia tetap memandang lurus ke arah matahari di ujung lautan.

Aysar berdiri di samping Kaia, memandang wajah dan tubuhnya yang bermandikan cahaya senja kemerahan hingga kulit eksotis dan rambut gelapnya seolah berkilauan.

"Aku selalu menyukai senja. Bukankah itu cantik?" kata Kaia.

Aysar berhenti di sampingnya, kemudian duduk tepat di samping Kaia, di kursi besi panjang yang bisa memuat dua orang. Keduanya duduk bahu membahu sambil bermandikan cahaya kemerahan senja.

"Ya, cantik," jawab Aysar seraya memandang sisi wajah Kaia.

Kaia menoleh dan tanpa diduga tatapannya bertaut dengan tatapan Aysar hingga wajah keduanya nyaris bersentuhan. Dia membulatkan matanya dengan napas tertahan, hingga bisa mencium napas mint Aysar. Kemudian menolehkan kepalanya ke sisi lain sambil menelan ludahnya.

"Sinar senja membuatmu berkali lipat lebih cantik," kata Aysar lagi.

Kaia terkejut sejenak, dia menoleh dan kali ini bibirnya bahkan nyaris bersentuhan dengan bibir Aysar. Keduanya terdiam, tapi ada yang berbicara, hanya tatapan mereka yang bertaut. Suasana dalam keheningan sejenak, dengan sinar senja yang kian memerah dan matahari mulai tenggelam seluruhnya.

"Kaia," bisik Aysar.

Kaia merasakan seluruh tubuhnya gemetar aneh ketika Aysar memanggil namanya dengan cara yang luar biasa menawan. Aysar memiliki aksen yang dalam, gaya berbicara yang tertutur rapi dan aura yang cukup mengesankan. Dia bahkan tak pernah menatapnya secara kurang ajar, seolah dia bukanlah pria biasa.

Tiba-tiba pria itu menyodorkan beberapa bungkus permen di telapak tangannya pada Kaia. "Kau mau?"

Kaia menatap permen-permen itu, dan mengambilnya satu. Dia pun tersenyum sambil mendongak, hingga tatapannya kembali bertaut dengan pria itu. Saat itulah Kaia menyadari bahwa pria itu benar-benar rupawan! Dia memiliki mata berwarna hazel yang cukup terang, dengan bulu mata panjang dan lentik, juga alis yang sedikit tebal. Hidungnya bangir, dengan jambang yang menutupi rahang tegasnya. Bibirnya berwarna merah alami dan terlihat manis saat tersenyum.

Di bawah sinar senja kemerahan, fiturnya yang menawan semakin menawan. Bayang-bayang sinar kemerahan itu seolah memandikannya dalam kemuliaan yang memesona.

Aysar memakan permen, mengunyahnya kemudian menelannya. Kaia dari samping melihatnya, bagaimana pria itu mengunyah permen, dengan jakunnya yang naik turun saat dia menelan. Diam-diam Kaia meremas permennya, lalu ikut memakannya.

"Aku Kaia Laxos," kata Kaia, memperkenalkan diri.

"Ah, aku hampir lupa menanyakan namamu," kata pria itu. "Nama yang indah, dokter Kaia."

Tatapan keduanya kembali bertemu, membuat Kaia buru-buru menundukkan kepalanya sambil mencecap manisnya permen cokelat di lidahnya.

"Namamu juga indah," komentar Kaia.

Emir Want to Marry Me (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang