-ꦱꦼꦭꦩꦠ꧀ꦩꦼꦩ꧀ꦧꦕ-
(Selamat membaca)
."Maaf nduk..." ucap Ahmad penuh dengan nada penyesalan.
Zeja kini tengah duduk bersimpuh di lantai kamarnya, dengan ayahnya Ahmad yang berjongkok di depannya.
Ahmad mengambil posisi bersila di depan Zeja. Ia sangat menyesal, akan tetapi ia tidak memiliki pilihan lain. Hanya ini satu satunya cara agar ketamakan tidak terjadi di keluarga Indriaji.
"Maaf sayang... Maaf..." ucapan Maaf terus Ahmad lantunkan sambil menggenggam tangan putri kecilnya, Zeja.
Tangan kasarnya mengusap air mata yang berada di pipi lembut Zeja. Menatap prihatin pada Zeja yang berwajah sembab dan kemerahan karena menangis beberapa jam.
Jam terus berdetak tiap detiknya, suara burung sedikit terdengar di telinga. Sekarang adalah waktu dini hari. Dan Zeja menangis sepanjang malam.
"Kenapa harus Zeja ayah? kenapa harus Zeja?" ucap Zeja lirih menatap ayahnya. Air mata terus menerus keluar dari mata indahnya.
Ahmad menarik nafasnya perlahan, sesak. Sangat sesak melihat gadis kecilnya menangis dan harus menanggung beban yang begitu berat, harusnya dia yang menanggung semua itu. Tapi garis jalan kini sedang tidak bisa diubah, sudah harus dilakukan.
Zeja memeluk tubuh ayahnya, bersandar di dada pahlawannya, menangis sesenggukan hingga nafasnya menjadi tersendat-sendat.
Ahmad mengelus pelan dada Zejaz berharap nafas Zeja kembali normal. Ia memposisikan tangannya di hidung Zeja, Zeja paham akan hal itu. Dia pun mengeluarkan ingusnya, Ahmad mengusap ingus dari hidung Zeja menggunakan baju yang ia kenakan. Zeja adalah Zeja, gadis kecilnya yang membutuhkan sandaran kasih sayang dari dirinya.
"Maafkan ayah sayang..." balas Ahmad lirih memeluk Zeja.
"Ini sudah menjadi jalannya sayang, ayah hanya meminta ini padamu. Ini bukan tentang harta nak, tapi tentang jalan yang harus tetap sama tanpa adanya perubahan. Jika terjadi perubahan, Indriaji bisa hancur begitu saja. Ayah mohon ya sama Zeja? Zeja mau kan menuruti kemauan ayah yang satu ini? ayah janji ayah hanya meminta ini sama kamu nak, maafkan ayah. Ayah harus melakukan ini." ucap Ahmad yang tidak dimengerti oleh Zeja.
Perjodohan itu tidak dilakukan karena bisnis atau harta, entahlah. Zeja tidak tau motif dari perjodohan yang ia jalani.
Yang pasti, ini tentang keselamatan antara dua keluarga. Hanya itu yang dia tau.
"Zeja masih mau kuliah yah, Zeja masih mau sendiri. Zeja ma-."
"Zeja akan tetap kuliah! Zeja akan terus bisa berkarir, teruslah kejar mimpi kamu sayang! perjodohan ini tidak akan membuat kamu terkekang. Percaya pada ayahmu ini hmm."
Zeja tidak membalas ucapan Ahmad, ia hanya memeluk ayahnya erat yang dibalas tak kalah oleh Ahmad. Ya, mungkin tidak masalah menuruti permintaan ayahnya sekarang. Ayahnya sudah melakukan banyak hal untuk dirinya. Kini saatnya Zeja mulai menuruti ayahnya. Demi ayahnya dan Indriaji.
-ꦄꦩꦺꦂꦡ-
"Pagi anak-anak." sapa Bu Tri memasuki kelas XII IPA.
KAMU SEDANG MEMBACA
ꦄꦩꦺꦂꦡ (AMERTA)
Teen FictionDisini, di kota Yogyakarta Zeja dan Antasena terikat. Terikat dengan ikatan yang sulit untuk dijabarkan. Mereka terikat dengan hubungan yang hampir sakral, mereka melakukannya tanpa perasaan khusus yang mendominasi. Kehampaan dan kekosongan mengisi...