-ꦱꦼꦭꦩꦠ꧀ꦩꦼꦩ꧀ꦧꦕ-
.
(Selamat Membaca)
."Bangun!" suara tegas seorang pemuda kini tengah membangunkan gadis yang masih bergelung dengan selimut berwarna putih tebal.
"Ibu! adek tuh baru tidur tadi jam 5, please ya jangan ganggu adek dulu! nanti adek harus bangun jam 9 buat latihan teater dirumahnya si ndugal itu!" protes Zeja. Ya, gadis yang masih tidak mau lepas dari selimutnya adalah Zeja. Dia baru tidur sekitar jam setengah 6 pagi, bukan jam 5 pagi. Ia harus menyelesaikan naskahnya yang harus direvisi.
Terdiam sejenak, Zeja berpikir. Bangun? suara laki-laki? hah? SUARA LAKI? fuck!
Tanpa basa-basi Zeja langsung menarik tangan pemuda tadi dan langsung melepaskan selimut yang ia gunakan tadi untuk menyelimuti si pemuda itu dan ia menduduki perutnya dengan tangan yang sudah bertengger manis di leher sang pemuda tadi.
Antasena memutar bola matanya malas, apa ini?
"KENAPA LO ADA DI KAMAR GUE?!" teriak Zeja memekakkan telinga hingga Antasena mengernyitkan dahinya.
"Mending sekarang lo mandi, bersih-bersih. Gua diminta tolongin sama nyokap suruh jemput lo dan ajak lo sarapan disana. Untuk kenapa gua ada di kamar lo jawabannya karena gua disuruh bangunin lo, gua udah dapet izin dari om sama tante." jawab Antasena tenang yang berhasil membuat Zeja kesal setengah mati.
Tanpa berpikir dua kali, Zeja langsung bangkit dari tempatnya dan langsung masuk ke kamar mandi tidak lupa menutup pintu hingga terdengar sangat keras.
Antasena menggelengkan kepalanya, ya maklum. Jika dia berada di posisi Zeja ia juga akan merasa kesal. Namun, sejak kapan dia peduli?
-ꦄꦩꦺꦂꦡ-
Zeja kini tengah bermain bersama kelinci dan kura-kura besar di belakang rumah Antasena.
"Lucu kan?" ucap Saraswati terkekeh pada Zeja yang terus menerus menjahili kelinci-kelincinya.
"Banget Tan!" balas Zeja kesenangan.
"Sini dulu deh, ngemil dulu." ajak Saraswati pada Zeja yang masih berlari mengejar kelinci berwarna abu-abu.
Zeja mendekat dengan peluh yang membasahi dahinya, Saraswati mengelap keringat di dahi Zeja dengan tissue yang ia ambil tadi.
"Kamu kalo mau kelincinya, ambil aja Ze." ucap Waryo sambil menyesap kopi hitamnya.
Zeja kini tengah bersama keluarga Joditya di belakang rumah ditemani oleh gorengan dan minuman kopi juga teh.
"Nggak om, aku nggak mau. Takut mati nanti." balas Zeja membuat Waryo terkekeh.
Zeja sangat tidak terampil dalam memelihara hewan, terkadang dengan otak polos-polos bangsatnya itu ia akan membuat hewannya stres dan berujung mati lalu ia akan menangisi kepergian peliharaannya dengan rasa kebencian pada kegilaan hewannya. Dia tidak menyalahkan dirinya sendiri, tapi menyalahkan kegilaan yang menyerang peliharaannya.
Zeja mengambil secangkir teh di meja lalu bergabung dengan Antasena yang duduk lesehan diatas rerumputan hijau yang rindang.
KAMU SEDANG MEMBACA
ꦄꦩꦺꦂꦡ (AMERTA)
Novela JuvenilDisini, di kota Yogyakarta Zeja dan Antasena terikat. Terikat dengan ikatan yang sulit untuk dijabarkan. Mereka terikat dengan hubungan yang hampir sakral, mereka melakukannya tanpa perasaan khusus yang mendominasi. Kehampaan dan kekosongan mengisi...