tw // suicidal attempt, suicidal thoughts, depression.
Lembayung senja meringsing, sayup-sayup terdengar lantunan adzan maghrib, bersahutan dengan dentingan lonceng gereja. Tuhan telah memanggil hamba-Nya untuk beribadah. Aku beringsut, membawa tubuhku yang kaku sebab terduduk sedari tadi untuk perlahan berdiri. Sejenak, kurasakan kepalaku berputar. Rasioku menyempit, seraya berusaha mempertahankan jejak pada balkon, lambat laun terlihat serupa bayang-bayang.
Teriakan nyaring Bunda merasuk indra pendengarku, sepenuhnya membawa kembali ke alam sadar. Sontak kupaksakan badan ini beranjak membasuh diri. Dinginnya air wudhu timbulkan friksi pada sekujur tubuh, membasuh bersih goresan tinta kupu-kupu norak yang hinggap sedari sore.
Uluk sapa bersahutan mewarnai perjalanan menuju surau. Presensi yang sama, waktu yang sama, aktivitas yang sama pula. Repetisi kehidupan sederhana yang acap kali ditemukan sehari-hari. Tak lupa pasal yang masih melayang-layang, berusaha menggapai hasil tanpa perlu menumbuhkan ayat.
Fajar berikutnya mulai terlewat, sinar mentari perlahan merasuk tanpa ada yang menitahkan. Panik memenuhi kepalaku, mencari kaos kaki putih panjang standar sekolah yang kini terselip entah dimana. Tanpa sempat menarik kesimpulan pun aku tahu, sebentar lagi aku akan terlambat.
"Assalamualaikum," sapanya santun. Buru-buru kularikan tas punggung merah ke teras, tak lupa kerudung yang masih acak-acakan menambah kesan tak siap berangkat menimba ilmu. Lisannya meloloskan kekehan yang kerap kudengar belakangan ini. Senyum terulum melalui bibir Anka, seraya lisannya menambahkan, "ngga perlu buru-buru, aku bisa nunggu kok."
Iya, Anka akan dan selalu bisa menunggu, sementara yang terus kena marah adalah aku. Menit berikutnya, motor itu melaju membelah jalan dengan kecepatan sedang.
Deru kendaraan beradu dengan kepul udara berlalu bagai kedipan mata kala kendaraan kami ikut andil memenuhi lahan parkiran sebelah selatan sekolah.
"Tanganmu ... luka lagi?" Pandangan mata Anka tertuju pada pergelangan tanganku, celetuknya jelas memecah keheningan, pun sedikit meredakan ribut dalam ruang pikirku. Bukan suatu kebetulan ketika pergelanganku tergerak memutar demi menutupi pandangan Anka.
"Ngga kok, aku cuma bikin tats."
"Oh..." pelan tapi pasti, tangan Anka terulur menggapai bahuku. Agaknya sedikit meremas, merenggut seluruh atensiku demi mempertemukan kedua netra kami, pandangannya menatap lurus seraya memelotot. "Kamu ngga cutting lagi kan?"
Aku mengerjap kala netra kami beradu pandang. Lagi, katanya. Manik hazel miliknya menelisik, mencari-cari kesalahan dalam pandanganku. Bersungut-sungut, mataku menerawang cakrawala, mengira-ngira kenapa pula dia harus bertanya. Padahal, dia tahu aku akan selalu memberi gelengan singkat sebagai jawaban.
Anka menarik tangannya menjauh, kutangkap satu dua helaan lega lolos. Kebohongan sederhana, matanya masih menunjukkan harap-harap cemas. Anka tidak pernah puas atas jawaban yang kuberikan, namun juga tidak menuntut penjelasan lebih. Sebab aku akan, dan selalu menjawab bahwa aku baik-baik saja.
"Alhamdulillah, kalau ada masalah, cerita ya?" Anggukan aku berikan sebagai jawaban. Pikiranku lagi-lagi menerawang, menautkan fokusku ke sembarang arah asal bukan melihat raut wajahnya.
Angin berhembus, menghadirkan latar belakang seperti yang kerap terpampang pada drama televisi. Bulu mata lentik yang melindungi matanya terlihat lebih indah ketika dia mengerjap menghindar dari debu. Kerudung yang melekat menjulur panjang terpadu dengan apik di tubuhnya. Ada hal istimewa dalam dirinya yang tidak dapat aku miliki. Mandiri dan tegar, tubuh kecilnya tidak menjadi alasan untuk tumbuh menjadi insan yang lemah. Hebat dan bersih, kerasnya hidup 'tak jadi alasan baginya untuk menyerah. Jarum pun enggan melukai satu inci pun bagian dari tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐅ragmen𝐭s
RandomSebuah perkumpulan frasa yang mendiskusikan lika-liku buana. Tidak ada yang bersambung, hanya berpaku pada satu kisah, satu tokoh utama. Diperbarui sesuai suasana hati penulis. Warnai hati, penuhi komentar, sangat diapresiasi. Penulis tidak pandai m...