Polkadot

21 14 33
                                    

Cw // plot hole (hehe)

Angin dingin itu semakin merasuk ketika butiran air meluncur turun melalui cakrawala. Perlahan membasuh buana, menyuarakan derik berkelangsungan. Petrikor menari-nari seraya meminang lembab berdansa di udara. Sekolah yang sudah rendah itu terlihat semakin merendah ketika genangan air tumbuh lebih tinggi daripada tanah. Merembas khawatir ribuan entitas di sana.

Ah, sial... Seseorang mengumpat dalam lamunannya. Obsidiannya menatap serpihan hujan melalui jendela, menyesal membawa laptop hari ini. Mau tidak mau, pulang sekolah nanti dia harus mementingkan barang ketimbang dirinya sendiri.

Ponsel yang berdering berhasil mengalihkan atensi Naya. Tangannya meraih benda pipih persegi panjang itu, sebuah notifikasi terpampang pada layarnya. Pesan dari temannya, Asa. Menawarkan tumpangan untuk pulang nanti. Cepat-cepat diiyakan oleh si penerima pesan.

Helaan lega lolos dari lisan Naya. Beruntung hari ini dia menitipkan helmnya di parkiran dekat sekolah, jadi tidak perlu berdesak-desakan dengan lautan manusia di angkutan umum.

Gadis itu baru saja terbangun dari tidur siangnya ketika bel pulang berbunyi. Barang-barangnya sudah beres di dalam tas, dia bawa bersama langkahnya menjejak becek menuju lobi sekolah, tempat Asa menunggu.

Jaket yang tadinya bertengger di pundak pemuda itu meninggalkan tempatnya ketika iris Asa menangkap sosok Naya yang menggigil di sudut lobi. Kepalanya menoleh kesana-kemari, seperti anak ayam kehilangan induknya. Langkah Asa membawanya mendekat ke figur mungil gadis itu, tanpa peringatan mengangkat tas jinjing Naya dari belakang. Membuat empu tas tergagap kaget.

Tubuhnya berbalik, bersiap menghujamkan tangannya yang mengepal. Namun, urung karena dia mengenali si pelaku. "Asa!" pekiknya murung, kesal karena dikagetkan. Sebaliknya, yang ditunjuk hanya terkekeh.

"Pinjam tasmu dong."

Naya belum sempat menjawab, pasrah ketika Asa mengambil paksa tas jinjingnya. "Buat apa?" tanya Naya. Asa diam, dia mengalungkan tas itu di salah satu bahunya, lalu meletakkan jaket miliknya di Pundak Naya. Meminta sang gadis memasukkan tangan ke dalam lengannya.

Asa mengeluhkan tas jinjing yang hanya terisi satu barang namun beratnya serupa mengangkat karung beras. "Sekolah bukannya bawa buku malah bawa laptop."

"Cuma orang gila yang ngoding di kertas." Tubuh Naya yang sudah menggigil dibuat semakin bergidik saja ketika teringat dulu pernah diminta gurunya untuk mengerjakan ujian koding PHP dan HTML secara tertulis. Mau pingsan saja rasanya.

"Kamu bawa jas hujan?" Asa bertanya, sementara tangannya sibuk menata jaket guna menghangatkan badan Naya yang kelihatannya semakin menggigil.

"Um," sabut gadis itu sambil mengangguk. Lisannya sempat membisikkan terima kasih sebelum Asa menuntunnya menembus hujan ke arah halaman depan sekolah. Tidak lupa menata kembali tas jinjing hitam itu di pundak Naya.

Sial, butiran air itu meluncur semakin galak. Naya melirik figur Asa, helaan kecil lolos bersamaan dengan senyum yang terukir di wajahnya. Menertawakan bingung Asa. Gadis itu juga bingung. Namun, setidaknya, sekarang dia tidak perlu bercemas ria sendirian.

"Nyebrangnya gimana? Apa jas hujannya dipakai dulu?" tanyanya kikuk

"Pakai aja, kamu ga bawa jaket kan?"

Naya menggeleng, lalu mengangguk. Menjawab saran Asa di awal.

"Kamu gimana?" Asa tersenyum, menggelengkan kepalanya. "Aku ga bawa laptop kok hari ini," jawabnya, mengundang kebingungan si puan. Apa hubungan dari tidak bawa laptop dan menggunakan jaket, ataupun jas hujan?

"Korelasi?"

Gelengan singkat. "Ga ada. Gak bisa Bahasa Indonesia."

Bibir Naya manyun lima senti, tidak terima dengan jawaban Naya. Hmph, gadis itu menghentakkan kakinya. Protes. Namun, sekali lagi berakhir ditertawakan oleh lawan bicaranya.

Naya mengambil jas hujan kelelawar hijau polkadot miliknya dari dalam tas, lantas memakainya. Jemari mungilnya meraih satu per satu bagian jas hujan tersebut seraya susah payah memasukkan lembaran plastik nan tebal itu guna membalut tubuhnya.

Hampir selesai, lagi-lagi gadis itu mendapat hambatan lain. Tangannya kesulitan menggapai tudung jasnya di belakang.

"Bantuin," pintanya.

Tangan Asa terulur, membantu meraih bagian yang coba digapai Naya. Lelaki itu menata tudung itu kepala sang gadis, namun mendadak gerakannya terhenti sebelum tudung itu tertata sempurna.

"Kenapa?" tanya Naya menyadari gelagat aneh Asa. Dia sempurnakan letak tudung yang sempat ditata Asa dengan tangannya sendiri.

"Lucu." Bagaimana tidak? Naya terlihat seperti kurcaci dalam balutan jas hujan kelelawar oversize yang dipakainya.

Sang empu jas hujan masih sibuk menata, tidak mendengarkan. "Ha?" sahutnya spontan.

"Enggak, gapapa. Ayo." Asa memimpin jalan menuju parkiran dengan Naya mengekor di belakangnya. Tidak jauh, hanya beberapa meter dari sekolah mereka. Beruntung motor Asa tidak basah, begitupula dengan helm miliknya—dan milik Naya.

˚°𓆝˚°𓆟˚°𓆞˚°𓆝˚°𓆜

Awan masih mengguyur bumi dengan hujan nan deras miliknya ketika Asa mengendarai motornya dari tempat parkir. Butiran air yang diterbangkan angin, jalanan becek, membuat Asa mengendarai motornya dengan sedikit, bahkan sangat lambat dari biasanya. Beberapa kali disalip oleh angkutan umum—yang biasanya pemuda itu salip.

"Kamu kenapa mendadak naiknya kaya odong-odong? Lama banget," celetuk Naya. "Trauma kah? Karena kapan hari itu kamu jatuh?" Gadis itu menambahkan dengan nada setengah mengejek.

Suaranya menembus melalui cela-cela udara hingga material menuju telinga Asa. Mengundang helaan dari pemuda di depannya. Gadis itu benar, Asa sedikit trauma dengan kecelakaan beberapa minggu kebelakang. Pun, pemuda itu tahu kecelakaan itu juga merupakan salahnya sebab berkendara terlalu cepat.

Ngambek, ditinggal Naya nge-mall bersama teman-temannya. Padahal juga bukan siapa-siapa. Memang benar, cinta bisa membuat orang buta.

Sebentar, apa? Sejak kapan narasi menyebutkan pemuda itu menyukai Naya?

"Kalau aku ngebut kaya biasanya, nanti kalau jatuh, kita jatuh bareng. Kamu mau jatuh?"

"Aku punya BPJS."

Kalau bisa, saat itu juga Asa ingin melayangkan pitakan di dahi Naya. Ada saja jawaban gadis itu, caranya berbicara tanpa rasa bersalah terkadang menyenggol hati mungil Asa dengan tidak sopan. Ditambah, raut wajah konyolnya yang serupa balita.

Sudut bibir Asa mengukir senyum, seraya tangannya menarik kemudi sedikit lebih jauh. Motornya melaju lebih cepat. Tidak apa-apa, pikir Asa. Toh, mereka berdua punya BPJS.

(n). writer block, kl lagi mood nanti dibenerin. Hehe.

Dropped this meme bcs tdk semua orang tau ada meme selucu ini.

Dropped this meme bcs tdk semua orang tau ada meme selucu ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝐅ragmen𝐭sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang