2. Gara-gara Itik Buruk Rupa

130 17 0
                                    

Blaze dengan setengah hati membersihkan sampah-sampah di lapangan. Wajahnya penuh dengan lebam. Bahkan adiknya, Ice saja sampai membawa masker untuk menutupi lebamnya.

Karena Gempa yang kemarin membabi-buta memukulnya, dengan Fang yang juga tersulut emosi.

Ini semua gara-gara Halilintar.

Ia, Ice, Gempa dan juga Fang harus memasuki ruang bimbingan konseling. Namun, tidak dengan si Halilintar. Ini karena Gempa yang dengan gigih untuk tidak menariknya pada ruang konseling itu.

Sekarang saja Blaze mendapat hukuman membersihkan lapangan selama tiga hari berturut-turut.

Lihat saja nanti, jika dia bertemu dengan Halilintar akan Blaze hajar sampai anak itu keluar dari sekolah sendirinya.

"Woi!"

Blaze menoleh saat suara yang tak asing terdengar di telinganya. Wajah yang tadinya kesal kini berganti dengan senyuman riang.

"Fan!" Blaze melambaikan tangannya.

"Lo ngapain disini?" tanya Taufan saat berada tepat didepan Blaze. Mendengar hal itu Blaze kembali membuat raut kesal.

"Gara-gara si itik buruk rupa!" jawab Blaze.

Taufan tertawa kecil, "Si dekil lo apain?"

Blaze melipat tangannya sembari membusungkan dada. "Cuma main-main doang. Tapi si Gempa malah bikin masalah. Nih! Lo lihat, habis muka gue!"

Taufan memajukan wajahnya guna melihat dengan seksama luka lebam milik Blaze. "Hebat juga si Gempa," gumangnya.

"Sampe bonyok semua." Lanjut Taufan tertawa diakhir kalimatnya.

"Kalo gue lihat si itik buruk rupa, habis dia ditangan gue." Blaze membuat pose ingin menghajar.

"Daripada lo sibuk mikirin si dekil, mending bersihin nih lapangan. Kotor banget."

"Anak-anak sekolah pasti sengaja karena tau gue disuruh bersihin lapangan!"

"Salut gue.”

"Ternyata satu sekolah benci sama Lo, Blaze," lanjut Taufan.

Bukannya marah mendengar ejekan Taufan, Blaze terlihat lebih senang. "Yang penting bukan gue sama Ice doang yang dihukum. Si Gempa susulan itu sama Fang juga dihukum," terang Blaze senang karena bukan hanya dirinya dan Ice saja yang dihukum.

Taufan kebingungan. "Gempa bisa dihukum? Ternyata anggota OSIS bisa dihukum juga 'ya," ucapnya.

Blaze kembali memunguti sampah-sampah. "Dia yang bikin masalah 'ya jelas dihukum 'lah! Emang dia 'kek lo, Tuan Muda tunggal yang gak boleh terluka sekecil atom?" sindir Blaze.

"Bacot banget 'sih lo. Mending bersihin nih lapangan, gue mau ke kantin," ujar Taufan berjalan meninggalkan Blaze dengan tangan disilangkan dibelakang kepala.

"Jangan lupa beliin gue minum Fan!"

ᕦ•••••ᕤ


Sedari tadi Halilintar tidak bisa fokus dengan buku yang dibacanya. Setelah pembelajaran selesai, dirinya segera berlari ke perpustakaan. Alasannya hanya satu, yakni supaya tak bertemu dengan pembully-nya.

Tangannya membalikan setiap lembar dengan gundah. Pikirannya terfikir pada Gempa dan Fang yang kemarin menyelamatkannya dari Blaze.

Halilintar merasa bersalah karena dirinya, kedua orang itu sekarang mendapat hukuman. Apa setelah sekolah nanti dirinya minta maaf saja pada dua orang itu?

Namun bagaimana jika dirinya malah bertemu dengan Blaze saat pulang?

Ia menyugar rambutnya kebelakang masih merasa bingung. Setelah beberapa saat, ia bangun dengan membawa beberapa buku yang tadi dibacanya.

Tepat didepan penjaga perpustakaan, Halilintar meletakkan dua buku itu sembari menyerahkan kartu perpustakaan. Ia akan meminjam dua buku itu untuk belajar nanti dirumahnya.

Setelahnya Halilintar berjalan cepat menuju kelas. Saat melewati ruang OSIS, Gempa memanggilnya.

"Hali!"

Halilintar berhenti lalu menoleh, ia merasa tak enak pada Gempa yang sekarang berdiri didepannya.

"Lo mau ke kelas 'kan? Gue ikut 'ya. Si Fang lama banget," ujar Gempa sok akrab.

Halilintar masih terdiam, membuat Gempa kebingungan. "Kenapa lo?"

Laki-laki berambut hitam pekat dengan kulit sawo masih terdiam, tak lama dirinya mengeluarkan suara. "Gem..." panggilnya.

Minta maaf saja, Li. Mumpung Gempa disini, batin Halilintar.

Gempa menaikkan alisnya. "Gue minta maaf lagi-lagi udah bikin lo susah," sesal Halilintar.

Setelah mengatakan itu Gempa terkekeh, "Gak papa kali. Kita 'kan temen, wajar kalo saling bantu." Dirinya mengusap rambut belakangnya.

"Pulang nanti gue bantu lo bersihin koridor."

"Lo gak perlu sampe segitunya. Lagian ada Ice juga 'kok. Kita bisa kerja sama nanti buat bersihin 'ni koridor waktu pulang."

"Sorry."

Halilintar masih merasa tak enak. Tangan Gempa menyentuh pundaknya seolah meyakinkan.

"Gue gak papa, lo tenang aja."

ᕦ•••••ᕤ

JjLl: “Up setelah 'Mawar Dibelakang Mansion'.”

Tentang KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang