3. Pangeran Taufan

134 19 0
                                    

Ini adalah hari kedua Ice dan Blaze mendapat hukuman dari sekolah. Dirinya menghabiskan lima es krim dengan tergesa-gesa. Membuat Taufan dan Blaze yang ada disampingnya heran.

“Kalo lapar lo pesen nasi aja. Ngabisin duit gue tau gak,” sarkas Taufan.

“Sekalipun lo traktir gue es krim sama pabrik-pabriknya itu gak bakal nguras uang lo, 'kan?” bela Ice.

“Omong-omong, Fan. Lo kemarin gak berangkat kenapa?” lanjut Ice.

Blaze mengangguk setuju, “Biasanya kalo lo pengen ijin lo bilang ke kita dulu.”

Taufan kembali meminum minumannya. “Gue pergi buat perpanjang paspor. Lagian gue ijin kok ke guru, kalian aja yang nggak tau.”

Blaze menyenderkan kepalanya pada tangan kirinya. Dirinya mendecih, “Lo gak tau, Fan. Kita susah-susah bersihin 'ni sekolah dari kemarin, lo kenapa gak mau bantu sih?”

Taufan menggeleng dengan sedotan yang masih menempel di bibirnya. Kulit putih kemerahan miliknya membuat dirinya lebih mencolok dari siswa-siswa lain.

“Berani berbuat berani bertanggungjawab,” tegas Taufan.

Blaze mendecak, “Kan udah gue bilang, ini semua karena si itik buruk rupa itu. Mana dari kemarin gue kagak liat dia lagi!”

Taufan mengaduk es-nya. “Dia ada di perpus. Pasti tu dekil mau kabur dari kita,” ujar Taufan.

“Kok gak lo susul sih! Kasih dia balasan udah bikin kita kena hukuman!” Ice berujar tak terima.

Tangan Taufan menyentil dahi Ice pelan. Dirinya tersenyum kecil, “Akhir-akhir ini gue lagi seneng. Biarin si dekil itu tenang sekarang, besok-besok kita kunci dia di gudang.”

Anak kembar itu beradu pandang. “Bukannya ulang tahun lo masih lama?” tanya Ice.

“Siapa bilang gue seneng karena ulang tahun. Gue seneng karena bokap sama nyokap bilang bakal pulang ke rumah,” ujar Taufan menerangkan dengan penuh semangat.

Dua anak itu menyerit, tak mengerti kenapa Taufan sesenang itu.

“Kalo lo seneng– gue ikut seneng 'deh.” Blaze berujar dengan terkekeh diakhir ujarannya.

Pulang sekolah ini Taufan tak henti-hentinya terfokus pada ponselnya. Di Mobil dirinya masih setia menunggu pesan dari sang Ayah kapan tiba di negara yang tengah dirinya duduki ini.

Sembari menunggu pesan dari Ayahnya, Taufan menatap keluar kaca mobil. Manik-nya sedikit terpaku pada seorang laki-laki dengan rambut hitam dan kulit sawo, itu adalah Halilintar.

Ngapain 'si dekil ada didepan restoran, batin Taufan.

“Roktabot, hentikan mobilnya!” titah Taufan. Dengan begitu dirinya bisa melihat apa yang Halilintar lakukan di restoran tersebut.

Halilintar memasuki restoran itu, lalu tak lama kemudian dirinya keluar dengan seragam restoran sembari membagi-bagikan selebaran.

Taufan menutup mulutnya tak percaya. Ia terkekeh melihat itu, tangannya menekan ponselnya keluar dari aplikasi chat, hanya untuk memotret Halilintar yang tengah membagikan selebaran.

Mengingat aturan sekolah mereka yang melarang siswanya untuk bekerja, ini pasti menjadi peluru yang kuat untuk Halilintar.

“Ayo kita pulang.”

Taufan memandang foto itu dengan riang. Seolah mendapatkan keseruan. Ini bukti yang bagus untuk membuat Halilintar dapat masalah.

ᕦ⁠•••••ᕤ

Taufan memasuki rumahnya dengan gumanan lagu senang. Ia memberikan tas sekolahnya pada salah satu pelayan dirumahnya.

Dengan perasaan senang ia memasuki kamarnya, menunggu pesan dari sang Ayah.

Ayahnya adalah seorang Pemimpin perusahaan utama milik keluarga dan Ibunya adalah seorang Desainer yang sekarang berada di Negeri Kangguru.

Taufan tidak sabar bagaimana nantinya menghabiskan waktu dengan keluarganya. Dirinya benar-benar senang sekarang.

Pukul sembilan malam Taufan tetap tak mendapat balasan dari Ayahnya. Itu membuatnya was-was, sampai suara ketukan pintu memasuki pendengarannya.

“Tuan Muda, anda harus makan.”

Taufan yang tadinya bangun dari kasurnya dengan semangat kini terhenti. Apa Ayahnya masih belum pulang juga.

“Tuan dan Nyonya besar baru saja mengirim sesuatu untuk anda.”

Mendengar kata orang tuanya sontak Taufan kembali berlari membuka pintu.

“Mereka sudah pulang?” tanya Taufan.

Pelayan Taufan itu menggeleng. “Tuan dan Nyonya hanya mengirim barang untuk Tuan muda. Mereka belum pulang.”

Detik itu juga sebuah notifikasi muncul dari ponsel Taufan. Taufan membacanya sekilas lalu mengulum bibirnya kesal. Ia berbalik masuk ke kamarnya.

Untuk kesekian kalinya, Raja dan Ratu mengingkari janjinya pada Pangeran kesayangan mereka.

•••••

JjLl: “?”

Tentang KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang