SEPENINGGAL neneknya, sambil menutup pintu Eza bertanya-tanya tentang siapa Uzphi yang sebentar lagi akan menemaninya.
Jangan-jangan dia itu Uzphi, putri Mak Ocan? Apakah dia sekarang tinggal di sini juga?
Tak lama setelah selesai menyantap nasi jangkrik buatan Nenek Mymau, Eza mendengar pintu diketuk. Sebentuk hidung mungil menyembul dari celah pintu.
"Halo! Kamu pasti Eza, ya, 'kan?"
Tiba-tiba hidung itu bisa bicara, padahal daun pintu belum terbuka sepenuhnya. Eza menariknya lebih lebar. Maka tampaklah sesosok gadis kecil berkuncir sangat aneh. Eza membiarkan gadis berpakaian kain tanpa jahitan itu melangkah masuk ke dalam pondok sambil mengamati seisi ruang tamu.
"Kamu siapa?" tanya Eza seraya memperhatikan rambut panjang bocah itu serta poni tebalnya yang diikat tepat di depan dahi.
"Aku Uzphi," jawab gadis kecil itu tanpa menoleh ke arah sang tuan rumah.
"Kamu yang disuruh Nenek datang untuk menemaniku?"
Eza berusaha menghentikan langkah Uzphi yang mulai beranjak ke ruang makan, tetapi langkah kaki gadis itu lebih panjang dari perkiraan Eza. Tiba-tiba saja dia sudah duduk di atas meja makan sambil menjilati piring bekas Eza makan tadi. Sungguh tamu yang tak beretika! Baru sebentar, Eza sudah merasa tidak nyaman dengan kehadiran teman baru ini.
"Hei! Tahukah kamu, ini hari yang buruk buatku? Aku sedang tidak ingin bermain-main sekarang," keluh Eza.
"Hei, Eza! balas sang tamu. "Tahukah kamu, sebaiknya kita berjalan-jalan di luar. Ada pertunjukan seru di kampung sebelah. Kudengar, mereka juga punya es krim yang sangat enak. Kamu suka es krim, 'kan, Za?"
Tamu cilik yang aneh. Tamu yang mengoceh sekehendak hatinya tanpa peduli suasana hati sang tuan rumah. Namun, tawaran es krim itu rupanya telah meracuni pikiran Eza. Es krim yang dingin dan lembut, berasa buah segar atau vanila, atau coklat yang lezat.
Mmmm, nyam-nyam ... pasti sangat nikmat sebagai makanan penutup. Sama seperti es krim yang sering dibelikan mamanya. Makan es krim? Boleh juga.
Rupanya, dari piring Eza yang dijilati tadi, Uzphi bisa menyimpulkan bahwa Eza baru saja selesai makan dan neneknya tidak meninggalkan makanan penutup untuknya. Uzphi paham, bocah itu telah mengalami peristiwa-peristiwa buruk selama ini. Jadi, kali ini dia ingin mengajak Eza bersenang-senang di luar. La Mymau telah bercerita banyak hal tentang Eza kepada Uzphi termasuk kesukaannya makan es krim dan menonton pertunjukan. Eza memilih berbincang sejenak.
"Kamu Uzphi putri Mak Ocan, bukan?"
"Iya, aku putrinya. Bagaimana kamu bisa tahu?"
"Kamu berasal dari Desa Yaba, 'kan?"
"Iya, aku tinggal dengan nenekku. Bagaimana kamu bisa tahu?"
"Tapi, kenapa rambutmu sekarang seperti itu?"
"Seperti apa? Seperti ini maksudmu?" Anak perempuan itu menarik tali yang mengikat poninya, sampai rambut itu terurai menutupi dahinya. Lalu, tiba-tiba saja Uzphi menangis tanpa suara. Air matanya bercucuran.
"Aduh! Ada apa ini? Kenapa kamu malah menangis? Kamu tidak suka ponimu dilepas?"
Eza menjadi panik melihat tetes air mata itu berubah menjadi bentuk-bentuk kecil yang melompat-lompat di lantai. Eza segera meraih poni itu lalu mengikatnya kembali. Dia mengira Uzphi menangis karena poninya dianggap jelek. Padahal, saat poni Uzphi terurai, sekilas dia tampak seperti Uzphi teman kecilnya dari Desa Yaba—putri Mak Ocan di mata Eza.
Ya! Dia Uzphi.
Sesaat Eza yakin anak perempuan yang sedang menangis itu sungguh-sungguh Uzphi yang pernah dikenalnya. Poni itu baru saja terikat kembali di depan dahi Uzphi, tetapi dia belum mau berhenti menangis. Saat itulah Eza menyadari bahwa tetesan air mata yang berlompatan di lantai itu bukan berasal dari mata bocah perempuan itu, melainkan keluar dari sela-sela rambut yang terikat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost King of Sanguine
Fantasy"Atharwa-Niyata-Ayatana!" Seluruh sorot mata langsung tertuju pada sosok bocah dua belas tahun itu. Anak laki-laki berambut ikal kuning keemasan dengan pupil bersemu biru, tengah asyik bergulat sendiri dengan sesuatu tak kasat mata. Tatapan aneh dan...