Chapter 11

1 0 0
                                    

“MELEPASKAN bocah itu ke dunia atas memang berbahaya, tetapi kita tidak bisa melihat kemurnian jiwa emasnya tanpa cahaya. Ironi aureus dalam genggaman ini terasa menyedihkan. Namun, kita harus melakukannya.”

“Ya! Kau benar. Di Dunia Atas kita memang tidak berdaya karena cahaya, tetapi di sini kita berjaya dalam kegelapan!”

“Hahaha!”

Tawa kedua makhluk jahat itu terdengar sungguh getir.

***

Eza harus merangkak untuk mencapai mulut terowongan. Ada cahaya terang di luar. Ditinggalkannya udara dingin di bawah sana. Sementara dari dalam lubang terdekat, Lucifelix mengawasi bocah itu tanpa bicara sambil melipat kedua tangan di belakang punggung.

“Waah, benar-benar udara bersih dan segar!” kata Eza penuh sukacita. Tanah yang dipijaknya terasa hangat dan berumput. Sudah sekian lama dia hanya bisa berjalan dengan cara merunduk dalam ruangan sempit dan remang-remang di bawah tanah. Kini, setelah terbebas dari dunia bawah, dia bisa mengamati sekeliling dengan tubuh berdiri tegak di alam cerah yang terbentang luas.

Eza mulai berjalan sambil mengingat tugas yang harus dia kerjakan hari ini. Bocah itu harus mendapatkan Rumput Biru Perak sebab persediaan di Dugem Dugong mulai menipis. Penghuni Dugem Dugong tidak dapat menumbuhkan rumput di bawah tanah. Biasanya, mereka menarik akar-akar tanaman itu dari dalam tanah untuk mendapatkannya. Namun, akhir-akhir ini mereka sulit menemukan akar yang menjulur tembus hingga ke dalam cryptosid mereka. Itulah sebabnya Eza, si Manusia Tanpa Logo diperintahkan agar mencari rumput itu dari atas tanah.

Penguasa Dugem Dugong tidak menjamin keselamatan Manusia Tanpa Logo. Jika mereka terancam bahaya atau hilang saat bertugas, para penguasa tidak peduli dan tidak akan melindungi mereka. Mereka akan dibiarkan mati sebab mereka tidak diperhitungkan, dianggap sampah dan bisa dibuang dengan mudah.

Lucifelix bermaksud menyingkirkan Eza dengan berpura-pura menugaskannya ke dunia atas. Tanpa cahaya, itzu aureus[1] yang bersemayam di dalam diri Eza, tidak tampak jelas. Oleh sebab itu,  Lucifelix tidak bisa melihat keistimewaan dalam diri bocah yang diculik dari dunia nyata itu sehingga hal penting akan luput dari pengamatannya. Di Dugem Dugong, Eza dipandang tidak istimewa dan dianggap tidak memiliki kemampuan apa pun. Awalnya, Lucifelix mengira bisa melihat jiwa Eza dengan tipuannya.

***

Eza terus berjalan melewati beberapa habitat aneh. Ada sekelompok hewan sedang merumput. Mereka terlihat lucu dengan bulu tebal dan sepasang tanduk dan telinga mungilnya. Eza menatap yang seekor, lalu dia teringat sesuatu.

Hmm,itu agak mirip tanduk dan telinga Mbah Singo, katanya dalam hati.

Namun, hewan berkaki empat itu memiliki hidung babi. Mereka terus menatap Eza dengan heran, sampai bocah itu berlalu dari sana. Setelah melewati hewan aneh itu, di depan sana ada beberapa tanaman yang tampak seperti semak-semak. Saat didekati, ternyata semak itu berbuah lonceng emas yang bergemerincing jika tertiup angin. Eza terus berjalan menembus rimbunnya semak. Tubuhnya seakan-akan bermandikan riuhnya denting buah-buahan pada semak itu. Bocah itu mulai merasa pening.

Selepas gemerincing semak berdenting, Eza kembali memasuki padang rumput dengan sedikit pepohonan. Di kejauhan tampak sebuah benda tidak alami. Bentuknya kotak dan memiliki lubang kunci. Benda kotak itu mirip sebuah koper tua.

Melihat itu, Eza teringat Kika dan beberapa penghuni Sea Hiro yang pernah dikabarkan hilang ditelan sebuah koper misterius.

Lonceng itu juga terdengar mirip genta angin di teras kamar Lyla. Ah, rupanya beberapa benda mistis di Sea Hiro memang berasal dari sini. Teritori Sanguine bisa saja mengirimkan benda atau menitipkan sesuatu ke dunia nyata. Benda-benda seperti itu berguna sebagai portal bagi penghuni Sanguine agar bisa mengunjungi dunia nyata tanpa ada yang curiga.

The Lost King of SanguineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang