2 minggu pasca hari kebahagiaan Jeano, hubungan pertemanan Alaska bersama lelaki itu lumayan merenggang. Sangat terlihat bahwa Alaska menjauh dari sahabatnya. Sedangkan Jeano masih sering menghubungi gadis itu, sekadar mengirim pesan atau mengajaknya keluar. Tetapi semua upaya Jeano untuk bisa berintraksi dengan Alaska selalu ditolak.
Alaska masih dalam masa pemulihan. Hatinya belum sanggup untuk melihat sosok lelaki yang kini sudah ada pemiliknya. Mengapa Jeano tak bisa mengerti tentang hal itu? Mengapa lelaki itu bersikap seakan dia belum ada yang memiliki?
Seperti sore ini, Jeano sudah menunggu kedatangan Alaska di ruang tamu. Alaska yang baru saja memasuki rumah tak menyadari sedikit pun keberadaan Jeano disana.
"Bundaaa... Alaska pulang!!" teriak gadis itu dari depan pintu. Matanya melirik ke arah tangan sang bunda yang secara kebetulan tengah membawa segelas minuman.
"buat siapa bun?"
Bunda Yoona tak menggubris pertanyaan anaknya, beliau berjalan mendekati sofa tempat Jeano duduk. Disaat yang bersamaan Alaska ikut memutar arah tubuhnya dan terlihat keberadaan lelaki yang beberapa hari terakhir Alaska hindari.
Senyuman tipis di bibir Alaska perlahan pudar kala melihat lelaki itu tersenyum dengan manisnya sambil melambaikan tangan. Seketika otak gadis itu buta, hampa, dan tak ada isinya.
"Alaska."
"Alaska."
"Alaska."
Bahkan telinganya juga tak bisa berfungsi dengan baik nampaknya. Alaska seperti berada di dimensi lain, dirinya tahu sang bunda tengah memanggil-manggil namanya. Terlihat sangat jelas dari mata, namun hanya gambar tak ada suara.
"Alaska!"
Dia mengejapkan kedua netra, suara bunda yang terakhir membuatnya keluar dari dimensi lain. Lantas dengan segera sebuah senyuman muncul menghiasi wajah.
"kenapa bun?" tanya gadis itu, dirinya ini pura-pura bodoh saja. Tentu Jeano kesini untuk bertemu dengan Alaska, Sayangnya dia terlalu malas untuk berbicara empat mata bersama lelaki itu.
"ada Jeano nih, kalian udah lama ga ketemukan? Dia mau bicara sama kamu," jelas Bunda Yoona.
Dengan perasaan terpaksa Alaska menghampiri seseorang yang masih duduk dengan tenang. Gadis itu memilih sofa yang agak jauh dari posisi Jeano membuat Bunda Yoona bertanya-tanya oleh sesuatu yang terlihat asing di mata.
"yaudah, kamu temenin Jeano yaa."
"Diminum ya je... jangan sungkan-sungkan kaya sama siapa aja. tante mau ke dalem dulu," pamit Bunda Yoona pada sahabat kecil anaknya.
"iyaa tante," balas Jeano singkat namun disertai kekehan.
Bunda Yoona mulai meninggalkan kedua insan yang tampak sedang bertengkar. Bagaimana tidak? Jeano duduk di ujung kanan sedang Alaska ada di ujung kiri dengan meja sebagai penghalang.
"kenapa je?" pertanyaan Alaska menjadi pembuka obrolan mereka berdua.
"kita lagi berantem ya? duduk lo jauh banget," Jeano menyinggung tempat yang dipilih Alaska.
"emang lo ga kangen gue?"
"deketan sini lah, dhir." pinta lelaki itu sambil menepuk-nepuk sofa kosong yang ada di samping kanan.
Kalau ingin cepat-cepat selesai mau tidak mau Alaska harus menuruti permintaan Jeano. Gadis itu mulai memindah tubuhnya ke tempat yang dimaksud sang teman.
"tadi dianter pulang siapa? kok tumben lo ga minta jemput gue," Lelaki itu berucap lagi. Sungguh Alaska muak dengan kata-kata yang keluar dari mulut seseorang yang duduk di sofa sebelah kiri.