Chapter 3 : Thoughts of each other

228 25 3
                                    

Lana membuka matanya perlahan, merasakan rasa sakit yang membelenggu kepalanya seperti dihantam truk. Hangover. Dia berguling di tempat tidur, mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi semalam. Wine. Banyak wine. Dan sesuatu tentang mobil. Tapi ingatannya buram, seakan-akan terputus di tengah jalan. Mungkin itu Elle yang membantunya pulang.

Dengan perlahan, Lana menggerakkan tubuhnya ke arah pintu kamar, berusaha mengatasi pusing yang menghantui. Ketika dia keluar dari kamar, dia terkejut melihat Charles sedang duduk di ruang tengah, sibuk memainkan PS5 dengan konsentrasi yang intens."Charles?" panggil Lana, suaranya serak akibat efek dari hangover.

Charles menoleh, matanya terlihat sedikit terkejut melihat Lana. "Oh, hai adiku. Sudah bangun? Bagaimana keadaanmu?" tanyanya sambil menyimpan kontroler PS5.

Lana menepuk kepala pelan, mencoba mengurangi sakitnya. "Sakit kepala yang luar biasa," ujarnya dengan wajah yang sedikit meringis.

Charles menyeringai, "Kemarin malam terjadi hal menyenangkan, huh." Lana mendengus, "Aku tidak bisa ingat apa-apa. Kau tahu apa yang terjadi?" Charles menggeleng, "Tidak tahu. Aku hanya melihatmu sudah di sini ketika aku pulang dari janji dengan Carlos."

Lana menyerngit, mencoba merangkai kembali kenangan yang hilang. Namun, sebelum dia bisa memikirkannya lebih lanjut, ponselnya bergetar dengan pesan masuk. Itu dari Lando."Lana, ayo ikut denganku untuk jalan-jalan keliling Monaco pagi ini? Aku akan menjemputmu sebentar lagi." Lana tersenyum melihat pesan itu.

"Sudah saatnya mencari udara segar," gumamnya, kemudian dia menoleh pada Charles, "Aku harus pergi. Lando akan menjemputku untuk jalan-jalan keliling Monaco." Charles mengangguk, "Bagus. Berhati-hatilah di luar sana."

Lana tersenyum lebar, merasakan kehangatan persahabatan di pagi yang cerah ini. "Aku akan berhati-hati. Sampai nanti, Charlie," ucapnya sambil melambaikan tangan.

"Aku bukan anak 7 tahun, tidak ada lagi Charlie. Sekarang Charles."

Lana hanya tertawa melihat saudara nya kesal. Setelah itu dia mempersiapkan diri, mencoba banyak pakaian dengan antusias di depan cermin, menunggu kedatangan Lando untuk menjemput dan menikmati hari yang cerah di Monaco.

...

Hembusan napas Lana merendah dalam lift yang penuh dengan ketegangan. Udara terasa kental, seolah-olah menanti sesuatu yang besar dan berarti. Saat pintu lift terbuka, mata Lana hampir tidak percaya dengan siapa yang berdiri di hadapannya: Max Verstappen.

Detak jantung Lana berdebar liar dalam keheningan yang menyiksanya. Mereka berpapasan tanpa sepatah kata pun, hanya tatapan yang saling beradu di udara, menyiratkan sejuta cerita yang tak terucapkan.

"Oh, pemandangan cukup menjengkelkan untuk memulai hari." gumam Lana.

Max, dengan kehadirannya yang masih sangat menyebalkan-menawan, membuat Lana terdiam karena pesona yang melekat pada pria itu tak terbantahkan. Meskipun telah berpisah begitu lama, Lana tak bisa menyangkal bahwa Max masih mempengaruhi detak jantungnya dengan cepat.

Lana menyerngitkan mata. Agak pusing kepayang. Tidak bisa menahan diri untuk tidak memperhatikan Max. Matanya terus melirik bahu lebar Max, menelusuri setiap detail yang dikenalinya sejak dulu.

Wajah tampan Max, dengan ekspresi tenang yang tak berubah seiring waktu, membuatnya terhipnotis lagi, meskipun dia berusaha keras untuk menyembunyikan perasaannya. Namun, di balik pesona itu, Lana merasa semakin kesal dengan sikap acuh tak acuh yang ditunjukkan oleh Max.

Max sepertinya tidak peduli dengan kehadirannya, seolah-olah dia tidak ada di sana. Mereka hanya diam, menunggu lift turun dari lantai 20 ke lounge, membiarkan keheningan mengisi ruang di antara mereka. Lana merasa seperti ditelantarkan di dalam lift yang terasa semakin sempit.

OFF THE RACESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang