Rei dan Taruhan

339 30 6
                                    

Zana menunduk merasa bersalah karena sudah menabrak seorang pria seusianya, harusnya tadi dia lebih berhati-hati saat membawa banyak tumpukan buku ke ruang guru, alhasil malah menabrak pria itu.

Siapa yang tak mengenal Rei? Zana juga mengenalnya, walau tak mengenal lebih jauh. Gadis itu hanya sekadar tahu kalau Rei adalah salah satu siswa terkenal dengan kecerdasannya, selain itu juga merupakan siswa tertampan di sekolah. Mungkin, hampir seluruh siswa di sekolah mereka mengagumi Rei.

Nama lengkapnya Reinaldi Reganda, sering disapa Rei. Hanya itu yang Zana tahu dari pria di depannya saat ini.

"Buta lo?" tanya Rei kesal.

Pasalnya, Rei tadi sudah berusaha menghindar agar Zana tak menabraknya, tetapi Zana tetap menabraknya. Selain itu, telur yang Rei pakai untuk praktek di laboratorium siang ini pecah, menimbulkan bau amis di koridor sekolah.

"Maaf, aku gak lihat," ucap Zana penuh penyesalan.

Dia jelas tak bisa menahan beban dari tumpukan buku itu, mengingat tangannya begitu sakit bekas dipukul sapu semalam oleh mamanya. Selain tangannya yang sakit, kakinya juga sakit karena di tendang oleh papanya.

"Maaf apaan, Anjing?! Lo gak lihat telur buat praktek gue pecah?"

Zana menunduk dalam, dia juga mundur selangkah karena tak suka mendengar suara bentakan. Walau sering dibentak, Zana masih cukup takut, bahkan mendengar suara yang keras pun, Zana tetap takut.

"Biar aku ganti, ya? Aku beliin telur yang baru. Aku punya uang lima ribu, aku bawa ini dulu ke ruang guru. Aku janji, aku akan ganti," tutur Zana tanpa henti, tak mau Rei kembali membentaknya.

"Gak usah, gue punya duit banyak buat beli telur," balas Rei.

Wajah pria remaja itu berubah datar, apalagi saat mengingat beberapa menit lagi bel masuk berbunyi, dan dia sebentar lagi akan masuk praktek. Rei sebenarnya tak mempermasalahkan soal telur, tetapi waktu masuk kelas sebentar lagi, dan sama sekali tak ada waktu untuk membeli telur, terlebih lagi itu telur bebek. Dia harus cari di mana telur bebek yang cukup susah untuk dicari?

"Maaf," cicit Zana.

"Sana lo!" usir Rei membuat Zana langsung berlari pelan meninggalkan Rei yang kini kesal.

"Ini pertama kalinya gue liat Zana mau ngobrol sama orang lain selain guru."

Pria yang dipanggil Rei itu mengernyit heran, dia kemudian menoleh pada asal suara, menatap temannya dengan tatapan bertanya. Di belakangnya ada Juna, Vian, juga Dani tengah melihat lurus pada gadis yang tadi menabraknya.

"Kenapa sama dia?" tanya Rei.

"Lo kenal dia gak?" tanya Juna.

Reinaldi Reganda tertawa nyaring, membuat Juna langsung menoyor kepalanya, diikuti oleh Vian dan Dani. Hal itu membuat Rei mendengkus kesal, lalu mendelik tajam pada teman-temannya. Bagi Rei, pertanyaan yang diajukan Juna bukanlah pertanyaan yang penting, Rei juga sama sekali tak memiliki niat untuk mengenal gadis itu apalagi pertemuaan pertamanya dengan gadis itu sama sekali tak menyenangkan, tapi sayangnya seluruh orang di SMA Labstar mengenal gadis itu. Zanahira.

Rei saja yang diidam-idamkan banyak siswi di sekolah dan merupakan salah satu anggota basket tak seterkenal gadis itu, padahal gadis itu terlihat biasa saja. Namun, hal yang membuat gadis itu terkenal karena penampilannya tiap ke sekolah, dengan wajah yang selalu lebam tiap harinya, memakai jaket lusuh yang membuat orang bertanya-tanya akan keadaan gadis itu. Namanya pendek, hanya Zanahira, dia misterius bagi semua orang, tetapi Rei sama sekali tak peduli, selagi gadis itu tak merusak hari-harinya. Namun, hari ini si gadis merusak harinya. Benar-benar menyebalkan.

"Kemarin orang tuanya dipanggil lagi, tapi gak ada yang datang," ungkap Vian membuat Rei kini tertarik dengan cerita soal Zana.

Pria itu membalikkan badannya, hingga menghadap pada teman-temannya.

"Langganan guru BK, tapi bukan buat kesalahan, mungkin karena mukanya sering luka," lanjut Vian membuat Rei semakin tertarik mendengar ceritanya.

"Broken home mungkin, atau orang tuanya sering berantem," timpal Dani.

"Kalau orang tuanya suka berantem, ngapain anak ikut dipukul? Nih orang tua gak seharusnya kayal gitu, jadiin anak sebagai pelampiasan," tutur Juna.

"Lo bertiga tahu dari mana berita kayak gini?" tanya Rei.

"Kelas Vian sama dia kan tetanggaan, paling Vian dengar dari kelas sebelah," jawab Juna.

Rei manggut-manggut mengerti, kemudian melihat pada gadis yang sedang mereka bicarakan memasuki ruang guru. Rei tadi memang melihat wajah lebam milik Zana, dia juga tak begitu memperhatikan sebenarnya karena Zana lebih banyak menunduk. Namun, yang Rei lihat tadi adalah tangan Zana yang diperban dengan sapu tangan. Mata pria itu tak lepas melihat pada ruang guru, membuat Juna yang melihatnya tersenyum sinis.

"Tapi dia cantik, kan?" tanya Juna, meminta persetujuan dari teman-temannya.

Dani berdeham, membenarkan perkataan Juna, lalu bersuara, "Menurut gue sih, dia itu kalau agak berisi sedikit pasti tambah cantik, kulitnya putih pucat kayak gitu."

"Gimana, Rei?" tanya Juna.

"To the point aja, Jun. Berapa?"

Juna seketika tertawa, begitu juga dengan Dani yang langsung mengerti dengan apa yang ditanya oleh Rei. Taruhan. Itu sudah menjadi makanan mereka tiap tahunnya, bersyukurnya tak ada yang sampai mendapatkan karma karena itu.

"Motor impian lo buat gue," ucap Juna seraya menyengir lebaran.

Rei yang mendengar itu menggeram kesal. Sial sekali, harusnya tadi dia tak perlu bertanya jumlah taruhan kalau tak mau motor impiannya yang sudah sangat lama dia impikan itu akan dijadikan bahan taruhan mereka.

"Kalau lo menang, lo boleh minta apa aja sama gue," lanjut Juna.

"Gue juga, lo bisa minta apa aja sama gue," timpal Dani."

"Brengsek lo bertiga!" pekik Vian saat sadar apa yang akan dilakukan ketiga temannya.

"Ikutan gak lo?" tanya Dani.

"Ikutan lah," jawab Vian.

Membuat Juna menendang kaki pria yang munafik itu. Kalau mau ikutan, tinggal bilang saja, kenapa harus mengatai mereka brengsek?

"Lo cuma perlu buat dia jatuh cinta," kata Juna.

Rei tertawa, lalu bertanya, "Lo meragukan kemampuan gue?"

"Rencana lo apa?" tanya Vian.

"Dia baru aja buat masalah sama gue, bakal gue suruh tanggung jawab," jawab Rei membuat ketiga temannya bersorak saat menyadari sisi kebrengsekan Rei mulai keluar.

***

Yahoooo

Ada yang nungguin update Maaf, Aku Menyerah gak nih?

Aku mulai hari ini bakal rajin update, pokoknya siapin tisu kalian.

Jangan lupa tinggalkan jejak yah

Bye bye

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 23 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Maaf, Aku Menyerah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang