05.

33 4 0
                                    


"Bu Alexis, mau langsung pulang, ya?"

Yang ditanya segera mengangguk, jemari lentiknya bergerak untuk membereskan barang-barangnya.

"Jika ada murid yang menanyakan buku mereka, beritahu untuk memilih sesuai kelasnya. Saya pergi dulu, permisi." Ucap Alexis.

Wanita itu tak lupa berpamitan dengan guru yang lain. Segera, ia pergi keluar sekolah, karena kekasihnya itu sudah menunggu disana.

"Michael, kau sudah menunggu lama?" Katanya saat tiba dihadapan kekasihnya.

Lelaki yang dipanggil Michael itu tersenyum lembut, lalu mencium kening kekasihnya itu. "Aku baru saja tiba, sweetie."

"Ayo pulang, matahari cukup terik hari ini." Lanjutnya. Lalu tangannya terulur untuk membuka pintu mobil, mempersilahkan kekasih cantiknya itu masuk.

Alexis dengan senang hati masuk ke mobil. Lalu menunggu kekasihnya itu untuk masuk ke kursi kemudi. Mobil itu melaju dengan kecepatan normal, melewati jalanan yang tak begitu ramai.

Sekitar 15 menit waktu yang dibutuhkan, kini mereka sampai di mansion mewah itu. Sepasang kekasih itu turun dari mobil yang mereka tumpangi.

Saat itu juga, Michael mengerutkan keningnya saat melihat sebuah mobil mewah yang terparkir di sekitar parkiran mansion. Ia berpikir siapa yang datang ke mansion tanpa memberinya kabar terlebih dahulu?

"Milik siapa?" Tanya Alexis. Ia juga sama herannya seperti Michael.

"Aku juga tidak tahu, sweetie. Aku tak mendapatkan kabar apapun tentang seseorang yang datang kemari." Jawab Michael.

Belum sempat Alexis membuka suara, terdengar langkah kaki yang terburu-buru menghampiri mereka.

"Tuan Michael, Nona Alexis. Syukurlah kalian datang lebih awal dari biasanya."

Sepasang kekasih itu semakin heran, melihat salah satu pelayan mereka datang dengan wajah yang panik, terlebih ia datang dengan terburu-buru.

"April, apa yang terjadi?" Tanya Michael dengan tegas.

"Sebaiknya kalian segera masuk ke mansion." Ucap April.

༻༻༻

"Mama, Papa?! Kenapa kalian tiba-tiba datang?!" Ucap Michael dengan terkejut. Ia tak menduga bahwa orang tuanya datang lebih awal.

"Oh, Tuan Muda sudah datang, ya?" Ujar lelaki paruh baya yang duduk di sofa, yang tak lain adalah Papa Michael.

Wanita paruh baya yang duduk disamping suaminya itu tersenyum mengejek. "Kenapa? Sepertinya kau tidak senang dengan kehadiran orang tuamu? Atau kau belum memikirkan untuk menyembunyikan bayi itu dari kami?"

"Maaf menyela ucapan kalian. Tapi, ini bukan seperti yang kalian pikirkan." Ucap Alexis.

"Kenapa, Alexis? Apa kau berniat untuk tidak mengakui anakmu dengan lelaki disampingmu?" Ujar Papa Michael.

"Ma, Pa, percaya pada kami. Bayi itu tiba-tiba diletakkan begitu saja didepan gerbang mansion. Aku tak pernah melakukan hal yang melebihi batas kepada Alexis, aku bersumpah, Ma, Pa." Jelas Michael.

"Saya ikut bersumpah, Tuan Daniel, Nyonya Narumi. Jika yang dikatakan Tuan Muda salah, saya siap untuk dihukum. Karena ia menjadi tanggung jawab saya." Ucap Bibi Rayka dengan menundukkan setengah badannya kepada orang tua Michael.

"Rayka, kau juga..."

"Mama, Papa, Mixella memang bukan anak kandung kami. Atau bahkan kami tak mengetahui darimana asal bayi itu. Tapi, entah mengapa, aku membuat keputusan untuk merawatnya. Kami tahu, pasti ada alasan mengapa bayi itu ditinggalkan, terlebih didepan mansion Michael." Jelas Alexis.

Nyonya Narumi bangkit dari duduknya, lalu berkata "Jika bayi itu anak dari musuh kita, bagaimana? Kita dari keluarga berada, yang pasti tak sedikit orang yang berniat menghancurkan kita dengan segala cara!"

"Ma, bayi itu tak tahu apapun. Ia hanya lahir karena keputusan Tuhan. Tak peduli itu anak musuh atau bukan, tapi kami sudah berjanji akan merawatnya sampai ia dewasa. Melakukan segala cara agar ia terus tersenyum dan tertawa." Jawab Michael dengan tegas.

"Kami mohon, percaya pada kami. Bayi itu lahir tanpa diinginkan oleh kedua pihak, kami tak bisa membiarkannya hidup menderita melawan kejamnya dunia diluar sana." Tambah Alexis.

Tuan Daniel dan Nyonya Narumi sama-sama terdiam, raut wajah mereka masih sama seperti tadi, seakan-akan siap membuat nyawa bayi malang yang tak tahu apa-apa melayang diwaktu itu juga.

Kali ini, Michael dan Alexis pasrah dengan keputusan yang akan keluar dari mulut orang tua Michael itu. Mereka telah mengeluarkan semua pembelaan.

Nyonya Narumi perlahan menghampiri sepasang kekasih itu. Saat tiba dihadapan mereka, Nyonya Narumi mengulurkan kedua tangannya kearah mereka berdua. Michael dan Alexis memejamkan mata, keduanya siap untuk menerima tamparan dari Nyonya Narumi.

Namun bukan sebuah tamparan yang mereka dapat, tetapi sebuah pelukan hangat yang mereka terima. Sepasang kekasih itu membeku, ini diluar perkiraan mereka.

"Bodoh, kalian bodoh. Melakukan hal sembrono seperti ini, kalian tak memikirkan risiko apa yang akan kalian dapat dengan mengambil keputusan ini." Ucap Nyonya Narumi, ia mempererat pelukan itu.

"Anak Mama sudah dewasa, ya? Rasanya, baru kemarin kau menangis meminta mainan. Sekarang sudah berani membuat keputusan dengan wanita pilihannya."

"Alexis, Mama sungguh berterima kasih padamu, Nak. Terima kasih karena sudah membawa Michael ke jalan yang benar. Tanpamu, dia pasti masih suka mabuk dan bermain di arena balap." Lanjutnya.

Manik magenta milik Alexis berkaca-kaca saat mendengar ucapan Nyonya Narumi. Perlahan ia membalas pelukannya, menenggelamkan wajah cantiknya di ceruk leher Nyonya Narumi.

Tuan Daniel juga beranjak menghampiri ketiganya. Lalu mengelus surai Michael dan Alexis dengan lembut.

"Papa harap, kalian mampu menepati janji. Bayi itu akan tetap membutuhkan kasih sayang, terutama dari kalian sebagai orang tuanya sekarang." Ucap Tuan Daniel.

"Mama, Papa, terima kasih. Kami akan menepati itu semua." Ucap Michael, lalu tersenyum tulus.

"Kalian harus secepatnya menikah, agar hal ini tak menimbulkan rumor buruk terhadap kalian." Kata Tuan Daniel.

Michael mengangguk, "Secepatnya, saat orang tua Alexis berkunjung kemari."

Disisi lain, ada wanita paruh baya yang menatap keharmonisan keluarga itu dengan perasaan lega. Tak ada lagi yang perlu di khawatirkan tentang kehadiran seorang bayi. Juga, seorang pelayan wanita yang menghampiri kepala pelayan itu, dengan tatapan bahagia.

"Bibi... Mereka berhasil, kan?" Ujar April ketika ia tiba disamping Bibi Rayka.

Wanita paruh baya itu tersenyum tipis, lalu menarik April ke dekapannya. "Tentu, mereka berhasil. Usaha mereka tak berakhir sia-sia, April."

"Mereka akan tetap bersama kan, Bi?"

Bibi Rayka mengelus surai Hitam pekat milik April, "Tentu, cinta akan terus menyatukan mereka. Itulah gunanya mencari cinta yang setara, April."

༻༻༻

Sampai jumpa di chapter selanjutnya~

True Love [ kainess ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang