11

188 24 43
                                    

Yeorin.

Aku terkikik. “Ini bukan tentang minuman bodoh itu, Jimin.”

“Kalau begitu, demi Tuhan, tentang apa ini? Berbicaralah yang jelas."

“Aku ingin kau berhenti bersikap defensif terhadapku.”

“Aku tidak.”

"Itu benar," bisikku sambil memegang tangannya di tanganku.

“Kau juga.”

“Aku tahu, karena aku merasa kau akan berjalan menginjak-injakku jika tidak.”

Alisnya berkerut. “Aku tidak akan pernah menginjak-injakmu.”

“Tidak dengan sengaja.”

Dia mengatupkan rahangnya, dan aku tahu memang seperti itu.

“Aku hanya ingin pria yang ku temui di pesawat. Orang yang membiarkan pergi sendiri.”

Matanya menatap mataku. “Aku tidak tahu bagaimana menjadi pria waktu itu, Yeorin. Itu adalah bagian kecil dari kepribadian ku.”

“Kalau begitu simpan saja bagian kecil itu untukku,” aku menarik napas.

Senyuman lembut terlihat di wajahnya saat dia memperhatikanku, dan dia menyesap minumannya.

“Apa bagusnya pria di atas itu pesawat?”

“Dia membuatku tertawa.” Aku tersenyum ketika aku mengingatnya. "Dan dia memberiku seks terbaik dalam hidupku.”

“Sepanjang hidupmu?”

"Oeh."

Dia tersenyum, senang dengan dirinya sendiri.

“Jadi, apakah kita punya kesepakatan?” Aku bertanya.

"Biar ku luruskan — kau ingin melakukan hubungan FWB tetapi hanya dengan satu sama lain?"

"Ya."

“Apa yang terjadi jika aku sedang bekerja sepanjang waktu atau sedang bepergian dan kau keluar dan. . .” Suaranya menghilang.

“Kalau begitu aku akan meneleponmu dan memberitahumu bahwa aku membutuhkanmu.”

Matanya menatap mataku.

“Dan kau akan membicarakannya denganku melalui telepon, atau aku akan menunggu sampai kau pulang.”

Dia menggosokkan ibu jarinya ke bibir bawahnya sambil mendengarkan, seolah terpesona.

“Aku tidak ingin berhubungan seks dengan orang lain, Jimin. Aku bukan gadis seperti itu. Kau adalah satu-satunya one-night stand yang pernah ku alami.”

Dia meremas tanganku, senang dengan jawaban itu.

“Aku telah berhubungan seks dengan empat orang sepanjang hidup ku, dan kau salah satunya.”

Dia bersandar ke tangannya dan tersenyum melamun ke arahku.

"Apa?"

“Tahukah kau seberapa sering aku berpikir untuk menidurimu?”

Aku terkikik, terkejut dengan pernyataan itu. "Seberapa sering?"

“Sepanjang waktu. Aku seperti anak berusia delapan belas tahun yang terpesona.”

“Kau tidak akan mengetahuinya.”

"Mengapa?"

“Kau bertingkah seolah kau membenciku sepanjang minggu. Kau bisa menjadi begitu dingin ketika kau menginginkannya.”

My Possessive BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang