Another life

214 34 4
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ᥫ In another life, I would be your girl ᭡

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


ᥫ In another life, I would be your girl ᭡
...

..

Hari itu.. hujan turun lebih deras dari yang Ian perkirakan, pagi ini ia memilih untuk menganggapnya remeh dan keluar tanpa membawa payung.

Sialnya, pekerjaannya telah berakhir dan dia terjebak disini. Di depan kantornya dan berharap hujan reda lebih cepat. Omong kosong, sampai detik ini pun dia masih memperhatikan semua teman-teman nya yang satu persatu meninggalkan gedung. Dan dia masih setia disana.

"Yakin ngga mau bareng ?"

"Ngga, makasih. Kita ngga satu arah juga."

"Tapi-"

"Duluan aja Yud, gue aman disini."

"Oke, duluan kalau gitu."

Itu yang terakhir, Ian sendirian sekarang setelah menolak rekan kerja nya.

Ian bahkan tidak tau berapa lama waktu yang ia gunakan untuk melamun, tidak ada yang bisa di lakukan karena ponsel nya pun mati total. Namun diantara kalimat yang ia keluarkan untuk merutuki dirinya sendiri, pandangan Ian jatuh pada seorang gadis bersurai blonde tengah berjalan di antara kerumunan manusia. Sang pemilik payung berwarna hitam itu mampu untuk membuat seluruh sendi di dalam tubuh Ian mendadak kaku.

Jantungnya berdetak kencang, ini bukan jatuh cinta atau semacamnya. Ian hanya terpaku, menatap lurus ke depan. Diam menatap gadis yang terlihat kebingungan itu, mengeratkan cengkraman nya pada mantel coklat yang menyelimuti tubuh kurusnya.

Tanpa sadar, membawa kedua kakinya untuk melangkah. Keluar dari zona aman dan membiarkan seluruh tubuhnya terguyur oleh hujan. Ian tidak peduli bagaimana kemeja nya jadi basah kuyup sekarang, seolah enggan meninggalkan punggung gadis yang berjarak cukup jauh darinya itu.

Langkahnya yang lamban, cukup selaras dengan gadis di hadapannya. Dia cukup tinggi tapi tidak lebih tinggi dari Ian, rambut blonde nya yang mencolok dan memudahkan Ian untuk terus mengikutinya diantara kerumunan.

"Halo ? Kakak dimana ?"

Gadis itu tampaknya tengah menghubungi seseorang, melihat kepalanya yang menoleh kesana kemari. Cukup mudah untuknya menyimpulkan jika ia tengah menunggu seseorang diantara derasnya hujan.

Ngomong-ngomong.. suaranya halus sekali.

"Telur gulungnya mau berapa ?"

"10 tusuk, boleh ?"

"Emang cukup segitu ?"

"Iya, segitu aja udah banyak."

Ian menghentikan langkahnya, percakapan aneh tiba-tiba lewat begitu saja. Keningnya berkerut, Ian yakin tidak pernah sekalipun terlibat percakapan seperti itu sebelumnya.

"Renee."

"Kak Aril."

"Kenapa nekat terobos hujan ?"

"Soalnya aku tau kakak pasti lebih suka nunggu di sini."

Ian kembali fokus, entah sejak kapan gadis itu sudah menghampiri pria yang tengah menunggu nya di halte sambil berteduh.

Sekarang Ian bisa melihatnya dengan jelas, senyum gadis itu. Manis sekali. Sepasang kekasih yang Ian ketahui bernama Aril dan Renee.

"Bus nya tidak beroperasi di cuaca seperti ini, kakak tau itu kan ?"

"Iya, tapi itu bukan alasan kamu untuk berkeliaran di tengah hujan begini."

"Ah, kakak mau marah juga percuma. Aku kan sudah disini."

Pria itu tertawa, menarik Renee lebih dekat dan mengusap pucuk kepalanya dengan lembut. Keduanya terlihat bahagia, Ian melihat semuanya dari jarak yang tidak terlalu jauh.

"Mau tunggu sebentar ? Hujannya masih terlalu deras."

"Tunggu 10 menit lagi ya ? Hujannya masih deras."

Ian menelan ludahnya, berdiri diantara derasnya hujan dengan beberapa ingatan aneh yang menyerangnya. Tidak ada yang memperhatikan Ian, semuanya sibuk mengamankan diri mereka masing-masing.

"Kak, hujannya.."

"Oh, mau pulang sekarang ?"

"Iya, nanti keburu deras lagi."

"Kakak antar kamu pulang dulu, pakai jaketnya."

"Dipakai jaketnya ya."

"Kamu gimana ?"

"Gampang, kamu aja yang pakai."

Aril menatap gadisnya dengan senyum tipis, mengeratkan jaket yang ia berikan pada Renee dan mengusap pucuk kepalanya penuh kasih sayang. Mengulurkan tangan kanan nya untuk di genggam seerat mungkin oleh Renee.

Keduanya tertawa riang dibawah rintikan hujan, Aril yang bertugas memegang payung yang sebelumnya Renee bawa.

Sebelum itu.. Ian yakin sekali, gadis itu menoleh ke arahnya. Tidak begitu lama, tapi rasanya tidak asing. Sepasang mata indah yang sepertinya pernah dia pandangi entah dimana, Ian merasa mengenali sosok bernama Renee itu.

Ian masih memandangi punggung keduanya, sebelum akhirnya ia menyerah dan berbalik memunggungi. Setiap langkahnya.. Ian kembali di ingatkan oleh potongan kecil yang asing, namun tidak menyakitkan.

Rasanya... Ian ingin bertemu dengan gadis bernama Renee itu, sekali lagi.
'
'
'
'
'
'
𝑰𝒕'𝒔 𝒎𝒆 .. 𝑹𝒐𝒔𝒆!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 20 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

It's Me .. Rosé V2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang