CHAP - VII

25 5 0
                                    

Published by RehanPutrahendra

***

Benar,patung.

Dua hari lalu aku berfikir jika Kenzo sialan ini mencuri patung milik Ayah Daffa. Lebih tepatnya milik negara. Patung berbentuk kuda berkepala manusia itu di mata ku memang tidak ada harganya. Namun,entah mengapa patung itu seperti mutiara emas di mata Ayah Daffa. Aku menahan mati-matian agar tidak memaki habis-habisan Kenzo alis tubuh ku saat ini. Si berengsek ini membuat ku semakin frustrasi setengah mati. Pikiran ku selalu ingin berjalan normal,tapi entah mengapa masalah selalu datang.

"Bajingan itu akan kubunuh jika kembali" aku bergumam lirih menatap wajah Kenzo di kaca besar kamar tidur.

Wajah tampan dengan guratan kasar di lehernya. Mungkin pria ini hampir mati karena macam - macam.

Kenapa kau tidak mati saja sialan!

Aku tidak bisa berfikir jernih memilih untuk turun ke lantai bawah. Di sana masih ku lihat Carlos yang asik dengan rokok kesayangannya. Setelah debat tak tentu arah dengannya beberapa jam yang lalu. Kini kami berperilaku seperti biasa. Ia kembali berbuat ulah dengan bersiul dan melangkah ke arah ku. "Lihat berita hari ini deh"

Carlos memberikan ponselnya tapi aku menepis perlahan dan kembali berjalan. Dia tidak menyerah malah semakin parah. Pria itu membaca dengan keras saat duduk di meja makan.

"Berita hari ini,di kabarkan anak angkat dari Daffa Alexan sadar dari komanya"

Acara menuang air ku sedetik kemudian berhenti. Aku berbalik menatap Carlos sebelum merebut paksa ponselnya. "Eh sialan,jangan merebut ponsel orang sembarangan!"

Aku mengabaikan Carlos yang terlihat kesal namun tidak merebut ponselnya dari ku. Netra ku bergulir membaca setiap kata yang tertera pada benda pipih itu. Ponsel Carlos ku lembar membuat pria itu sigap menangkap. "Woi!" Carlos berteriak dan bergumam dengan kata-kata mutiara.

Itu tidak mungkin Arkana yang sadar,nyatanya aku masih bernafas di tubuh Kenzo. Bahkan saat ini aku masih mendengar suara Carlos yang memaki ku.

"Sudah pinjam harusnya lo terimakasih bukan membuang benda tersayangku ini" dia memeluk ponselnya dengan posesif.

Aku hanya bisa meliriknya sekilas. Lagi pula jika dia ingin dia bisa membeli ponsel untuk di sumbangkan. Nyatanya dia malah memilih ponsel burik itu dari pada menangisi nasibnya.

"Tidak apa-apa sayang" Carlos kembali bergumam membawa ponselnya kembali ke sofa. Pria medit itu memang banyak tingkah dan bicara.

"Lagi pula bisa beli baru jika ponsel lo rusak"

Telinga ku mendengar dia berdecih dengan gumaman sebagai tambahan pemanis.

"Memangnya murah?"

Pria medit,pelit,sok irit. Kata-kata itu jelas tak keluar dari bibirku. Namun,aku kembali berfikir mana mungkin Ayah Daffa memberitakan bahwa Arkana sadar dari koma. Jelas jika informasi itu bocor akan banyak musuh yang semakin ingin membunuh tubuh tampan ku itu.

***

Universitas Galaxy sekarang benar-benar heboh. Karna nyatanya setelah berita dua minggu yang lalu tentang sadarnya Arkana,sekarang dengan kacamata bulat di hidung ku ini. Aku bisa melihat tubuhku berdiri kokoh di depan kelas dengan sok jagoan.

Ini bukan Arkana woi!! Arkana itu aku!!! Akuu!!!

Rasanya aku ingin berteriak di depan kelas saat Arkana duduk dengan gaya badboy. Rambut yang dulu ku tata ke samping sekarang jelas berbeda. Tatapan kami seulas bertemu. Benar dugaan ku. Dia menatapku seperti mengintimidasi. Wajahnya terlihat santai namun mata pria itu menyala seakan mengintai musuh. Dugaanku benar dia Kenzo.

"Ken__" dia berhenti berbicara saat menatapku dengan lensa hitam ku itu.

"Oh si culun ini,kok lo kenal sih, Ar? Dia anak baru loh" salah satu mahasiswi di kelas ku menyaut. Siapa lagi jika bukan cewek yang mencaci maki ku waktu pertama kali ku masuk kelas dia Rosella.

Telingaku tidak terlalu menggubris ucapan gadis berambut pirang itu. Kini yang ku pikirkan siapa yang ada di tubuhku.

***

Aku melangkah perlahan-lahan menuruni tangga. Tetapi suara di belakang ku membuat tubuh ini berbalik. Di sana aku melihat Arkana sedang berjalan dengan tas ransel di salah satu pundaknya. Ia mendekat hingga sampai di hadapanku. Mata hitam itu menatapku dengan tatapan penuh intimidasi.

"Benar,Ken?" Arkana berbicara. Matanya tak luput dari mataku. Bahkan kali ini dia merogoh saku celananya dengan tenang.

"Kenzo buronan?"

Kata lanjutan dari bibirnya membuat tubuh ini seketika mematung. Dia terlihat menunjukan kartu identitas yang memang jelas identitas ku. Maksudku identitas Kenzo Cakra Buana. Dari mana dia mendapatkannya?

"Sebaiknya tidak berbicara di sini" ucapnya. Dia melangkah seakan menyuruhku untuk mengikutinya. Langkahku berlanjut hingga kami berada di belakang universitas. Arkana menatapku sejenak tidak dia Kenzo Cakra Buana pria yang ingin ku bunuh karena ulahnya. Kenzo senyum yang menjengkelkan saat bersandar di dinding.

"Jack,dia pria yang memalsukan identitas mu. Tapi tenang saja,di sini Kenzo Cakra Buana yang asli ada di hadapanmu"

Kenzo tertawa suram saat dia kembali menatapku. Wajahku ternyata lebih membuatku kesal dari pada menatap wajah asli Kenzo.

"Gara-gara kau aku yang harus berhadapan dengan malaikat maut!"

Aku membuka suara menatapnya dengan cibiran. Memang dia asli Kenzo tapi buat apa jika wajahnya adalah wajahku. Tentu saja Ayah Daffa tetap membiarkanku tetap hidup. Dia tidak mungkin percaya dengan apa kejadian di luar nalar ini. Ayah Daffa itu pria yang berpendirian dan dia hidup dalam bayang-bayang suram kehidupan. Tidak mungkin ia mempercayai tahayul,pria tua itu pasti akan membunuhku jika aku tetap stay di tubuh Kenzo.

"Ya,aku tahu. Tapi bukan itu yang ku maksu,nak." Dia menatapku sejenak sebelum menarik tanganku untuk bersembunyi.

"Ada yang menguping" dia berbisik sebelum kami bersembunyi tak jauh dari sana. Mataku menatap dari kejauhan siluet tubuh mahasiswa. Tidak lama siluet itu semakin jelas dan aku bisa menebak dia Bastian! Bastian!? kenapa laki-laki itu di sini?

"Kau ingin tahu siapa yang mendorongmu dari tanggakan?" Aku kembali melirik Arkana lebih tepatnya Kenzo yang asli. Dia terlihat tahu niat dan pikiran ku.

"Aku bisa membantu,tapi bantu aku dalam misi" Kenzo bersuara terlihat serius dengan ucapannya. Tapi dia kembali diam mengamati Bastian yang sibuk menatap ke kanan dan ke kiri seperti mencari seseorang.

"Jangan gila" aku bergumam. Mana mungkin aku bisa melawan dan terus menyamar menjadi Ken selama masa hidup ku. Aku bahkan tidak yakin jika hari esok aku akan bisa menghirup udara segar. Cepat atau lambat Daffa pasti akan membunuhku tanpa tahu kebenaran.

Hidup ku saat ini seperti dilanda kebingungan,di sisi lain menyembunyikan identitas dan di sisi lainnya mempertaruhkan nyawa sendiri demi misi.

"Bukankah kita saling menguntungkan?"

Aku berdecih mendengar suara Kenzo. Menguntungkan? Memang menguntungkan tapi nyawaku sendiri yang jadi taruhan.

Ayolah jangan becanda.

Kami hanya diam saat Bastian masih ada tak jauh dari sini. Sungguh apa aku bisa mencurigai pria tak jelas itu?

DetectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang