𝟢𝟣

127 9 0
                                    

   Sunwoo mempercayai teori bahwa orang yang tidak mencintai dirinya sendiri itu tidak bisa berada dalam hubungan percintaan. Karena pada dasarnya, siapa juga yang bisa mencintai orang lain kalau mencintai diri sendiri saja tidak bisa? Sunwoo sudah biasa, lagipula, untuk tidak merasakan apa-apa selagi membenci dirinya sendiri secara totalitas.

Dipikirkan dari segi apapun, tidak masuk akal. Walaupun sempat beberapa kali mencoba untuk berkencan, Sunwoo rasa memang keputusan paling benar adalah membiarkan orang yang tidak bisa menyayangi diri sendiri seperti Sunwoo sendiri.

  Karena itulah, Sunwoo tidak pernah berharap banyak mengenai romansa. Sunwoo rasa jadi pendengar mengenai hubungan kakak-kakaknya saja sudah cukup— Chanhee dan Changmin selalu punya cerita menarik— pun punya satu sahabat yang kenal Sunwoo sampai tulang seperti Eric— yang mengetahui bahkan sampai akar masalah di kehidupan Sunwoo— saja sudah cukup. Sunwoo tidak merasa punya kepentingan untuk hal lain.

  Baiklah, mungkin ajakan untuk membuat satu lingkaran pertemanan baru itu tidak terlalu buruk. Sunwoo pulang dari sekolah untuk menemui sepuluh orang lainnya—termasuk Eric, kak Chanhee dan kak Changmin— kemudian mereka bersebelas menjadi anak lelaki biasa yang bertanding basket atau sepak bola, atau sekedar duduk bersama dan berbagi cerita di taman. Bagi Sunwoo, yang begitu sudah cukup.

“Kemarin menggambar lagi ya, Sunwoo? Sudah diobati?” kala ditanya mengenai kondisi badannya lagi, Sunwoo bersyukur yang mengetahui mengenai sisi lain kehidupannya hanyalah Eric. Sunwoo tidak terbayang bagaimana berbedanya respon sepuluh orang yang lain jika mereka tahu.

   “Sudah. Tidak parah, lagi pula. Tidak perlu terlalu dipusingkan” dengan tidak acuh Sunwoo menanggapi, dan Eric melayangkan pukulannya pada kepala Sunwoo. “Kepalamu itu tidak perlu pusing! Bagaimana kalau suatu hari tidak sengaja kau melukai dirimu terlalu parah dan tidak ada yang membantu? Apa kepalamu itu sempat berpikir mengenai itu?!”

  Ditahannya jawaban bahwa Sunwoo tidak pernah keberatan jika benar terjadi. Bagaimanapun juga, Sunwoo sedikit banyak paham kenapa Eric begitu khawatir. Mungkin, ada rasa tanggungjawab yang sebenarnya tidak perlu juga ditanggung menurut Sunwoo, tetapi Eric berinisiatif sendiri. Ya sudahlah,  Sunwoo tidak punya banyak pilihan juga, kan?

  “Iya, Eric.” singkat Sunwoo menjawab kemudian Eric kembali diam walaupun matanya tak lepas melirik pada goretan di pergelangan tangan Sunwoo yang malu-malu menampakkan diri tiap kali lengan bajunya tersingkap.

  “ERIC!! SUNWOO!!” lalu ketika teriakan sapaan dari kumpulan kakak-kakak yang entah pulang bekerja atau kampus itu terdengar, pembicaraan singkat mereka seolah tidak pernah terjadi. Keduanya bergabung ke kerumunan mereka dan kembali beraktifitas seolah tidak ada yang terjadi.

Sunwoo sudah bilang, kan. Sudah biasa. Bahkan ketika lukanya kembali terbuka setelah bermain, Sunwoo tidak merasakan sakit lagi. Hanya sedikit berdarah, lagi pula. Tidak pernah parah, jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Luka yang berada ditorehkannya sendiri tidak perlu terlalu dikhawatirkan, sebenarnya. Sunwoo lebih khawatir terlambat mengatasi luka yang ada di dalam dirinya.



  Karena kalau sudah terlambat, siapa yang sempat menyelamatkan? Bagus kalau segera meninggal. Tetapi, kalau berakhir cacat, bagaimana? Sunwoo lebih takut gagal untuk mati, daripada kematian itu sendiri, sebenarnya. Tetapi, lagi, siapa memang yang sempat menyelamatkannya dari dirinya sendiri?







   Kalau ditanyai mengenai orang-orang di grup pertemanan mereka, sebenarnya Sunwoo tidak banyak mengingat. Mungkin hanya sekilas saja, kalau di luar pengetahuannya mengenai si Kembar kak Chanhee-Changmin dan Eric.

• 𝑻𝒉𝒆 𝑫𝒓𝒐𝒘𝒏𝒊𝒏𝒈 𝑺𝒘𝒊𝒎𝒎𝒆𝒓 • Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang