𝟢𝟤

36 3 2
                                    

   Younghoon itu, jika bisa Sunwoo jelaskan, sebenarnya tidak jauh berbeda dari tokoh fiksi yang ingin dikencaninya dari dulu. Mulai dari perawakan tinggi, sampai sifatnya yang compatible bertolak belakang dengan kepribadian nyentrik Sunwoo tetapi pengertian, Younghoon itu seolah baru saja keluar dari buku fiksi yang dibacanya sembari berdebar-debar sendiri.

“Kecilkuu! Bagaimana hari ini?” malam ini pun sama, Younghoon masih membuatnya merasa berdebar-debar. Kalau dahulu Sunwoo benci sekali mengingat ulang mengenai bagaimana harinya berjalan, eksistensi Younghoon seolah membuat Sunwoo termotivasi untuk mensyukuri hal baik dan melepaskan lelah dari hal buruk yang terjadi hari ini.

Dan lagi, Sunwoo suka sekali dapat pet name menggemaskan begitu; kecilku. Sunwoo merasa kalau dirinya bisa selalu bersembunyi di pelukan Younghoon.

“Sedikit sulit, tetapi aku bisa melewatinya dengan baik kok, kak. Rasanya aneh, aku sudah hampir melepas  masaku sebagai remaja anak sekolah ya ternyata? Rasanya seram ...,” sembari menerawang, Sunwoo menjawab. Dan di ujung sana Younghoon berdehem paham.

Tentu saja Younghoon lebih paham, kan? Walaupun mungkin jarak umur mereka tidak terlalu jauh, tetapi Sunwoo rasanya akan tenang kalau tahu ada orang lain yang mengalami hal yang dialaminya sekarang.

  “Tidak perlu terlalu khawatir sih, tapi. Kamu akan baik-baik saja. Aku dulu juga pernah takut, Sunwoo. Tapi, lihat sekarang. Aku mendadak jadi orang dewasa yang punya kewajiban. Tidak jauh berbeda kan, tapi? Sekarang juga kecilku punya kewajiban. Tidak jauh berbeda, kok.” lagi, Younghoon seolah punya tombol khusus untuk menghentikan invasi dari air yang hampir menenggelamkannya. Sunwoo merasa bisa bernapas lagi.

  Setelah ucapan terima kasih dan pertukaran kabar mengenai bagaimana hari ini dengan Younghoon, malam itu Sunwoo tidur nyenyak. Sebelumnya, Sunwoo selalu mengabaikan tidur karena terbangun dari tidur itu menyebalkan. Tetapi, dengan adanya Younghoon, Sunwoo merasa tidur itu tidak sepenuhnya buruk.

Sunwoo beristirahat dengan baik, lalu harinya di esok hari terasa lebih mudah untuk dijalankan karena malam harinya Sunwoo benar-benar beristirahat.

Sunwoo tidak menyesali menyetujui permintaan Younghoon kemarin sedikit pun. If there’s anything, that would be a grateful feeling of being loved.







  Sunwoo sudah lupa mengenai kapan pertama kali terjadinya. Tetapi, sekarang, dalam ingatannya makan itu adalah hal paling menyeramkan untuk dilakukan ketika sedang dalam keadaan di bawah stress begini. 

Karena ketika dalam tekanan begini, entah kenapa perutnya menolak segala hal untuk dimakan, dan Sunwoo berakhir mual seharian.

  Membalas pesan dari Younghoon pun rasanya sedikit sulit, Sunwoo lebih banyak diam dari pada biasanya ketika lelaki tinggi itu mengajaknya berkencan. Ketika ditawari makan, dengan mudahnya Sunwoo mengatakan dirinya tidak lapar. Sunwoo kesulitan, lagi.

“Hey, ayo makan?” dan Younghoon, diberkatilah si Tinggi satu itu, selalu sabar dengan Sunwoo. Karena entah bagaimana caranya, Younghoon selalu menemukan solusi untuk segala kesulitan Sunwoo.

Ketika mendengar isu kesulitan Sunwoo untuk tidur di malam hari, dengan mudah Younghoon selalu menyempatkan diri untuk mengecek mengenai sudahkah pacarnya yang kesulitan tidur itu terlelap. Kalau belum, Younghoon akan mengajaknya mengobrol sampai dengkuran halus terdengar dari telepon. Terkadang juga, Younghoon akan dengan baik hati menginap di tempat Sunwoo dan memeluknya hingga lelap tertidur.

Itu belum semuanya, tentu saja. Selain kantung matanya yang tidak lagi terlihat tebal, Younghoon yang mulai mengetahui hubungan buruk Sunwoo dengan makanan pun sekarang lebih gencar lagi untuk membuat Sunwoo memperbaiki hubungannya dengan makanan.

“Tidak nafsu ... mual ...,” sembari mengerucutkan bibir, Sunwoo mengeluh. Sekali lagi, diberkatilah Younghoon dan kesabarannya, lelaki itu hanya menghela napas sebentar kemudian tersenyum lagi sembari menangkup pipi Sunwoo dan diarahkannya agar menatap matanya.

  “Sedikit dulu ... dicoba, oke?” tawarnya dengan lembut, dan Sunwoo merasa tidak bisa menolak dan hanya mengangguk setuju setelahnya. Kemudian dengan senyum senang Younghoon menyiapkan beberapa makanan ringan untuk dicoba sebelum nanti bertahap dibuatnya Sunwoo memakan makanan penuh dengan karbohidrat dan sebagainya.

  Kalau kata Younghoon; asal perlahan, tetapi pasti. Younghoon seolah punya seluruh waktu di dunia untuk menunggu Sunwoo benar-benar siap.

Younghoon selalu sabar, seolah tidak ada yang bisa membuatnya marah. Bahkan ketika kemudian mengetahui asal dari garis-garis di pergelangan Sunwoo pun lelaki itu hanya mengelus bekasnya dengan lembut, lantas berkata dengan halus, “Kalau merasa mau melakukan ini lagi, hubungi kakak, oke?”

Sunwoo tidak tahu bagaimana menghubungi seseorang akan mengubah sesuatu. Tetapi, nyatanya, ketika malam itu dirinya kembali merasakan keinginan untuk menorehkan garis di kulitnya, Younghoon yang datang, menggenggam kuat tangannya dan memeluknya erat berhasil membuatnya tidak lagi menciptakan luka baru di atas bekas luka yang baru sembuh.

  Sebelumnya tidak pernah, Sunwoo pasrah saja kalau ada luka baru lagi di lengannya. Baru kali ini, Sunwoo tahu kalau ternyata dirinya bisa dibantu juga.


  Jika sebelumnya Sunwoo seolah tengah tenggelam sendirian, kini rasanya ada sepasang tangan yang menuntun Sunwoo untuk berenang ke atas, menjauh dari air dingin yang menenggelamkannya.








  Tidak berhenti di kebiasaan hidup yang perlahan diperbaiki olehnya, Younghoon bisa melakukan lebih dari sekedar itu.

  “Hey, tidak apa-apa. Pelan-pelan, Sunwoo. Semua akan baik-baik saja. Tetap bernapas, oke? Pelan-pelan, begini,” suaranya halus, pelukannya hangat. Younghoon, saat ini terasa seperti jangkar yang dengan kuat membuatnya bertahan di tengah serangan ombak.

  Sunwoo tidak asing dengan serangan panik. Sama sekali tidak, justru Sunwoo sudah terbiasa mendadak sampai kehilangan kesadaran dan merasa akan mati karena seolah lupa bagaimana cara bernapas. Rasanya tenggelam, sepenuhnya tenggelam tanpa bisa mengendalikan apapun.

Biasanya, Sunwoo menghadapinya sendiri. Sunwoo mengenali gejala awal dari telinganya yang berdenging berisik, lalu mendadak tidak ada apa-apa lagi yang bisa dirasakannya selain arus air yang dingin menenggelamkannya ke dasar.

Terkadang, Sunwoo berusaha melawannya. Tetapi, di kebanyakan waktu, Sunwoo hanya diam membiarkan airnya benar-benar menenggelamkannya tanpa perlawanan. Bagaimanapun, dengan Younghoon berbeda.

  “Pelan-pelan, Sunwoo. Kamu bisa.” suaranya yang lembut itu entah kenapa bisa menjadi satu-satunya hal yang bisa didengar Sunwoo. Sebelumnya, Sunwoo tidak pernah melawan dan membiarkan dadanya benar-benar sesak hingga pingsan sendiri kehabisan napas. Tetapi, kini seolah ada tangan yang meraihnya di antara gelapnya air yang menyeliputi pandangan Sunwoo.

  Untuk pertama kalinya, Sunwoo berenang. Sunwoo tidak lagi tenggelam, walaupun setelah berhasil melihat daratan kehabisan tenaga, hari ini Sunwoo tidak mengalah untuk ditenggelamkan.

“Hey, bagaimana? Sudah lebih baik?” dengan sabar Younghoon bertanya, tidak lupa mengelus lembut pucuk surai Sunwoo dengan lembut. Sunwoo hanya berdehem, mengangguk lemah sembari mengusalkan kepalanya ke dada Younghoon.

”Kerja bagus, Sunwoo. Kamu melakukannya dengan baik.” bisik Younghoon ke telinga Sunwoo sebelum kemudian gelap menuju alam mimpi menyambut Sunwoo dengan ramah. Kali ini tidak lagi karena kehabisan napas, Sunwoo berhasil melalui serangan panik itu dengan baik.

Rasanya aman, Sunwoo tidak lagi ketakutan sendiri.

Itu pertama kali, dan walaupun Sunwoo malu untuk mengakuinya, mungkin tidak akan jadi kali terakhir Younghoon membantunya seperti ini. Sunwoo akan berusaha berenang di tengah air gelap yang menenggelamkannya ini, dengan bantuan Younghoon, tentu saja.

• 𝑻𝒉𝒆 𝑫𝒓𝒐𝒘𝒏𝒊𝒏𝒈 𝑺𝒘𝒊𝒎𝒎𝒆𝒓 • Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang