𝟢𝟥

28 3 0
                                    

   Sunwoo tahu, sejak awal, bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk menghancurkan orang lain. Semua orang begitu, kalau kata Eric. Tetapi, bagi Sunwoo yang sudah profesional perkara membenci diri sendiri, menurutnya segalanya lebih sering hancur ketika berhadapan dengannya dibandingkan orang normal.

  Hubungan romansa Sunwoo, tidak pernah berjalan lama. Paling lama pun karena Sunwoo pernah punya ego dan merusak dirinya sendiri untuk bertahan dengan rasa sakit sebab takut melepaskan. Bisa dibilang, hubungan Sunwoo dengan Younghoon saat ini benar-benar baru. Tetapi, ketika Sunwoo merasakan rasa putus asa akan kehidupan itu kembali,  rasa takutnya lebih besar dari pada apapun di dunia.

Karena itu ....

“Kak, bagaimana kalau kita putus dan selesai sampai di sini?” Sunwoo memutuskan untuk mengakhirinya. Dan Younghoon terkejut, tentu saja. Sunwoo mengerti, sih. Untuk orang yang terbiasa bertahan di segala kondisi hingga kondisinya tidak bisa diperbaiki lagi, jelas untuk Younghoon perkataan Sunwoo itu tidak masuk akal.

  “Kenapa? Ada kah sesuatu yang kakak perbuat dan membuatmu tidak nyaman, kah?” dengan bingung Younghoon bertanya, dan Sunwoo paham, tentu saja.

“Tidak pernah tentang kakak, kok. Aku ..., yang bermasalah adalah aku. Aku lelah sekali, dan rasanya tidak adil kalau kakak harus mencintai orang yang lelah seperti ini.” Sunwoo berucap jujur, matanya nampak kosong dan mungkin— itu yang membuat Younghoon semakin ragu untuk meninggalkan Sunwoo. Karena itulah, Younghoon menggeleng.

  “Tidak bisa, Sunwoo. Kakak tidak mungkin bisa dengan mudah begitu saja setuju. Atau ... mungkin, kalau membuatmu merasa lebih baik, kita tidak apa-apa berakhir, tetapi tolong beritahu kakak kalau kau akan baik-baik saja, ya? Boleh, kan?” ucap Younghoon mati-matian berusaha membuat Sunwoo setuju untuk setidaknya membiarkan Younghoon tetap di sisinya, digenggamnya erat lengan Sunwoo supaya tidak bisa pergi.

  “Aku tidak tahu ... mungkin.” dengan singkat dan dingin Sunwoo menjawab, lalu setelah melepaskan genggaman Younghoon dari lengannya, Sunwoo melanjutkan dengan tidak kalah dingin. “Hanya, jangan terlalu berekspetasi, kak.” Setelahnya, dilangkahkan kakinya pergi, dan Younghoon tidak lagi mengejarnya.

Setidaknya, terluka lebih awal lebih baik untuk Younghoon daripada terluka nanti, kan? Sunwoo sudah terlalu jauh tenggelam, lagi pula. Rasanya, sia-sia untuk Younghoon berusaha terlalu keras untuk membantu ketika Sunwoo saja tidak bisa dibantu.







  Setelahnya, Sunwoo menjauhi semua orang. Pintu rumahnya terkunci rapat, Sunwoo membiarkan air kembali memenuhi pandangannya, lalu tenggelam.

Berusaha berenang tidak ada gunanya, ternyata.

Hari-hari berlalu begitu saja, Sunwoo selalu merasa kematian terasa dekat dan jauh di saat yang bersamaan. Kehidupan setelah melepaskan masa sekolah bisa seberat ini ya, ternyata? Younghoon berbohong, ternyata. Katanya Sunwoo akan baik-baik saja, nyatanya sudah kali ketiga ini dilihatnya pergelangan tangannya kembali dipenuhi dengan goretan frustasi. Sunwoo benar-benar jauh dari kata baik-baik saja.

Sunwoo lupa kapan terakhir kali makan, dan juga lupa kapan terakhir kali benar-benar berbincang dengan temannya tanpa berkata bahwa waktunya sudah dekat.

Jawabannya sudah jelas, padahal. Tuhan tidak menyukai Sunwoo yang terlalu terburu-buru begini. Karena itulah, tidak peduli sebanyak apapun Sunwoo berusaha mencari nadi yang tepat untuk digores, Sunwoo tidak menemukannya. Tidak peduli sebanyak apapun Sunwoo berdarah, pagi tetap datang dan Sunwoo tetap tidak menemukan ujung dari tempat gelap ini.

Seolah ada saklar yang mendadak dipencet, pagi itu untuk pertama kalinya Sunwoo melihat kembali sosial media Younghoon. Lalu, untuk pertama kalinya, Sunwoo merasakan khawatir ketika dilihatnya semua postingan sedih yang diunggah.

  Selama ini, Sunwoo kira kalau tenggelam dirinya akan sepenuhnya tidak akan merasakan apa-apa lagi mengenai dunia luar sana. Sunwoo salah, salah sekali. Dengan hati-hati, kemudian, Sunwoo mengirimkan pesan email kepada Younghoon tanpa banyak berharap.

Younghoon menjawabnya dengan hangat, penuh dengan khawatir. Entah kenapa, Sunwoo merasa kembali ditarik untuk perlahan kembali berenang lagi alih-alih tenggelam. Untuk beberapa saat, komunikasi mereka terbatas seperti itu. Tetapi, tidak untuk waktu yang terlalu lama.

  Sedikit demi sedikit, memang,  hingga kemudian Sunwoo kembali menemukan tenaganya untuk kembali datang ke taman tempat mereka. Saat itu lah, Sunwoo merasa mungkin, mungkin untuk sekarang memang tidak perlu terlalu buru-buru mengakhiri kehidupannya. Eric, dan kakak-kakaknya yang lain bahkan masih menyambut Sunwoo senang ketika dirinya kembali.

Lalu ... Akhirnya Sunwoo kembali bertemu dengan Younghoon. Seolah sama seperti pada malam di mana mereka bertemu hari itu, Younghoon tersenyum tipis ketika bersitatap dengannya.

  “Selamat datang kembali, kecilku.” bisikan lirihnya kembali membuat Sunwoo tersipu. Debaran di dadanya kembali datang, Sunwoo seolah diberi napas buatan kembali setelah tenggelam.

  Mungkinkah, akan ada kesempatan dua? Bagaimanapun, sepasang tangan yang menuntunnya dari keruhnya air yang menenggelamkannya itu kembali terlihat. Sunwoo akan kembali berenang.









  Untuk beberapa saat, Younghoon tidak sedikitpun terlihat membahas mengenai apa hubungan mereka sekarang. Apakah kata putus waktu itu diterima? Atau bagaimana?  Sunwoo tidak mengerti.

  “Aku rasa akan seru, kalau punya sahabat yang bisa dipanggil ayah,” Sunwoo berceletuk ringan. “Mungkin, kakak cocok juga untuk peran itu, ayah!” ucapnya lagi disertai kekehan. Alis Younghoon tampak berkerut tidak setuju mendengarnya.

“Aku kan bukan ayahmu, Sunwoo.” dan, ya. Younghoon kembali memanggil Sunwoo tanpa nama panggilan, seolah kejadian di taman itu hanyalah bagian dari imajinasi Sunwoo saja.

Tetapi, memangnya siapa Sunwoo untuk protes perihal itu? Kan, keputusannya sendiri kemarin untuk mengakhiri hubungan mereka.

  “Kok diam? Kenapa?” terkadang, Sunwoo benci mengenai betapa mudahnya Younghoon mengenali situasi. Dengan bibir yang cemberut, Sunwoo menghela napas sebelum kemudian mengatakannya.

“Aneh, kakak sudah tidak menanggilku kecil lagi,” keluhnya, dan Younghoon hanya tertawa mendengarnya. “Bisa kok, kalau mau. Tapi, jadi pacarku lagi, ya?” nah itu juga, Sunwoo terkadang penasaran mengenai kenapa Younghoon begitu mudah mengambil keputusan.

Mungkinkah, pola perilakunya kemarin semudah itu untuk dibaca? Sunwoo penasaran. “Serius?” tetapi yang keluar dari mulutnya hanya itu. Dan Younghoon tampak santai mengangguk.

“Serius, Sunwoo. Mari perbaiki bersama, apapun yang menjadi kekhawatiranmu itu. Lagi pula, selagi bisa dibicarakan semua bisa diselesaikan, kan?” terdengar mudah, tetapi Sunwoo tahu pasti melaksanakannya jelas tidak semudah membuat janji.

“Aku akan berusaha, kalau begitu.” Sunwoo kemudian berucap setelah terdiam beberapa saat. Dan Younghoon yang puas segera memeluknya erat sembari berucap terima kasih karena telah kembali.

Sunwoo tidak mengerti, sebenarnya. Apa yang begitu spesial mengenai dirinya hingga Younghoon sebegitu senangnya ketika Sunwoo katakan akan berusaha. Padahal, jelas lebih mudah kalau punya hubungan dengan orang normal, kan? Tetapi, lagi, Sunwoo tidak protes, dan sedikit banyak mengambil filosofi.




Untuk berenang keluar dari tempat dingin penuh air yang keruh ini, tentu tidak bisa hanya dengan diseret oleh Younghoon saja. Sunwoo juga perlu berusaha. Maka dari itu, selagi diterimanya kembali uluran tangan Younghoon, Sunwoo juga akan berusaha sekuat tenaga untuk berenang.

• 𝑻𝒉𝒆 𝑫𝒓𝒐𝒘𝒏𝒊𝒏𝒈 𝑺𝒘𝒊𝒎𝒎𝒆𝒓 • Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang