Sepertinya, lagi dan lagi, Biru mendapat masalah.
Firasatnya sudah tidak baik sejak pria didepan sana mulai berteriak dengan ponsel yang menempel di telinganya. Beberapa orang disekelilingnya nampak menunjukkan ekspresi yang sama. Ada gurat kesal didahi dan umpatan kecil keluar dari mulut mereka.
"Serius nih bang kapan jalannya? Saya udah terlembat masuk kerja loh."
"Tau nih pak, meeting saya udah mau mulai lima menit lagi, dan halte tujuan saya masih jauh."
"Pak, saya terlambat ke sekolah."
"Pak,"
"Pak...!"
Biru menggeleng, ia sudah tau akan telat seperti ini lagi. Sejujurnya ia juga merasakan hal yang sama dengan penumpang lain, namun alih alih memprotes sesuatu yang tidak akan menyelesaikan masalah, ia memilih untuk diam dan memasang earbud di telinga.
Toh, kalau ban pecah memang bisa sepenuhnya menyalahkan supir? Beliau juga tidak menduga hal seperti ini akan terjadi. Jadi untuk apa disalahkan? Lagipula sang supir juga sudah sepuluh menit berusaha untuk menghubungi temannya yang bisa membantu di seberang sana.
Beruntung, busway yang dinaikinya ini bukan busway yang sedang berada di jalur khusus. Setidaknya tidak menghambat busway lain yang akan menyusul dibelakangnya.
Mungkin pak supir juga sudah mulai pusing dan muak, ia akhirnya turun dari singgasana dan berkacak pinggang menatap satu persatu penumpang dengan tatapan bersalah. Lantas menunduk sembilan puluh derajat dengan cepat.
"Sebelumnya saya minta maaf bapak dan ibu sekalian, untuk perjalanan selanjutnya bapak dan Ibu bisa menyambung dengan busway yang akan datang dibelakang. Karena sepertinya akan membutuhkan waktu yang lama untuk tambal ban ini. Terimakasih atas pengertiannya dan selamat melanjutkan perjalanan."
Point plus untuk pak supir, ia tetap ramah dan tidak tersulut emosi.
"Hah, tau gitu saya naik ojek online aja dari rumah." Ucap seorang mbak mbak dengan setelan kantornya yang rapih. Rambut salonnya sudah kusut karena berkali kali diusak.
"Lain kali kalau mau narik, cek SOP dulu ya pak, jadi begini kan akhirnya." Ucap nenek tua dengan rambut beruban dan kacamata yang melorot di hidung.
"Yang belakang kosong kan pak? Saya malas berdesakkan soalnya." Ungkap seorang bapak.
Biru yang sedari awal duduk dibangku belakang pun ikut turun lewat pintu depan, sejenak ia terdiam dulu diundakan tangga lalu kembali menoleh kearah pak supir yang sudah menenggelamkan kepalanya di setir mobil.
"Terimakasih ya pak, semoga sisa hari bapak jauh lebih baik."
Sang supir, yang kelihatannya sudah berkepala lima itu tersentak, ia termenung sejenak lalu mengulas senyum setelahnya.
CZYTASZ
If The World Was Ending
Teen FictionDidunia ini ada tiga hal mustahil yang menurut Biru Ann Kathleen tidak akan pernah terjadi selama hidupnya. Pertama; Biru suka balon, kedua; kembali menjalin hubungan dengan Malik, ketiga; kiamat. Karena jika ketiga hal itu bisa Biru lewati, ia aka...