Hand that make me strong

1.6K 66 3
                                    

Dania tersenyum cerah ketika mendapati Arul masuk di ruang rawatnya dengan kemeja kotak-kotak dan celana jeans panjang, Arul nampak sangat segar.

Sudah kebiasaan Arul dalam satu minggu ini berkunjung ke ruang rawatnya, hanya sekedar berbicara bersama, pergi ke taman, dan hari ini Arul akan menemaninya melakukan pemeriksaan.

"Hei!" Sapa Dania sambil menepuk-nepuk ruang kosong disebelahnya meminta Arul duduk, Arul tak menjawab sapaan Dania namun segera menaikkan dirinya diatas ranjang untuk duduk.

"Dia semangat sekali, katanya 'hari ini kau meminta ditemani periksa'." Tutur suster Maria sambil duduk disofa.

"Begitulah, kata suster Ann akan dimulai jam sepuluh." Gumam Dania resah sambil melirik Arul yang sedang memainkan rambut pirang Dania.

"Kau takut?"

"Tidak hanya saja, aku rindu kakek dan nenek."

"Mereka tidak datang?" Tanya suster Maria heran karena ia tahu kebiasaan pasien yang satu ini adalah ditemani oleh kakek dan neneknya saat 'pemeriksaan' ataupun 'pengobatan'.

"Aku sudah menelepon, tapi katanya 'ada sedikit masalah di kebun'," Kata Dania sedikit kecewa, "tapi mereka janji secepatnya akan dengan membawa 'pai apel'!" Seru Dania lebih bersemangat, sedangkan suster Maria hanya terkekeh melihat Dania.

"Halo Dania, sudah siap?" Tanya suster Ann dengan nada ceria.

"Siap komandan!" Jawab Dania bercanda sambil berdiri dan mengacungkan tangannya didepan dahi tanda hormat. Arul yang melihatnya pun mengikuti gaya Dania.

"Hahahahahaha, kalian ini.." Tutur suster Ann, "hai Arul!" Sambungnya lagi dengan nada ceria saat menyadari kehadiran Arul, "kalau ada Arul babunya pasti selalu ikut kemana-mana.." Gumam suster Ann sambil berpura-pura mencari.

"Awas kau yah!" Hardik suster Maria merasa dirinya tersinggung membuat tawa mengudara di ruang rawat yang tampak hangat itu.

#skiptime#

"Hasil paling lambat besok siang." Kata Dokter Fajar setelah pemeriksaan selesai, "semua ada ditangan tuhan Dania, jangan khawatir." Sambung dokter Fajar menyadari raut gelisah di wajah Dania.

"Tentu dok." Jawab Dania pendek, jujur ia khawatir dengan kondisinya yang akan bertambah parah. Untung Arul disampingnya menggenggam tangannya hangat membuatnya merasa dikuatkan meski Arul sendiri sibuk dengan dunianya sendiri tanpa memperdulikan percakapan antara Dania dan Dokter.

"Jadi, kau ada keluhan akhir-akhir ini?" Tanya Dokter Fajar tenang sambil memainkan pulpennya.

"Sedikit mual, dan susah tidur." Jelas Dania sambil menoleh ke arah Arul, sedangkan Dokter Fajar mengangguk kecil lalu menuliskan sesuatu di buku 'medical record' Dania.

"Bagaimana dengan pipis mu?"

"Bisa dibilang lumayan sering."

"Lalu, aku ingin mengukur beratmu, naiklah!" Tanpa ba-bi-bu lagi Dania naik ke atas timbangan, ia hanya tersenyum kecil saat Arul tetap ikut berdiri dan menggenggam tangan Dania sesekali meremasnya.

"Turun 4,5 kg." Tutur Dokter Fajar setelah melihat ke jarum berwarna merah yang berhenti tepat pada angka '45,5 kg', Dania sedikit mengernyit.

"Mm, kau pernah keram?"

"Tidak kurasa, tapi kakiku sedikit membengkak." Jawab Dania sambil menggulung celananya karena Dokter ingin melihat keadaan kakinya.

"Tak terlalu parah, ku sarankan istirahat saja hari ini." Katanya, "dokter lain akan menggantikan ku visite sebentar sore." Tuturnya lagi yang tak mendapat balasan dari Dania.

"Oh iya! Aku tidak tau kenapa, tapi akhir-akhir ini kulitku tambah gatal."

"Aku mengerti, sampai jumpa besok siang Dania."

"Yah sampai jumpa, makasih dok." Jawab Dania berusaha sopan.

Sekeluarnya mereka dari ruangan itu mereka berjalan pelan dalam keadaan diam dan tetap saling bergandengan tangan. Diam yang membuat Dania sedikit melepas stress-nya, diam yang menenangkan.

Complement MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang