14 - GREYSON

22 16 29
                                    

Happy Reading!

. . .
. .
.

╰:⌇⌗ Chapter fourteen: Arranged marriage? ︵︵︵ · ·

ㅤㅤ
ㅤㅤ
ㅤㅤ
"Bagaimana penampilanku, sayang?"

Ibu tersenyum lembut pada ayah, dan mendekat untuk merapikan kerah bajunya. "Kau sudah terlihat rapi, sayang."

"Aku yakin ini hanya pertemuan biasa, Mom, Dad," aku menyela kemesraan mereka. "Tidak perlu terlalu kaku."

Aku harus bilang, bahwa sebenarnya aku sendiri juga merasa gugup dengan pertemuan mendadak ini. Apa yang hendak dibicarakan Mr. Davis hingga mengharuskan kedua orang tuaku untuk hadir?

Bel yang berbunyi nyaring menarik perhatian kami. Aku menoleh ke arah orang tuaku, dan Mom segera berjalan menuju pintu depan seraya kami mengikutinya beberapa langkah di belakang.

Seperti yang telah dijanjikan, Michael dan kedua orang tuanya datang. Mereka bertiga terlihat rapi. Aura yang memancar dari ketiganya terasa jelas berbeda dengan keluargaku yang bukan berasal dari kasta atas.

"Selamat datang," sambut Mom. "Silakan. Kuharap rumah sederhana kami dapat membuat kalian merasa nyaman."

"Tentu saja, Mrs. Schofield," balas ibu Michael ramah. "Kalian punya rumah yang indah dan hangat. Oh! Lihat itu. Apa itu Grey waktu masih kecil?"

Mom menoleh ke arah pandang yang dimaksud Mrs. Davis. "Oh, itu? Ya! Grey masih berumur empat tahun waktu foto itu diambil."

"Aww, dia terlihat menggemaskan!"

Perhatian kedua wanita itu segera teralihkan. Mom menggiring Mrs. Davis menjauh dengan upaya menunjukkan foto-foto masa kecilku pada wanita baya itu.

Dad mendekati Mr. Davis dan mengulurkan tangan. "Mr. Davis," sapanya. "Selamat datang."

Mr. Davis membalas uluran tangannya dengan mantap. Pria itu tersenyum ramah pada ayahku. "Tolong, panggil saja aku Rafael, tidak perlu terlalu kaku."

"Kalau begitu, Anda juga bisa memanggilku Abraham," balas Dad. "Mari, silakan duduk."

Aku melirik ke arah Michael, bertanya padanya melalui tatapan. Namun pria itu hanya mengangkat bahu, pertanda bahwa dia juga tidak tahu menahu alasan dari pertemuan ini.

Mom kembali bersama Mrs. Davis. Mom membawa nampan berisi teko dan cangkir, sedangkan Mrs. Davis membawa nampan berisi camilan untuk disuguhkan. Dad menegakkan badan. Aku seakan bisa merasakan ketegangan di punggungnya.

"Sayang, kenapa kau membuat tamu kita membawa nampan? Seharusnya kau panggil Grey untuk membantumu," ujar Dad, menyelipkan nada menegur di ucapannya.

"Tidak usah, Mr. Schofield," sela ibu Michael. "Aku tidak keberatan."

"Terima kasih karena sudah bersedia menemui kami, Abraham," ujar ayah Michael setelah kami semua duduk di ruang tamu. "Aku tahu jika ini mungkin terdengar membingungkan, namun ada alasan di balik pertemuan mendadak ini."

Rafael, ayah Michael, menoleh ke arahku. "Aku dan istriku telah berdiskusi tentang ini lebih dulu, untuk memastikan apakah keputusan ini merupakan hal yang benar."

"Langsung ke intinya saja, Dad," kali ini Michael menyela. "Apa maksud pertemuan ini? Kenapa kalian menyuruh kami semua untuk berkumpul di sini?"

Mrs. Davis mengamit tangan suaminya. "Kami berniat untuk menjodohkan Grey dengan puteri kami, Lilybeth."

Untuk beberapa detik lamanya, tak ada dari kami yang bersuara seraya kami mencerna kalimat tersebut. Michael menjadi orang pertama yang memecah keheningan itu.

"Apa?" Ia menatap orang tuanya dengan raut bingung bercampur kaget. "Dad? Kukira kau tidak ingin Beth berpacaran dulu sebelum dia lulus SMA dan masuk kuliah?"

Rafael menoleh ke arahnya. "Menjodohkan Lily dengan Grey bukan berarti Dad ingin mereka untuk segera menikah, Michael. Kami telah membuat keputusan, bahwa Grey dan Lily cocok bersama."

"Tapi...," aku menyela, "bukankah kalian tahu kalau Lily menyukai Trevor?"

"Tentu saja kami tahu," balas Rafael. "Kami juga tahu bahwa Trevor bukanlah pria yang tepat untuk Lilybeth."

"Oh," lagi-lagi Michael menyahut, "jadi kalian hendak menggunakan Grey agar Lily berhenti menyukai Trevor?"

Rafael mengernyit tak suka. "Well, kalau kau menyebutnya seperti itu--"

"Tapi aku benar, 'kan?"

"Tunggu, tunggu," sela Dad, berusaha menengahi mereka. "Kami tidak mengerti."

"Lilybeth menyukai laki-laki lain. Namanya Trevor," aku menjelaskan. "Tapi Mr. Davis tidak menyukainya. Jadi dia menggunakanku untuk menghapus perasaan itu, berharap itu dapat membuat Lily melupakan Trevor. Kurasa."

"Dia anak yang berandalan, Grey," sahut Mr. Davis. "Kau mengenal watak Trevor, begitu juga denganmu, Mike. Trevor suka bergonta-ganti perempuan. Kau pikir aku akan tega melihat puteriku dipermainkan olehnya?"

Dari sudut mata, aku melihat Mom menundukkan kepalanya. "Jika aku memiliki seorang puteri, aku juga tak akan mau melihatnya disakiti oleh seorang pria."

"Nah, 'kan?" Mr. Davis menoleh ke arahku. "Aku tahu kau pria yang baik, Grey. Kami sudah mengenalmu beberapa tahun ini, dan aku juga tahu bahwa kau memendam perasaan pada puteriku. Kau akan menjadi pasangan yang cocok untuknya."

Aku tidak segera membalas. Entah bagaimana cara Mr. Davis menyadari bahwa aku menyimpan perasaan pada Lily, aku juga tidak tahu. Apakah terlihat sejelas itu?

"Apakah Lily tahu soal perjodohan ini?" tanyaku.

"Belum," jawab Mr. Davis.

"Bukankah akan lebih baik jika puteri Anda ikut hadir di sini dan mengetahui perihal perjodohan ini?" ayahku menyahut. "Lagipula, mereka berdualah yang akan menjalankan hubungan ini."

Mom mengulurkan tangan untuk mengamit tangan ayahku. "Abraham benar. Aku tahu kalian menginginkan yang terbaik untuk puteri Anda, namun tidak adil rasanya jika kita memutuskan perjodohan ini tanpa persetujuan kedua belah pihak."

Rafael terdiam. Pria baya itu tampak menimbang-nimbang sesuatu.

"Kalau begitu, kita tunda percakapan ini sampai aku berhasil menemukan waktu yang tepat untuk membawa Lily bersama kami," putus Rafael.

Mrs. Davis merogoh tasnya dan mengeluarkan sebuah kertas putih dari sana lalu menyodorkannya ke arah ibuku. "Omong-omong, besok hari ulang tahun Lily. Kami akan sangat menghargainya jika kalian mau menyempatkan diri untuk datang ke pestanya," dia berujar.

Mom menerima kartu undangan tersebut. "Kami akan menyempatkan diri. Terima kasih karena mengundang kami."

Mr. Davis mengibaskan tangannya. "Tidak perlu bersikap formal seperti itu," katanya. "Kalian ini bersikap seolah kami dari keluarga kerajaan saja."

Baik ibu dan ayahku tertawa kikuk mendengar teguran tersebut.

• • •
• •

TBC.

ㅤㅤ
Next? Yuk komen!

ㅤㅤ
ㅤㅤ
April 8th, 2024.
Best regards,
Haza Rory.

Meant To BeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang