22 - LILYBETH

3 0 0
                                    

Happy Reading!

. . .
. .
.

╰ೃ❀ܴ﹆ Chapter twenty two: Departure ─── ;;✦ ↴

ㅤㅤ
ㅤㅤ
Semuanya berubah menjadi canggung dalam waktu singkat. Aku tak mampu menatap mata Grey tanpa mengingat perihal perjodohan itu. Sudah berapa lama Grey dan keluargaku menyembunyikan hal tersebut dariku?

"Beth?" suara lembut milik Grey menarikku dari lamunan.

Aku menoleh padanya yang tengah menyetir. "Hm?"

"Kau menjadi lebih diam akhir-akhir ini," kata Grey. "Ada masalah di sekolah? Apa teman-teman sekolahmu masih merundungmu?"

Ah. Perundungan itu.

"Aku sedang berusaha mengabaikan mereka," aku memberitahu. "Bukan hal yang mudah untuk dilakukan, tapi setidaknya aku mencoba."

Kurasa aku sempat mendengar beberapa teman perempuan di sekolahku berbisik di belakangku tadi, tapi aku terlalu sibuk melamun untuk memperdulikan mereka. Mengabaikan cacian teman-teman sekolahku terasa lebih mudah akhir-akhir ini.

Aku mendengar Grey tersenyum. Dan jantungku seakan melewatkan detaknya ketika pria itu membelai puncak kepalaku tanpa pikir panjang.

"You did great."

Tanpa disangka-sangka, pujian itu mampu membuat pipiku merona merah. Grey selalu tahu kata-kata menenangkan untuk diucapkan.

Aku berdehem, dan mengubah topik pembicaraan, berharap itu mampu menenangkan detak jantungku yang menggila di dalam dada. "Jadi," ujarku, "kau berganti profesi sebagai sopir pribadiku untuk menggantikan Ian sekarang?"

Grey terkekeh kecil. "Kuakui, aku tidak akan keberatan. Menjadi sopir pribadi keluarga Davis terdengar seperti pekerjaan yang menyenangkan. Upah yang didapat Ian dua kali lebih mahal dari biaya kuliahku," balas pria itu dengan nada jahil.

"Tapi--" Grey menambahkan dengan cepat. "Ayahmu memintaku untuk menjemputmu sepulang sekolah dan mengantarmu ke bandara. Michael akan kembali ke California bersama Tavi, dan pesawatnya lepas landas--" Grey memeriksa jam tangannya, "sekitar tiga jam lagi."

"Apa ibu dan ayahku berangkat bersama mereka?"

"Tentu saja." Grey melirik ke arahku. "Kenapa?"

Haruskah aku bercerita padanya?

Aku menghela napas dan menyandarkan punggung. "Kita harus bicara, Grey," aku memulai.

Aku menyadari tubuh pria itu menegang. Grey menoleh ke arahku dengan ragu, lalu menjawab, "Um, baiklah."

Grey menepikan mobilnya di sebuah jalanan sepi. Untuk beberapa saat, kami berdua duduk dalam diam, bergulat dengan benak masing-masing.

"Aku tahu bahwa ayahku menjodohkan kita berdua," ucapku, membuka percakapan. "Grandpa meminta Daddy untuk menjauhkanku dari Trevor. Dan dia memutuskan untuk menjodohkanku denganmu."

"Beth, aku--"

"Aku juga tahu kau belum memberikan jawabanmu pada ayahku," aku menyela. Kepalaku tertunduk, enggan untuk menatap ke arah Grey. "Kau tentu paham bahwa aku menyukai Trevor, 'kan?"

Aku mendengar Grey mengembuskan napas. "Tentu saja."

Tak ada dari kami yang mengeluarkan sepatah kata setelahnya. Aku bisa merasakan tatapan Grey ke arahku, namun aku lebih memilih untuk memainkan jemari dari pada membalas matanya.

Kemudian, dengan nada lembut yang terdengar menyakitkan, Grey bertanya, "Kau ingin aku mengatakan pada ayahmu bahwa aku menolak perjodohan itu?"

Memberanikan diri untuk memandang ke arah Grey, aku menjawab, "Ya."

Ada senyum samar yang tertahan di bibirnya, terlihat dari cara ujung bibir pria itu yang berkedut. Namun ada sesuatu yang aneh di mata itu. Manik cokelatnya yang selalu bersinar lembut kini dipenuhi oleh tekad bulat.

"Bagaimana jika kubilang bahwa aku telah mempertimbangkan untuk menerimanya?"

ㅤㅤ
"Aku akan merindukanmu, Mike." Aku memeluk tubuh kakakku erat-erat, seakan tak rela karena harus berpisah dengannya.

"Begitu juga denganku, Beth." Michael mengecup pucuk kepalaku. "Aku akan membawakanmu oleh-oleh kalau aku pulang lagi, oke?"

Bibirku mengerucut, merajuk. "Janji?"

"Janji." Michael mengusak rambutku. "Jaga Mama untukku, mengerti?" Aku hanya menganggukkan kepala sebagai balasan.

Ketika ia hendak kembali ke sisi Tavi, aku menghentikan Michael yang tak sedikit pun melirik ke arah Daddy. "Jangan terlalu keras padanya, Mike. Daddy mungkin salah dalam mengungkapkan kekhawatirannya, tapi dia tetap menyayangi kita sebagai anaknya," ujarku.

Michael tak membalas, namun pria itu tampak melirik ke arah Daddy yang terlihat kikuk karena merasa diasingkan. Manik biru Michael kembali padaku, dan ia berkata, "Aku melakukan ini untukmu, paham?"

Ia mendekati Daddy dan memeluknya tanpa aba-aba. Terkejut dengan aksi tak terduga itu, Daddy mematung di tempatnya. Sedetik kemudian, aku melihat mata Daddy berlinang air mata ketika ia membalas pelukan Michael, merengkuh pria itu erat-erat seolah Daddy tak terima jika Michael kembali ke California.

"Aku minta maaf, Michael," ujar Daddy, suaranya bergetar menahan tangis. "Dad benar-benar meminta maaf."

Aku memperhatikan mereka dalam diam. Dari ujung mata, aku melihat Mama menepuk pundak Tavi. Perempuan itu meninggalkan sisi Mama demi mendekati Daddy.

Mendapati Tavi di dekatnya, Daddy pun menarik diri. Dia mengusap air mata yang jatuh ke pipi dan meraih kedua tangan Tavi. Untungnya, perempuan itu tak menarik diri.

"Aku mengaku salah, Tavi. Apa yang kulakukan benar-benar buruk," ujar Daddy. "Aku menginginkan yang terbaik untuk anak-anakku, namun apa yang telah aku lakukan sungguh tercela. Aku meminta maaf. Aku menyukaimu, Nak. Kau adalah perempuan yang ceria dan periang. Aku merasa senang karena Michael memilihmu sebagai kekasihnya."

Tavi mengembuskan napas. "Apa yang kau lakukan memang menyakiti hatiku, Rafael. Tapi... aku menghargai permintaan maafmu. Aku memaafkanmu."

Daddy tersenyum lega. "Terima kasih, Tavi."

Grey menjadi orang terakhir yang mengucapkan salam perpisahaannya. Kami berempat lantas melambaikan tangan pada Michael dan Tavi untuk mengiringi kepergian mereka.

Setelah keduanya tak lagi terlihat dari jarak pandang, aku merasakan pundakku meluruh sedih. Sebuah lengan melingkari bahuku, memberi pundakku remasan menyemangati. Aku menoleh ke samping, memandang Grey yang tersenyum hangat padaku.

"Mau ikut bersamaku?" ajaknya dengan suara rendah.

"Ke mana?"

Pria itu tak membalas pertanyaanku. Ia beralih pada orang tuaku dan meminta ijin. "Mr. Davis, Mrs. Davis, aku pinjam Lily sebentar, ya!"

Tanpa menungu jawaban, Grey mengamit tanganku dan membawaku pergi dari bandara. Aku mempercepat jalanku demi menjaga langkah kami tetap sejajar.

"Kau tidak menjawab pertanyaanku, Grey," desakku. "Kau mau membawaku ke mana?"

"Oh, ayolah. Tidak akan menjadi sebuah kejutan jika aku memberitahumu, benar?" Pria itu menyeringai jahil dan mengedipkan sebelah matanya padaku.

• • •
• •

TBC.

ㅤㅤ
Kira-kira Lily bakal luluh sama Grey atau nggak ya? 🤔
Next? Yuk komen!

ㅤㅤ
ㅤㅤ
October 17th, 2024.
Best regards,
Haza Rory.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 3 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Meant To BeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang