WILASA KANAYA

431 29 0
                                    







Ingat ini hanya fiksi, semua muse tidak ada sangkut pautnya dengan tokoh di dunia nyata!




















Sumpah yang tersegel dalam hati ini baru beberapa hari terikhrar, sumpah untuk diri sendiri yang ingin menerima keadaan tanpa Wilsa. Tapi nyatanya meski diri ini mencoba melakukannya, di sudut hati masih tersimpan rasa kecewa, rasa ketidak ikhlasan terhadapnya.

Padahal aku yang paling tahu, Wilsa tak salah sama sekali, hanya aku sendiri sekarang yang stuck pada keberadaan dirinya di sini. Masih tidak atau belum terbiasa dengan tanpanya.



Dirinya yang selalu siap menemaniku kapan saja, mengantarku kemana pun dengan vespa kesayangannya. Vespa merah itu adalah hadiah dari ayah untuk Wilsa yang baru lulus SMA, yang sekarang motor itu lebih sering di gunakan Mesha.

Setiap kali melihat Mesha mengendarainya, seketika diriku teringat akan sosoknya dan aku yang berboncengan. Bersenda gurau diatas motor, tertawa keras hingga pengguna jalan lain menaruh atensi pada kami.



Saat melewati rumah yang di gunakan Wilsa sebagai kost-kostan, aku selalu berhenti sesaat. Mengamati, seolah sedang menunggu salah satu penghuninya keluar dan menghampiriku. Beberapa kali pula Janu memergokiku yang seperti sengaja berdiam di dalam mobil di depan kostannya bersama Wilsa dulu.

Bahkan aku sering ke cafe & resto tempat Wilsa bekerja dulu yang kini sosoknya tergantikan oleh sosok lain. Aku rindu sosoknya di balik counter itu. Yang tiap kali kami bertatapan dia selalu melempar senyum jenaka. Sekarang sosoknya beserta senyumnya tak lagi mampu di rekam netra.

Aku merasa sangat lega karena Wira tak pernah lagi berkunjung kemari. Pria angkuh yang baik di awal, tipikal seseorang yang ingin melakukan pendekatan. Klise!

Meski telah mencoba terbiasa tapi jejak Wilsa masih begitu terasa di mana- mana. Bahkan dalam hal sekecil apapun, pasti sosoknya akan muncul seperti hantu yang terus mengikuti.



















Wilsa itu anak yang pendiam juga mandiri, terlampau mandiri untuk anak yang masih berusia 10 tahun malahan.

Waktu bunda bilang keluarga kami akan kedatangan seorang anak dan menjadi keluarga kami, seketika aku merasa luar biasa bahagia. Itu juga karena aku tidak bisa bermain dengan adik kembarku yang lebih memilih dunia mereka sendiri. Tetapi aku menangis sesenggukan begitu bunda menceritakan alasan anak itu bisa menjadi bagian dari keluarga kami.

Sejak saat itu aku bersumpah untuk melindunginya, membuatnya bahagia, akan memberikan semua yang aku punya. Itu adalah pemikiranku yang hanyalah seorang anak berusia 11 tahun. Sumpah yang begitu mudah terucap.



Pertama kali aku melihatnya, dia berada di pelukan bunda. Dia nampak tegar di mataku, dia tidak menangis, hanya mungkin ada raut sedih di wajah kecilnya.

Aku yang masih kecil itu juga jadi bertanya-tanya, seperti apakah kehidupannya sebelum ini? Kenapa dia bisa begitu tegar?

Dia mendongak menatap diriku yang ada di belakang kaki ayah, aku mencoba tersenyum kepadanya tetapi air mataku yang malah akan keluar.





Semenjak Wilsa tinggal bersama kami, aku selalu berusaha berinteraksi dengannya. Dan dia benar-benar anak yang pendiam, anak yang lebih suka melakukan semua seorang diri daripada merepotkan orang lain.

Si kembar yang lebih muda dari kami pun menatap aneh padanya yang terlalu pendiam, itu juga yang membuat si kembar enggan mendekatinya.

Tapi aku tidak ingin menyerah. Aku ingin dia tertawa seperti kami, berbicara banyak sepertiku, usil seperti si kembar dan masih banyak lagi.




















Keluarga kami memiliki usaha di bidang kuliner, ayah yang mengurusnya berdua bersama bunda. Ada 3 cafe & resto yang di miliki, ayah bilang karena ia memiliki 3 anak jadi harus adil.

Tapi semenjak papi kandung Wilsa meninggal, tante Tanisha, tante dari Wilsa meminta bantuan ayah untuk mengurus perusahaan yang sempat di pegang papi Wilsa. Tante Tanisha sendiri mengurus perusahaan yang ada di NYC.

Sebenarnya tante Tanisha ingin membawa Wilsa tinggal bersamanya, tetapi ayahku yang adalah teman papi Wilsa memohon agar Wilsa menjadi salah satu putrinya.




















Usahaku akhirnya membuahkan hasil, perlahan sifat ceria Wilsa muncul, dia juga jadi cerewet apalagi yang menyangkut tentangku. Dia selalu saja mengekor ke mana pun aku pergi. Berbeda sekali dengan 2 adik kandungku yang asyik dengan dunia mereka sendiri.

Wilsa memang punya kamar sendiri, tapi aku lebih suka mengajaknya tidur di kamarku. Aku seolah memonopolinya hanya untuk diriku sendiri, aku ogah berbagi pemandangan saat Wilsa terlelap. Dia sungguh menggemaskan.




















Suatu hari saat kami tengah mengobrol santai di ruang keluarga, saat itu Wilsa adalah seorang MABA. Saat itu pertama kalinya juga aku melihat raut wajah sedih Wilsa setelah pertemuan pertama kami dulu. Aku tidak tahu pasti penyebabnya....

"Wilsa... Kamu tuh, kenapa bisa segala hal?" Ayah bertanya pada Wilsa yang duduk di sebelahku di atas sofa seberang ayah. "Bukan yang sempurna tapi Kamu bikin orang iri. Terutama si Mahesh itu." Kami semua jadi tergelak geli atas sindiran ayah.

"Aku hanya biasa ngelakuin semuanya sendiri, Pih... jadi aku juga belajar banyak hal..." terang Wilsa.

"Pantes bunda sama ayah lebih sayang kak Wilsa..." celetuk Mesha yang duduk di karpet di bawah kami, sementara Mahesh rebahkan kepalanya di paha bunda yang juga duduk di karpet.

"Makanya gak usah sok sibuk sendiri Kalian tu..." aku turut menimpali. "Kalo ada apa-apa 'kan ayah bunda larinya ke Wilsa, jadi jangan protes kalo ayah bunda lebih sayang Wilsa."

"Emang kak Kavi beda gitu? Orang kalo di suruh selalu ada alesannya, kalo gak kabur duluan!" Tambah Mahesh.

"Heh!" Delikku.

Kami tertawa serempak dengan perdebatan kecil antara aku dan si kembar, hingga...

"Andai Kamu anak lelaki, Wil... papi udah pasti bakal jodohin Kamu sama Kavi."

Seketika raut wajah Wilsa berubah dan aku menyadarinya, atau mungkin hanya aku yang menyadarinya.

"Kenapa harus seandainya, Pih? 'Kan aku bisa, Pih."

Ayah malah tertawa mendengar perkataan Mahesh." Ayah cuman becanda aja. Lagian ayah juga gak mau Wilsa dapetin cowok slenge'an kayak Kamu, Hesh!"



Kami semua kembali tertawa, aku pun turut tertawa tanpa kembali sadar bahwa Wilsa terdiam sendiri.





















Kami semua kembali tertawa, aku pun turut tertawa tanpa kembali sadar bahwa Wilsa terdiam sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

WILASA KANAYA



















TBC

Other kind of feedback would be very much appreciated.

BROKEN HEART (WINRINA) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang