- Rasa Itu Masih Ada

86 11 7
                                    

Matahari belum terlalu menunjukkan diri, tetapi sinarnya sudah cukup menerangi bumi. Di sebuah rumah yang berada di pinggiran Distrik Jongno, kehidupan telah mulai berjalan. Dapurnya sudah mengepul sejak satu jam yang lalu. Berbagai bahan makanan segar memenuhi meja ruang makan dan meja dapur, siap diolah dan ditata untuk dibawa ke kedai.

Duduk di kursi makan, Seung Gi masih terkantuk-kantuk. Ia jarang bangun sepagi ini, apalagi langsung berkutat di dapur. Biasanya, ia cukup memikirkan dirinya sendiri: bangun, bersiap kerja, lalu berangkat. Kini, menyadari bahwa kehidupannya telah berbeda, ia berusaha mencoba mengubah kebiasaannya itu. Seung Gi bangun lebih pagi untuk membantu ibunya bersiap ke kedai sebelum dirinya sendiri bersiap untuk ke Kantor Berita Yongmasan.

"Kau bisa tidur lagi, tidak usah membantuku," tangan halus menyentuh bahunya, diiringi suara lembut yang selalu dirindukannya. Seung Gi mendongak ke samping, tempat orang yang tak lain adalah ibunya itu berdiri. Ia tersenyum simpul dengan mata yang masih menyipit.

"Tidak apa-apa, aku harus membiasakan diri," jawab Seung Gi. "Apa yang bisa kulakukan?"

Jung Hee Young, wanita paruh baya itu duduk di seberang Seung Gi. Ia lantas berpikir sejenak untuk memilih tugas apa yang bisa diberikan pada anak semata wayangnya itu. Dengan Seung Gi yang sudah terbiasa hidup serba dilayani, ia sedikit kesulitan meminta Seung Gi melakukan sesuatu.

"Kau bisa mengisikan daging ke kulit pangsitnya?" tanya Hee Young sembari memakai sarung tangan plastiknya. Ia mengambil selembar kulit pangsit dan meletakkan daging di atasnya, lantas mengatupkannya. Tangannya terampil merekatkan tepian kulit pangsit tersebut hingga membentuk mandu yang sempurna. Seung Gi yang memperhatikannya dengan saksama pun mengangguk paham.

"Aku bisa melakukannya. Berapa yang harus kubuat?" tanya Seung Gi sembari memakai sarung tangan plastik lainnya.

"Sehabisnya daging saja. Sisanya biar kubuat di kedai nanti," ucapnya diiringi senyum hangat. "Terima kasih ya."

"Ah, bukan apa-apa. Lagi pula aku tidak pernah membantumu selama ini. Biar sesekali kucoba," ucap Seung Gi yang kemudian mulai membuat mandu dengan bahan yang ada. Hee Young tersenyum rekah melihat putranya mempraktikkan instruksinya dengan terampil.

"Seung Gi-ya, kalau kau tidak betah di sini, kau bisa kembali kapan saja. Eomma tak keberatan," ucap Hee Young yang kemudian menata bahan-bahan makanan ke dalam kotak untuk dibawa ke kedai. Seung Gi mencebikkan bibirnya.

"Aku tidak akan kembali ke rumah itu, sampai kapanpun. Antara aku akan tetap tinggal di sini atau mencari tempat tinggal sendiri. Aku perlu memeriksa uang yang kupunya lebih dulu," jawab Seung Gi. "Yang jelas, sementara waktu, aku ingin di sini sementara waktu. Kau tidak keberatan kan?"

"Tentu saja tidak. Aku malah senang melihatmu berada di sini. Rasanya seperti mimpi karena beberapa tahun belakangan kita hanya bisa bertemu sekilas-sekilas saja," ucap Hee Young dengan nada haru. "Tapi, kau tetap harus segera mencari tempat tinggal sendiri. Tidak mungkin kan kau akan mengajak istrimu tinggal di sini?"

"Istriku?" Seung Gi mengerutkan dahi, kebingungan. Seingatnya, ia belum menikah dengan siapapun.

"Aku mendengarnya dari ayahmu."

"Ah soal itu ... Tidak. Aku tidak akan menikahi gadis itu," jawab Seung Gi ringan. "Aku mengakhiri hubungan kami beberapa minggu lalu, setelah persiapanku untuk pergi dari rumah itu sudah hampir selesai."

"Kenapa? Kalian ada masalah?" tanya Hee Young. "Sekalipun kau memutuskan pergi dari rumah itu, kalau dia memang mencintaimu, dia pasti akan tetap berada di sisimu kan?"

"Entahlah. Aku tidak yakin. Aku tidak terlalu mengenalnya. Kalau bukan karena paksaan pria itu, aku tidak mau menemuinya," Seung Gi berkata acuh tak acuh sembari fokus membuat mandu yang siap dikukus maupun digoreng. "Sejak pertemuan pertama kami, aku tidak pernah tertarik padanya, apalagi mencintainya. Dunia dan tujuan hidup kami sangat berbeda. Kalau pernikahan itu dipaksakan tetap ada, mungkin kami hanya akan menyakiti satu sama lain."

BEGIN AGAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang