Chapter 3 : 29 Desember - Kenangan

27 1 2
                                    

Pagi ini aku berjalan untuk menuju sekolahku, tidak lebih tepatnya pertama-tama aku harus ke rumah Cintia.

Aku tidak tau buat apa aku ke sana tapi aku mendapatkan SMS dari ibu sialan itu yang isinya menyuruhku ke rumahnya sebelum berangkat ke sekolah.

Ah! Tanganku? Kalau kalian bertanya bagaimana dengan keadaan tanganku...tanganku baik-baik saja, aku tau kalian juga senang kan? Katakan kalian juga senang!

Kemarin setelah pulang dari rumah ibu itu aku tidak bisa menggerakkan tanganku. kupikir tanganku memang patah gara-gara ibu itu, tapi saat bangun tidur pagi ini aku bisa menggerakkannya lagi. Itu adalah momen terbahagia dalam hidupku yang pernah kurasakan! Tidak! Aku tidak sampai loncat-loncat!

Dan bagaimana ibu itu tau nomor hapeku? Kalau itu setelah ibu itu mencoba mematahkan kedua tanganku dia mengambil paksa hapeku dari kantong orang yang tidak berdaya melawan ini. Dan dia mengutak-atik hapeku yang akhirnya kuketahui dia mengambil nomor hapeku dan memasukkan nomor hapenya ke dalam hapeku.

"Hooo... Kau sudah datang ya?"

Tanpa sadar aku sudah berada di dekat rumah ibu ini, ibu ini berada di depan rumahnya... Apa dia ingin mencegatku?

Ibu ini memakai baju kemeja berwarna biru tua dan celananya, dia memakai celana panjang Jeans berwarna hitam.

"Bagaimana dengan tanganmu Hirara?"

"Sehat... Eh tidak tidak! Tidak bisa digerakkan!"

Aku berusaha menyangkalnya, karena kalian tau kan? Bisa gawat kalau ibu ini sampai tau tanganku baik-baik saja, mungkin dia akan mencoba mematahkannya lagi!

"Hoo... Jadi belum patah ya?"

Ibu ini berkata begitu sambil matanya menatap tajam tanganku. Gawat! Diriku lari!

"Fufufu... Tidak usah begitu Hirara, aku tidak akan mematahkannya lagi kok."

Sepertinya ibu ini bisa membaca pikiranku yang ingin lari, tapi siapa yang bakal percaya denganmu lagi bu'!? Kau juga kemarin bilang tidak akan mematahkan tanganku tapi kau melakukannya! Baiklah diriku jangan tertipu olehnya! Lari sekencang-kencangnya!

Aku membalikkan badanku dan aku memacu kedua kakiku dengan sangat kencang. Yosh! Dengan begini tanganku selamat! Selamat!

"Eh...?"

"Ya ampun Hirara, kau pikir bisa lari dariku?"

Kenapa ini? Seharusnya aku sudah lari dengan kencang dan meninggal ibu ini! Tapi kenapa? Kenapa aku tidak bisa maju sedikitpun?! Dan kenapa aku merasa leherku tercekik?

Ka-Ka...Kakiku tidak menyentuh tanah! Apa aku sudah menjadi arwah? Tidak, tidak, aku tidak mau mati sebelum merasakan bagaimana rasanya menikah itu!

Saat aku menoleh ke belakang, ternyata ibu ini yang menarik kerah baju sekolahku ke atas hingga membuat kakiku tidak menyentuh tanah. Sial seberapa kuat sebenarnya ibu ini!?

"Baiklah Hirara, kita tidak punya banyak waktu, aku harus bekerja dan kau harus ke sekolah kan? Kalau begitu biar kita selesaikan dengan cepat."

Ibu ini menurunkan aku, tapi dia tetap memegang kerah baju sekolahku....lalu dia menyeretku seperti kemarin.

"Tidak! Lepaskan aku bu'! Ini tanganku yang berharga! Lepaskan aku tante! Lepaskan aku nenek! Lepaskan aku keriput!"

"Berisik!!!"

Aku terus meronta dan mencoba untuk lepas dari seretan ibu ini tapi seperti kemarin aku tidak bisa melepaskannya juga.

Aku akhirnya diseret masuk ke dalam rumahnya. Hey kalian jangan cuma baca! Panggil polisi!

LMK dan HikikomoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang