3

156 20 0
                                    

WE CAN'T BE FRIENDS

Senyuman tak luntur sejak Jeno berhasil mengajak Haechan untuk pulang bersamanya.

Entah keuntungan macam apa yang menghampirinya hari ini. Dengan tidak sengaja ia dan Haechan bertemu saat ia melewati pemberhentian umum Universitas mereka.

Dengan segera ia menghentikan laju mobilnya dan mengajak lelaki manis tersebut untuk pulang bersamanya.

"Jadi kau ingin ke toko buku sore ini?"
Jeno memulai percakapan sejak keheningan melanda keduanya.

Ia sadar bahwa Haechan belum sepenuhnya terbuka kepadanya. Jika ia tidak mencari topik pembicaraan, maka Haechan pun akan turut diam.

"Iya, kau bisa menurunkanku didepan tokonya saja Jeno-ssi"
Jawab Haechan sembari memperhatikan jalanan agar toko bukunya tak terlewat.

"Ahh Haechan, kau cukup memanggilku Jeno saja. Kita kan sudah cukup dekat"
Bukannya bagaimana, sejujurnya Jeno sedikit sedih jika Haechan menciptakan jarak diantara mereka.

"Dekat yaa?" Batin Haechan.

"Emm, baiklah.." Haechan mengangguk sembari tersenyum kecil.

"Jeno, disana.."
Haechan menunjuk sebuah toko buku kecil yang tepat berada dipinggir jalan.

Sesaat setelah ia mengucapkan terimah kasih dan turun dari mobil Jeno. Bau roti dari toko Bakery sebelah segera menyeruak.

Haechan merasa dejavu.

Ia kembali mengingat masa-masa sekolahnya saat SMA ketika ia dan Mark sering mengunjungi toko buku lama ini.

"Kenapa berhenti?"
Haechan dikejutkan oleh suara bariton lekaki yang kini tersenyum manis kearahnya.

"Jeno? Kau..?"

"Aku akan menemanimu, ayo!"
Pergelangan tangannya tertaut oleh genggaman lekat lelaki tampan tersebut.  

Saat Haechan sedang asik memilih buku apa yang harus ia beli demi kelangsungan perkuliahannya. Tiba-tiba handphonenya berbunyi dan menampilkan kontak seseorang yang mengajaknya untuk videocall.

"Apaa? Aku sibuk!" Ujar Haechan terdengar jutek.

"Heii ayolah, kau marah kepadaku? Lihat ini, belanjaannya sangat banyak, tidak mungkin aku meninggalkannya berbelanja sendiri"
Mark mengarahkan layar handphonenya ke arah troli belanjaan yang nampak tinggi mencuat dengan berbagai macam kebutuhan dan perlengkapan.

"Kau menelfonku hanya untuk mengkonfirmasikan itu?"
Haechan mencoba tak perduli dengan apa yang Mark perlihatkan kepadanya.

Sebenarnya Mark hanya ingin memastikan kepada Haechan bahwa ia tak berbohong kepadanya.

Mendengar jawaban Haechan, Mark terkekeh pelan.

"Apa kau sudah dapat bukunya?"

Suara yang tak asing terdengar di telinga Mark. Namun ia tak bisa meyakinkan suara siapa itu, karna sejak tadi Haechan hanya menampilkan rak yang berisi buku-buku tebal, seakan tak berniat untuk melakukan video call bersamanya.

We Can't Be FriendsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang