5. terbangun

19 6 0
                                    

📍📍 Typo bertebaran 📍📍

🍒🍒🍒

Didalam sebuah kamar bernuansa putih terdapat gadis yang tertidur pulas dengan memasang wajah tersenyum.

Byurr...

"Apakah telingamu tuli? dipanggil tak menyahut ternyata disini enak-enakan"

"Enak sekali kau, tidur dengan tenang"

Azel terbangun kala merasakan air membasahi seluruh tubuhnya. Azel tertegun ketika melihat ayahnya membawa ember dan membentak juga matanya yang menatap tajam seolah-olah ingin memakan orang hidup-hidup.

Sungguh Azel sangat bingung dengan situasi ini. Bukankah kemarin ayahnya sudah berubah?? Bahkan tadi ia usai liburan bersama. Pikiran Azel berkecamuk tak karuan. Azel hanya mampu diam disertai air mata yang berjatuhan.

"ayah..." lirih Azel

"Jangan kau panggil aku dengan sebutan itu, kau hanya anak pembawa sial"

Azel hanya mampu menangis, Azel pikir semua telah membaik, ternyata itu semua hanyalah sebuah mimpi. Kehangatan, kenyamanan dan kebahagiaan yang Azel rasakan hanyalah mimpi belaka.

"Apa apaan ini, kau malah diam. memang anak tak guna" sentak Rio

"ayah, apa salah Azel?"

Plak...

"Sudah kubilang jangan panggil aku ayah"

Pipi kiri Azel memerah karena tamparan tersebut. Azel menatap ayahnya dengan tatapan sayu, ia bahkan tidak bisa menolak perlakuan ayahnya.

"Mengapa Azel tak pernah ayah sayang, Azel anak ayah, Azel punya hak untuk memanggil dengan sebutan itu" ucap Azel sembari menatap ayahnya, air mata Azel menghujani pipinya.

Plakk....

Tamparan begitu keras mendarat dipipi kanan Azel. Lagi-lagi ayahnya menampar tanpa rasa kasihan.

"Dasar anak pembawa sial"
"Lebih baik kau mati saja"

Setelah mengucapkan itu, Rio membanting ember yang ia bawa dan melangkah pergi dari kamar Azel.

Azel menangis meraung-raung, pipinya terasa begitu panas dan perih, tapi itu tak seberapa dengan rasa sakit dihatinya.

Sudah berkali-kali ayahnya itu menamparnya dan mengucapkan kata 'anak pembawa sial' tapi tetap saja rasa sakit selalu menghantam Azel kala mendengarnya.

Baru saja Azel merasakan kebahagiaan dalam hidupnya, tapi dia harus mendapati kenyataan bahwa itu semua hanyalah mimpi.

Andai saja Azel tak terbangun dari tidur, mungkin sekarang Azel masih dapat merasakan kehangatan dalam keluarganya.

Anak mana yang tidak ingin mendapatkan kehangatan dalam keluarga?? tentu semua anak menginginkan hal itu. Tapi Azel justru mendapat kebalikannya.

Dunia begitu keras dengan Azel. Dari kecil Azel harus mendapatkan perlakuan- perlakuan kasar dari ayahnya sendiri. Azel tak pernah mendapatkan kehangatan di dalam rumahnya, Azel harus menyaksikan pertengkaran ayah dan ibunya setiap saat.

Azel adalah anak yang haus kasih sayang dari ayahnya. Azel selalu berdoa agar mendapatkan keluarga harmonis seperti teman-temannya.
Azel hanyalah anak yang harus berpura-pura ceria, padahal dia sedang terluka.

"Tuhan... Kapan badai ini berlalu dari hidup Azel, Azel sudah terlanjur bahagia dengan mimpi itu, tapi mengapa Azel harus terbangun??" Ucap Azel dengan menjambak rambutnya sendiri.

Azel melirik jam dinding, ternyata telah pukul 17.00
Azel ingat ia mulai tertidur pukul 10.00 dan sekarang sudah sore.

Mimpi ini terasa sangat nyata, sampai-sampai Azel tak bangun-bangun, pantas saja ayah marah.

"Jika saja Azel bisa mengulang waktu, maka Azel akan tidur tanpa terbangun. Agar Azel bisa terus merasakan kasih sayang dari ayah" batin Azel.

Azel merasakan dingin di sekujur tubuhnya, badan Azel basah, tapi Azel tak menggubrisnya. Azel masih setia melamun dengan mata yang terus menangis bahkan sudah sangat sembab.

"Azel pikir setelah ini hidup Azel akan berjalan dengan baik. Ternyata semuanya hanya mimpi"_batin Azel

Kata orang...setelah badai akan ada pelangi, tapi dalam hidup Azel hanya ada badainya tanpa kehadiran pelangi" gumam Azel.

****

Hari semakin gelap setelah ini malam akan tiba, langit cerah tertutup mendung, seolah-olah semesta ikut merasakan kesedihan dalam diri Azel.

Dalam keadaan yang masih basah Azel melangkahkan kakinya tak tau arah, sepanjang jalan Azel hanya melamun dengan tangis yang tak terhentikan.

Hingga langkah Azel berhenti di sebuah pantai. Pantai yang selalu Azel datangi ketika merasa sedih.

Angin menerpa wajah sembab Azel.
Azel duduk di tepi pantai, mendengarkan suara gemuruh ombak yang berisik namun membawa ketenangan.

Masih dalam keadaan yang sama. Ya, Azel masih menangis dengan tatapan kosong. Entah pikirannya sangatlah kacau.

Azel menatap ombak yang menari kesana kemari, bahkan sekarang langit telah gelap. Azel berdiri lalu mendekat kearah ombak tersebut.
Langkah demi langkah, Azel semakin dekat dengan ombak. Air pantai sudah mencapai dada Azel, sedikit lagi Azel akan hanyut tenggelam.

Gimana ya kelanjutannya...

Oh ya, buat yang tanya kemana ibu Azel (Alma). Alma kerja menjadi pedagang buah dengan temannya, jadi belum pulang karena masih harus menjual buah sesuai target yang ditentukan, bisa dikatakan lembur.

Jangan lupa tinggalin jejak ya...
Follow, Vote, dan komen!!

Azelliya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang