PROLOG

312 28 0
                                    

3rd POV

TIK
TIK

Suara rintik hujan mulai membasahi indera pendengaran orang-orang di sekitar, lambat laun beberapa genangan mulai bermunculan sehingga membuat tanah-tanah menjadi becek.

TUK

Air dari sebuah genangan langsung bertebaran ke mana-mana kala seseorang menginjaknya. Langkah kaki terdengar menggema di dalam bangunan kosong pada pusat kota ini—suasana sunyi yang ditemani dengan rintik hujan menjadi pengisi dalam langkahnya.

Angin berhembus pelan, membawa nuansa dingin pada kulit yang diterpanya. Seorang lelaki dengan hoodie hitam yang menyelimuti badan bagian atasnya memunculkan diri dari balik tembok bangunan itu. Kepalanya tertunduk, menatap tanah yang sedikit becek dengan tatapan kosong.

Lelaki itu berjalan secara perlahan menuju seorang gadis yang berdiri di ujung ruangan—sembari menelpon seseorang menggunakan handphone miliknya. Gadis itu tampak gelisah, jari jemarinya tak berhenti digerakkan sejak tadi. Alisnya juga nampak sedikit berkerut, dirinya berdiri dengan gelisah, sepertinya dia menunggu respon dari orang di sebrang telpon itu.

"Halo, mama? " ujarnya dengan suara yang sedikit bergetar. Tangan kanannya—yang tak memegang telepon—diletakkan di atas dadanya, jari jemarinya meremas permukaan kain yang bertugas menyelimuti lekuk tubuhnya itu.

"Apa mama bisa menjemputku di lokasi yang sudahku share? " tanya gadis itu. Dirinya terlalu fokus pada panggilan telepon itu, tanpa menyadari lelaki yang baru saja memasuki ruangan itu sudah semakin mendekat ke arahnya.

Pelan-pelan, tangan lelaki itu merambat ke saku celana berwarna midnight blue yang tengah dikenakannya. Sebuah pisau dapur menunjukkan diri dari balik saku itu, menunjukkan betapa tajamnya ujung pisau itu.

"Iya, mama. Aku akan menunggu—" Tak sempat menyelesaikan ucapannya, sang gadis sudah terlebih dahulu dibekap dari belakang oleh tangan yang sudah dilapisi dengan sapu tangan. Seluruh badannya terasa kaku, tetapi, dirinya berusaha melawan sang pelaku dengan cara memukul dadanya dengan menggunakan siku.

Namun, sebelum sempat melancarkan aksinya, sebuah benda tajam nan runcing sudah terlebih dahulu bersinggah di ujung lehernya. Kali ini, seluruh badan gadis itu benar-benar terasa membeku. Seolah-olah dirinya baru saja mendarat di kutub utara.

Tuhan. Rasanya kaki gadis itu akan meleleh di saat itu juga. Seluruh badannya bergetar hebat, matanya menatap horor ke arah pisau dapur yang sedikit mendaratkan diri di kulit lehernya. Rasanya dia akan mati di saat itu juga, sampai akhirnya—

"Cut! "

Suara nyaring dari sutradara langsung menyapa pendengaran para cast yang ada di sana. Beberapa orang menepuk tangan mereka, tanda apresiasi akting yang disajikan oleh para cast saat itu.

[Name], seorang aktor muda yang memerankan tokoh bernama Kano dalam film kali itu langsung meloloskan senyum tipis kala mendapati beberapa kru yang tengah memberikannya apresiasi.

"Kerja bagus untuk hari ini, kalian! Silahkan beristirahat sejenak, kita akan lanjutkan dalam beberapa menit lagi, " pinta sang sutradara. Setelah itu, para kru mulai berhamburan, entah untuk mempersiapkan barang-barang untuk adegan selanjutnya, atau mengobrol sejenak dengan kru lainnya.

"Kerja bagus, [Name]! Kau melakukan bagianmu dengan begitu baik! "

[Name]—yang tengah mengambil bagian airnya yang sudah disediakan oleh para kru—menoleh ke arah rekan kerjanya, Sion, yang memerankan character bernama Jiro dari film serupa. Gadis itu meloloskan senyum ramah pada Sion, menurutnya ini adalah sebuah pujian yang berharga, karena, Sion ialah senior-nya di dunia industri ini.

"Terimakasih, Sion. Aktingmu juga sangat bagus tadi, tolong kerja samanya untuk adegan berikutnya! " ujar [Name] sembari sedikit menundukkan badannya, tanda memberikan hormat pada sang senior.

Sion yang gelagapan juga mengikuti gestur [Name], dirinya juga meminta kerja sama dari gadis muda itu untuk adegan yang akan datang, setelah obrolan kecil itu, Sion pamit undur diri untuk beristirahat sebentar.

Setelah kepergian Sion, [Name] lebih memilih untuk menelusuri isi handphonenya sembari mengisi ulang energi tubuhnya.

Puluhan notif langsung menyerbu handphonenya kala [Name] mengaktifkan data, matanya menelisik ke setiap notif yang masuk, dan di antara notif-notif itu, dirinya mendapati chat dari beberapa teman-teman terdekatnya yang memberikan dukungan bagi dirinya.

Amu, Upi, Toro, Kiki, dan Sho... Itulah nama-nama dari kontak tersebut. [Name] meloloskan senyum lembut, sebelum akhirnya membalas pesan mereka satu persatu.

"Mereka memang ngga pernah absen buat nyemangatin aku, ya, " pikir sang empu.

YAHOOOOOO!!!

Hehe, aku berubah pikiran, aku bakal ngelanjutin book satu ini karena tanganku gatel banget buat nerusin ngetik alsmdmmasl.

Oh iya, aku bakal ngeganti seluruh cerita awal yang ada di sini karena beberapa alasan, jadii, aku bakal nge-unpublished cerita sebelumnya.

Ditunggu chapter selanjutnya gais! See u!!

𝐌𝐘 𝐃𝐑𝐄𝐀𝐌 [ WEE!! × Reader × Oc ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang