chapter two

191 20 3
                                    

3rd POV

ᅠᅠ[Name] tengah memegang sebuah karya lukis di tangannya. Tidak, ini bukan miliknya. Tetapi milik seorang temannya yang bernama Steven, bukan tanpa alasan temannya itu menyerahkan karyanya pada sang gadis, Steven hanya meminta kritik dan saran dari [Name] untuk karyanya yang satu itu.

[Name] menelisik setiap bagian dari lukisan itu, sembari menikmati hasil karya Steven. Murid-murid yang lain tengah mengurusi urusan mereka masing-masing di kelas, tapi, tak jarang beberapa murid pergi mendekati [Name] untuk mengintip apa yang tengah dilakukan oleh gadis itu. Seperti saat ini, Amu mendekati bangku [Name] sehabis sedikit berkelahi dengan Kiki.

"Wihhh, keren banget itu!! " puji Amu dengan mata yang berbinar. "Itu punyanya Steven, ya? " Amu menebak.

[Name] lalu menoleh ke sampingnya lalu mengangguk setuju. Iya, Amu kenal dengan Steven, tentu saja, lelaki itu memasuki ekskul yang sama dengan Amu, yaitu ekskul seni. Itu karena ketertarikan Steven dalam dunia seni.

"Iya, ini punya Steven. Katanya dia dikasi tugas sama guru buat bikin lukisan, " jelas [Name] sebelum Amu sempat bertanya lebih lanjut. Amu ber-oh ria, lalu lebih mendekatkan diri pada [Name] agar bisa melihat lebih jelas hasil karya Steven.

"Loh, emang waktu dikumpulinnya jam berapa? " tanya Amu.

"Nanti sehabis istirahat, makanya dia ngasi ini dulu ke aku, " ujar [Name] sembari mengingat-ingat jadwal kelas Steven di hari itu. Lagi-lagi Amu ber-oh ria, lalu kembali memperhatikan lukisan yang sudah jadi itu.

Keduanya melanjutkan obrolan ringan sembari menelisik lukisan itu agar bisa menemukan hal yang kurang atau sekedar menganguminya.

"Upi belum dateng, padahal udah jam segini, " celetuk Amu sesudah pembahasan mereka tentang hasil karya Steven. Mendengar itu, [Name] menolehkan kepalanya ke seluruh arah di kelas, berusaha mencari keberadaan Upi.

"Kayaknya dia telat lagi deh, " ujar [Name] sembari memasukkan hasil karya Steven ke dalam tasnya. Mendengar penuturan sang gadis, Amu nampak sedikit lesu. Tetapi, [Name] menyadari hal itu, dan mencoba men-distract Amu agar mood-nya kembali.

-

ᅠᅠ"Baiklah anak-anak madesu, sebelum kelas dimulai, kita absen dulu. " Pak Eko memegang sebuah kertas yang berisikan nama-nama para siswa-siswi di kelas itu, Pak Eko menyebut keseluruhan murid di sana dengan sebutan 'madesu' yang berarti masa depan sukses.

"Amu."

"Haderr, " sahut Amu saat namanya dipanggil oleh Pak Eko. Namun di saat itu juga, Pak Eko menanyakan apa yang tengah Amu lakukan karena dirinya merasa sedikit curiga atas gerak-gerik anak itu.

"Eh, baca buku Pak, " elak Amu, hal itu diikuti dengan keringat dingin yang mulai membanjiri dirinya. Pak Eko mewanti-wanti Amu jikalau dirinya sedang bermain handphone disaat absensi sedang berlangsung, dirinya akan diberikan hukuman.

Amu langsung bernapas lega setelahnya, [Name] yang melihat itu hanya bisa tertawa kecil.

"[Name]? "

"Hadir Pak, " ujar [Name] sembari mengangkat satu tangannya, menandakan bahwa dirinya benar-benar ada di kelas.

"Toro? "

"Hadir, " ucap Toro, sementara itu Amu sedikit mengintip ke depan dari balik punggung Toro.

"Kiki."

"Hadiiir~" Kiki melancarkan aksinya, dirinya memanfaatkan volume suaranya dalam menyahut panggilan Pak Eko untuk meredam suara 'cekrek' dari handphone-nya. Kiki diam-diam mengambil gambar Amu yang tengah menyeimbangkan penanya di atas bibir.

Melihat itu, [Name] menegur Kiki lewat kontak mata yang dilakukan oleh keduanya. Kiki yang melihat itu hanya bisa cengengesan, lalu kembali menatap layar ponselnya.

"Tor, Toro, Tor, Tor, " ujar Amu sembari berbisik, agar Pak Eko tak mendengar pembicaraan mereka. Toro menyahut, lalu lelaki itu menolehkan kepalanya ke belakang agar bisa menatap Amu.

"Upi sama Sho kemana sih? Udah jam segini belum dateng, " tanyanya. Mendengar pembicaraan itu, [Name] ikut menolehkan kepalanya ke samping, ke arah kedua temannya.

Namun sebelum itu, dirinya sempat menangkap pergerakan seseorang lewat ekor matanya, karena hal itulah [Name] menolehkan kepalanya ke belakang.

"Hmm ... Kalo Sho aku ngga tau, kalau Upi, itu baru dateng, " ujar Toro sembari menunjuk ke belakang, tepatnya ke arah Upi yang memasuki kelas dengan cara mengendap-endap. Upi memberikan isyarat kepada teman-temannya untuk tidak menimbulkan kegaduhan guna melancarkan aksinya.

"Pagi, Upi, " sapa [Name] sembari memberikan senyum ramah pada Upi. Upi balik menyapa [Name], diikuti dengan pelukan singkat antar keduanya.

"Telat lagi~" ejek Amu setelah sesi pelukan keduanya berakhir.

"Biasa, tadi adekku maksa mau ikut, " jawab Upi sembari mengatur napasnya. Tepat setelahnya, nama Upi dipanggil oleh Pak Eko, dan Upi dengan paniknya menyahuti Pak Eko.

"Bagus hari ini kamu ngga telat. "

Upi langsung bernapas lega setelahnya, melihat itu, [Name] hanya tertawa kecil sembari memberikan semangat kepada Upi.

"Shoto." Tidak ada jawaban.

"Sho? Ngga ada? Ada yang tau Sho dimana? " tanya Pak Eko kepada tiap murid yang hadir. Hal itu juga mengundang kebingungan pada tiap penghuni kelas, [Name] hanyut dalam pikirannya, dirinya menerka-nerka darimana Sho akan datang di saat ini? Atau, dimana kemungkinan Sho tengah berada saat ini?

KRAK

Disaat itulah, para siswa-siswi mendengar suara-suara aneh dari atap kelas. Setitik keringat muncul dari dahi [Name], apa benar Sho akan muncul-jatuh-dari plafon kelas?

GUBRAK

GUSRAK

BOOMBAYAH

Sho mendarat di samping Pak Eko, bersamaan dengan runtuhnya plafon di sana.

"Disini Pak, " sahut Sho dengan santai. Sebuah krikil jatuh dan mengenai kepala Pak Eko, kepalanya perlahan mendongak ke atas, dan disaat itulah Pak Eko menyaksikan sendiri bagaimana kondisi langit-langit kelas yang bolong akibat ulah Sho.

"Duh gusti, " batin Pak Eko.

"Lain kali masuk lewat pintu, istirahat siang kamu pergi ke ruang bk, " pinta Pak Eko. Mendengar itu Sho hanya meng-iyakan dengan santai dan berjalan menuju bangkunya.

-

ᅠᅠ"Encok gak? " tanya Toro kepada Sho.

"Pinggangku ngilu dikit, " ujar Sho sembari memegangi pinggangnya.

"Mau ke UKS ngga? " tawar [Name].

"Ngga usah, aku setrong. "

-

𝐌𝐘 𝐃𝐑𝐄𝐀𝐌 [ WEE!! × Reader × Oc ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang