Jenna benar-benar pindah ekstra kulikuler, alasan pertama karena orang tuanya takut dia terjatuh saat di lempar. Padahal yang dia lakukan hanya agar bisa berdiri berdampingan dengan Janu.
Pukul empat lebih tiga puluh sore hari, hujan melanda seluruh kawasan sekolah. Janu dengan sadar menyaksikan teman-temannya berlari menerobos hujan, beberapa di antaranya sedikit takut sehingga menggunakan gitar mereka sebagai penutup kepala.
Glen dan teman-teman basket lainnya bermain di antara genangan air yang menciptakan kecipak seru saat bola basket memantul di atasnya. Janu ingin bergabung bersama mereka dibanding berdiri mematung di depan koridor seperti ini.
Gadis di sebelahnya menggadahkan tangannya ke rintik hujan. Ia terlihat suka dengan bulir-bulir jernih itu.
"Jan? Kenapa gak kita trobos aja hujan ini? Kita main sama mereka."
"Males pilek," jawabnya.
"Hujan-hujanan sebentar doang gak akan pilek!" Jenna berpindah tempat, membiarkan hujan turun menimpa tubuhnya.
"Hei lo bawa gitar gua!" Janu menghawatirkan gitar di tangan kanan Jenna, tak sadar bahwa dia juga telah melewati batasnya. Dia sedang hujan-hujanan?
Jenna tersenyum, gigi-giginya terpampang rapi. Ia terlihat berlipat-lipat lebih manis sekarang, Janu sampai tidak merasakan bahwa dia sedang terkena hujan.
Tangan Jenna menarik Janu, mereka bergabung bersama teman-temannya. Berlarian, berebut bola, tertawa. Janu rasa ini kenangan pertamanya tentang remaja.
***
Janu sebenarnya tidak suka hujan karena akan membuat pertengkaran ini di rumah. Ibunya akan menceritakan betapa mudahnya seorang Januar Prayuda akan jatuh sakit, sekarat, lalu mati.
Ibunya tidak berbohong, ayahnya adalah bukti bahwa penyakit jantung itu dapat membunuhnya kapan saja.
Ibunya panik, berulang kali meletakkan punggung tangannya ke kening Janu. Tubuh Januar dibalut beberapa selimut hangat saking takutnya Janu akan kenapa-kenapa.
"Ada yang sakit?" tanya Ibu, dia benar-benar tidak mau melihat kematian kedua.
Janu menggeleng, dia tersenyum dengan bibir pucatnya seakan memberi tahu bahwa dia baik-baik saja.
"Kamu tahu, 'kan, Janu? Ayah ...?"
"Ya, ayah meninggal karena punya penyakit yang sama, 'kan?" jawab sekaligus bantah Janu. "Ayah kan gak meninggal karena kehujanan juga."
Janu beralih ke ponselnya bertukar pesan dengan gadis pirang yang tiba-tiba menjadi rutinitas mereka berdua.
Sejak saat itu Janu dan Jenna menjadi pasangan yang tidak pernah putus. Dua-duanya tidak ada yang malu saat mengungkapkan rasa sayangnya, dua-duanya tidak ada yang punya malu. Kita berdua saling mencintai satu sama lain, memperlakukan pasangan sebagaikana kami ingin diperlakukan.Jenna, senyum dari wajahmu adalah pertolongan terbaik untuk Janu. Terima kasih sudah mencintaiku apa adanya, dengan segala kurangku yang bahkan tidak aku terima.
Kata Jenna, saat aku harus bertarung dengan bom waktu dalam diri...
Semua orang akan mati, tapi Janu tidak mati hari ini.
Sampai masanya tiba kami menjalani hidup kami yang sangat berharga.
Di ruang musik, mengalunkan melodi indah berdua. Aransemen lagu akal-akalan yang kita susun waktu ekstrakurikuler pun ikut tiba-tiba terlintas.
Lirik yang kami berdua pernah buat dan lupakan tiba-tiba.
"More beats more sweet, put in love to you heart oh sweet heart."
Jenna, sudah tidak ada detak selanjutnya. Detakku cukup di sini, aku tidak tahu bagaimana lagi caraku untuk bertahan.
Aku juga tidak tahu bagaimana kita setelah tujuh menit ini berakhir.
Januar Prayuda
****
Banyak hal yang tidak pernah mereka berdua lakukan sendiri, justru menjadi hal pertama yang mereka lakukan bersama.
Setelah dies natalies kelulusan mereka, mereka merasa menjadi orang dewasa keluar dari sekolah untuk pergi ke sebuah bar.
Alkohol pertama mereka.
Ciuman bibir panas pertama mereka.
"Saat kamu mabuk nanti, apa yang ada di pikiranmu?" tanya Jenna.
"Gak akan tahu sampai beneran mabuk, 'kan?" Setelah itu Jenna tersenyum kemudian menuang kembali vodka ke dalam gelas Janu.
Satu gelas.
Dua gelas.
Tiga botol.
"Jenna ...," Janu menjatuhkan kepalanya di meja, ia sudah tidak bisa mempertahankan kesadarannya.
"Hm?" sahut Jenna.
"Jenna, Jenna itu punya gue!" Jenna tersenyum mendengar suara yang melantur itu.
Saat tidak sadar, yang dipikirkan Janu adalah kepemilikannya atas Jenna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seven Minutes
Fiksi RemajaSebelum mati akan ada rangkuman kejadian-kejadian paling manis, paling indah yang akan diputar. Menit pertama tentang Jenna, menit kedua tentang Jenna, menit ketiga dan seterusnya masih tentang Jenna.