Kesalahpahaman

170 23 4
                                    

"Gak biasanya nilai ulangan mapel kesukaan kamu dibawah 90 gini.. kamu lagi ada kendala apa, Sayang?"

Selembar kertas yang sangat penting itu masih dipandang lekat oleh Asha. Dia tidak menyangka akan mendapatkan nilai yang kurang memuaskan. Karena sebelumnya, Asha selalu mendapatkan nilai yang sempurna. Apalagi di mata pelajaran yang dia suka.

Asha merasa sedih, juga kecewa pada dirinya sendiri karena tidak dapat memberikan yang terbaik untuk kedua orang tuanya.

Orang tuanya memang tidak menuntut, tetapi Asha yakin bahwa mereka menaruh harapan padanya. Maka, Asha merasa mempunyai tanggung jawab akan hal itu.

Semakin Asha merenung, rasa sedih dan kecewa itu berubah menjadi rasa kesal dan marah. Dia tidak bisa mengendalikan pikirannya. "ARRGHH!! I should be getting the best value in class!" Teriak Asha seraya mengacak rambutnya penuh rasa kesal.

"She's fucking!" Asha menarik nafas dan membuangnya berulang-ulang, berusaha menenangkan isi pikiran buruknya. Namun, sudah hampir satu jam amarahnya itu belum dapat teredamkan, akhirnya Asha memutuskan untuk pergi keluar mencari angin.

***

Sore menjelang malam. Asha berjalan kaki sendirian untuk menghilangkan seluruh penat yang ada dikepalanya. Sampai dia tiba di sebuah pertigaan besar. Terlihat toko-toko berderet, pedagang yang berjualan di trotoar, dari barang hingga makanan, semua ada di sana.

Jalan Braga itu unik.

Sebuah toko digicam yang ramai oleh anak muda di seberang jalan menarik perhatian Asha. Dengan hati-hati, dia berjalan ke arah tujuannya.

Ternyata ada yang tidak kalah menarik. Di bagian depan toko digicam itu, ada sebuah etalase yang tertempel kertas dikacanya bertuliskan Reparasi apa aja kecuali sakit hati huhuhu T_T membuat Asha mengambil handphone di dalam tas dan berniat untuk memotretnya. Namun, tiba-tiba seorang gadis muncul dari balik etalase.

.. Aji?! Kenapa harus ketemu disini sih?!

Asha mengepalkan tangannya. Rasa kesal itu kembali hadir. Mengapa dunia ini sangat sempit? Sejak awal, Asha berniat untuk menghilangkan rasa kesalnya pada orang yang sekarang malah dia temui secara tidak sengaja.

Ditengah rasa kesalnya, Asha memperhatikan Aji yang mengenakan kaos putih dipenuhi oleh noda kotor, rambut pendeknya diikat berantakan, serta dahi yang bercucuran keringat. Aji terlihat seperti montir.

Asha menggeleng kepala, bisa-bisanya lagi capek gitu, mukanya tetep cengar-cengir, freak.

Selesai membereskan beberapa barang, Aji tersadar dengan keberadaan Asha, dia segera menghampiri, "lagi ngapain sendirian disini?"

Yang ditanya tidak menjawab, dia malah berdecak kesal lalu menghadapkan tubuhnya ke arah lain, sok sibuk melihat keramaian jalan. "Liatin apa?" Lanjut Aji.

Temannya masih tidak merespon tetapi Aji tidak menyerah, dia berdiri di depan Asha, menghalangi pandangan. "Apa sih.. minggir gak?!" Pelaku tersenyum mendengar kalimat lolos keluar dari mulut target.

"Lagian sibuk liat apa atuh? Sampe saya dianggurin.. untung bukan anggur merah. Takut dosa."

"For me, no."

Waduh salah... Tawa kikuk terdengar dari Aji, "ehm.. kamu nunggu di jemput?"

"Aku gak suka diganggu." Melihat tatapan sinis dari Asha, Aji berpikir mungkin suasana hatinya sedang buruk. Atau Aji terlalu sok akrab dengan gadis itu.

"Teh Aji! Ini beres-beres aja?" Aji dan Asha reflek menoleh pada sumber suara.

Seorang gadis yang terlihat lebih muda berteriak dari dekat etalase yang sebenarnya tidak terlalu jauh dari jarak mereka berdua.

Tentang DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang